Cerpen
Cerpen: Sudah Saatnya
Jumlahnya tidak besar, tapi cukup untuk keluarga kecil mereka. Saat itu ia berjanji akan mengembalikannya dalam sebulan.
Oleh: Marsel Koka*
POS-KUPANG.COM - Hari di kota itu masih pagi. Burung-burung mulai bersahut-sahutan dari pepohonan, dan anak-anak beranjak menuju sekolah dengan tas di punggung.
Di sudut halaman sebuah rumah, Lukas duduk sambil menggenggam cangkir kopi.
Ia tampak gelisah. Istrinya melihat sekilas sambil menyapu halaman.
Sudah lama ia seperti itu. Lukas sedang memikirkan sesuatu yang serius.
Ada rasa bersalah yang mengusik nuraninya. Tiga bulan lalu, ia meminjam uang pada Opa Markus, seorang penyapu jalan yang tinggal di ujung gang.
Jumlahnya tidak besar, tapi cukup untuk keluarga kecil mereka. Saat itu ia berjanji akan mengembalikannya dalam sebulan.
Namun waktu berlalu, dan Lukas belum juga memenuhi janjinya.
Bukan karena tidak bisa, tapi karena malu dan mungkin, karena terlalu terbiasa menunda.
Yang membuat hatinya makin tak tenang justru sikap Opa Markus yang tetap ramah padanya.
Opa Markus tak pernah menagih. Tak pernah menyindir. Hanya menyapa seperti biasa, seolah tak terjadi apa-apa. Tapi justru itu yang menggetarkan hati Lukas.
Pagi itu, Lukas akhirnya berdiri. Ia masuk ke dalam kamar, mengambil uang hasil ojek dan berkata singkat kepada istrinya.
Saya mau ke rumah Opa Markus.
Ia berjalan perlahan pelan sambil menyapa beberapa tetangga yang sedang
menyiram tanaman.
Sesampainya di rumah Opa Markus, ia menemukan pria tua itu sedang menyiram bunga di pekarangan. Opa Markus tersenyum lebar begitu melihat Lukas datang.
Silakan duduk dulu, Lukas, katanya ramah.
Sesaat setelahnya Lukas dengan hati-hati mengeluarkan uang dari saku dan
menyerahkannya dengan dua tangan. Wajahnya menunduk.
Opa Markus, maaf, saya terlambat. Opa Markus menerimanya tanpa banyak
komentar. Ia tersenyum tipis, lalu menepuk bahu Lukas.
Saya tahu kamu orang baik, Lukas. Kamu datang bukan karena ditekan, tapi karena punya hati. Itu yang saya hormati.
Mereka duduk berdua di bawah pohon mangga yang mulai berbunga. Angin pagi
menghembuskan daun-daun kering jatuh perlahan.
Tak banyak yang mereka bicarakan setelah itu. Tapi sesuatu dalam diri Lukas terasa lebih tenang. Seperti beban yang perlahan-lahan dilepas.
Sejak hari itu, Lukas tak pernah menunda urusan seperti itu lagi. Ia tahu, utang bukan sekadar angka. Tapi soal janji, soal kepercayaan, dan soal harga diri. (*)
* Penulis asal Riominsi, tinggal di Merville, Manila
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.