Opini
Opini: Waspadai Leptospirosis, Tikus Pembunuh dari Selokan Kota
Ketika musim hujan tiba, maka genangan akan menjadi sangat sempurna sebagai media untuk penyebaran bakteri Leptospira.
Akan tetapi tanpa tindakan yang konkret di lapangan seperti foging sarang tikus, edukasi langsung door to door ke rumah – rumah dan pemeriksaan tikus oleh dinas terkait, maka himbauan tersebut bisa jadi akan menjadi angin lalu.
Kesehatan masyarakat bukan hanya menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan semata, akan tetapi juga menjadi tanggung jawab Dinas Lingkungan Hidup, perangkat kelurahan, lembaga pendidikan, universitas hingga organisasi masyarakat sipil juga harus ikut terlibat aktif dalam upaya bersama mengendalikan penyebaran penyakit ini.
Program sederhana seperti Gerakan “Gertak Tikus” (Gerakan Basmi Tikus) atau “Desa Bebas Lepto” bisa menjadi solusi berbasis komunitas yang efektif.
Selain itu kita juga perlu mendorong tentang penetapan status Kejadian Luar Biasa (KLB) untuk leptospirosis tersebut apabila angka kematian terus meningkat.
Dengan ditetapkannya KLB, maka sumber daya baik dana, tenaga kesehatan maupun edukasi Kesehatan bsia digerakkan lebih maksimal. Hal ini dikarenakan mencegah satu kematian berarti menyelamatkan masa depan sebuah keluarga.
Masyarakat harus menyadari bahwa melawan leptospirosis bukan hanya tentang membunuh tikus saja, akan tetapi juga membangun budaya hidup bersih dan waspada.
Edukasi sejak dini di sekolah, peran aktif kader kesehatan tingkat daerah serta kampanye yang massif dimedia sosial perlu digerakkan secara serentak.
Hari ini terjadi di Kota Yogyakarta, bisa jadi besok bisa terjadi di kota Anda. Tikus–tikus pembunuh tersebut juga hidup di selokan yang sama, dibawa kaki kita yang sama. Maka jangan hanya menunggu hingga nyawa melayang baru kita peduli.
Solusi untuk Mengakhiri Ancaman Leptospirosis
Untuk mengatasi kasus leptospirosis secara berkelanjutan, diperlukan pendekatan secara komprehensif yang mencakup aspek promotif, preventif dan kolaboratif.
Edukasi masyarakat menjadi Langkah awal yang paling mendesak. Tenaga kesehatan juga perlu memperkuat sosialisasi tentang gejala dan risiko leptospirosis, baik melalui pelayanan primer maupun melalui media komunikasi publik yang masif dan mudah untuk dipahami.
Sosialisasi ini tentunya harus menyasar kepada semua lapisan Masyarakat, mulai dari anak sekolah, ibu rumah tangga hingga pada pekerja sektor informal.
Selain itu juga perlu dilakukan peningkatan sanitasi lingkungan sekitar, pemerintah daerah juga harus lebih tegas dalam menangani permasalahan drainase, pengelolaan sampah serta keberadaan selokan terbuka yang menjadi habitat ideal bagi tikus.
Upaya yang lain tentang pengendalian populasi tikus tidak cukup hanya dengan imbauan saja, akan tetapi juga melalui tindakan yang nyata seperti perangkap tikus berbasis rumah tangga, program fogging serta inspeksi berkala ke wilayah padat penduduk dengan langganan banjir.
Hal lain yang tdiak kalah penting adalah kolaborasi lintas sektor. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri.
Opini: Prada Lucky dan Tentang Degenerasi Moral Kolektif |
![]() |
---|
Opini: Drama BBM Sabu Raijua, Antrean Panjang Solusi Pendek |
![]() |
---|
Opini: Kala Hoaks Menodai Taman Eden, Antara Bahasa dan Pikiran |
![]() |
---|
Opini: Korupsi K3, Nyawa Pekerja Jadi Taruhan |
![]() |
---|
Opini: FAFO Parenting, Apakah Anak Dibiarkan Merasakan Akibatnya Sendiri? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.