Opini

Opini: Ketika Algoritma Menentukan Kebenaran

Ia menawarkan dunia yang begitu luas, mudah dijangkau, dan banyak peluang untuk memperkaya wawasan individu. 

Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM/HO
ILUSTRASI 

Manusia sebagai Homo Sapiens adalah spesies dari pasca-kebenaran, yang kemampuannya bergantung pada penciptaan dan kepercayaan terhadap fiksi atau kebohongan (Harari, 2018). 

Dalam masyarakat pasca-kebenaran, kebenaran tidak lagi dipersoalkan karena yang penting ialah apa yang dirasa benar menurut pandangan pribadi atau narasi fiktif yang seolah sudah mapan.

Data dan fakta mereka abaikan yang penting nyaman dengan pembenaran yang sudah ada (Setyo Wibowo, 2019).

Era pasca-kebenaran memiliki kaitan yang erat dengan filter bubble dan echo chamber. 

Kedua konsep ini membentuk sistem algoritma yang memang mempengaruhi cara pandang kita dalam memahami kebenaran. Terutama, dalam echo chamber, permainan algoritma sangat kentara dalam menentukan subjektivitas kebenaran. 

Dengan algoritma yang ada, kebenaran akan diproyeksikan sesuai dengan konten-konten yang disukai pengguna.

Sebagai contoh, apabila pengguna sering mengonsumsi konten yang sensasional, apakah dia bisa melihat sisi kebenaran dari konten itu? 

Pada kenyataannya memang terjadi sehingga berita bohong, manipulasi narasi, dan propaganda digital mudah memakan korban karena lebih memikat secara emosional. 

Saat ini masyarakat digital lebih tertarik dengan konten sensasional daripada yang esensial. 

Ditambah lagi, minimnya kurasi informasi dan rendahnya keinginan untuk merefleksikan kebenaran dari sudut pandang yang berlawanan membuat masyarakat kehilangan kompas moral dan intelektual dalam memilah mana yang layak dipercaya.

Media digital, yang seharusnya menjadi alat pemberdayaan informasi, justru menjadi lahan subur bagi penyebaran hoaks, disinformasi, dan pembelokan kebenaran.

Proposal Generatif: Membangun Kesadaran Digital Baru

Di tengah kekacauan informasi ini, sudah saatnya kita melakukan evaluasi mendalam terhadap identitas digital kita. Selama ini identitas digital kita sangat bergantung pada algoritma media. 

Kita harus keluar dari sistem dan kembali membentuk identitas yang lebih integral serta terbuka terhadap dunia. 

Pertanyaannya, bagaimana kita bersikap, berpikir, dan merespons informasi yang hadir di hadapan kita setiap hari?

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved