Opini

Opini: Kosmologi Baru Bahasa

Bahasa manusia tidak sekadar menggambarkan kenyataan, tetapi menciptakan cara manusia mengalami dan memaknainya. 

Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Yoseph Yoneta Motong Wuwur 

Oleh: Yoseph Yoneta Motong Wuwur
Warga Lembata, Nusa Tenggara Timur

POS-KUPANG.COM - Sejak awal peradaban, manusia tidak sekadar hidup di dalam dunia, melainkan melalui bahasa. 

Melalui bahasa, manusia menamai dan menata realitas; ia bukan hanya sarana komunikasi, tetapi ruang kosmik tempat pikiran dan dunia saling memantulkan keberadaan. 

Dalam kata, manusia membangun jembatan antara kesadaran dan semesta.

Pandangan lama yang melihat bahasa sebagai cermin realitas kini bergeser: bahasa bukan representasi pasif, melainkan daya kreatif yang membentuk dunia sosial, budaya, dan spiritual. 

Ia tidak sekadar menggambarkan kenyataan, tetapi menciptakan cara manusia mengalami dan memaknainya. 

Baca juga: Opini: Soeharto dan Penjernihan Makna Pahlawan

Bahasa adalah struktur eksistensial yang mengatur bagaimana kita memahami waktu, ruang, dan keberadaan.

Maka, kosmologi baru bahasa menempatkannya bukan sebagai hasil dunia, melainkan dunia itu sendiri—medan energi makna yang hidup dan terus mengembang. 

Dalam setiap ujaran, kosmos berpikir melalui manusia; ketika kita berbicara, semesta sedang menatap dirinya sendiri lewat kesadaran linguistik yang menyala di dalam diri kita.

Perubahan Pusat Gravitasi Makna

Perkembangan teknologi telah menggeser orbit bahasa dari ranah metafisik ke ranah matematis. 

Bahasa yang dahulu menjadi sumber tatanan rasional kini berinteraksi dengan algoritma—struktur logika yang mengatur arus data dan informasi. 

Bahasa tidak lagi sekadar refleksi kesadaran, melainkan sistem yang terintegrasi dengan kalkulasi, kecepatan, dan keterhubungan digital.

Dalam dunia digital, bahasa tidak hanya diucapkan oleh manusia, tetapi juga oleh mesin. 

Kata-kata diurai menjadi pola, diproses menjadi data, lalu dikembalikan dalam bentuk pesan otomatis. 

Bahasa kehilangan tubuh dan konteks asalnya, tetapi memperoleh kelenturan baru: ia dapat berpindah lintas medium, lintas kesadaran, dan lintas batas waktu.

Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved