Sidang AKBP Fajar Lukman

29 Lembaga Protes Dakwaan JPU, APPA Nilai Dakwaan Janggal, Abaikan Rekomendasi DPR RI

Sebanyak 29 lembaga yang tergabung dalam Aliansi Perlindungan Perempuan dan Anak Nusa Tenggara Timur (APPA NTT), protes terhadap dakwaan JPU

|
POS-KUPANG.COM/HO
RDP - Rapat Dengar Pendapat (RDP) Aliansi Peduli Perempuan dan Anak (APP) - Forum Perempuan Diaspora NTT - Jakarta dengan Komisi III dan XIII DPR RI tentang proses hukum eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja. Selasa (20/5/2025). 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, OMDSMY Novemy Leo

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Sebanyak 29 lembaga yang tergabung dalam Aliansi Perlindungan Perempuan dan Anak Nusa Tenggara Timur (APPA NTT), protes terhadap dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Dakwaan JPU yang sudah dibacakan dalam sidang kasus kekerasan anak yang dilakukan eks kapolres Ngada, SKBP Fajar Lukman itu, dinilai janggal. Jaksa pun dinilai telah mengabaikan rekomendasi DPR RI beberapa waktu lalu.

Dalam pressrealis yang diterima Pos Kupang, Rabu (2/7/2025) dari APPA NTT, menyebutkan, APPA NTT menyatakan keprihatinan mendalam dan  mengecam keras tindakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam menyusun  dakwaan kasus kejahatan seksual yang melibatkan mantan Kapolres Ngada,  AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja.

Baca juga: LIPSUS: Sidang Perdana Digelar Hari Ini Istri Anak Jenguk Fajar Tiga Kali Seminggu

Dalam persidangan tertutup di Pengadilan Negeri Kupang (30/06), JPU justru memposisikan Fani Doko (F)—korban eksploitasi seksual dan kekerasan struktural—sebagai pelaku utama dalam dakwaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), dengan empat pasal berlapis dan ancaman hingga 20 tahun penjara.

Fani adalah korban yang diperdaya oleh Fajar Lukman. Fajar Lukman memanfaatkan  kekuasaan dan ketimpangan sosial-ekonomi untuk memaksa dan  memanipulasi F menjadi alat perekrutan korban lain.

FANI - Tersangka Fani dikawal ketat jaksa dan polisi menuju ke mobil tahanan di Kejari Kota Kupang, menuju ke Lapas Perempuan Kupang, Kamis (12/6/2025) .
FANI - Tersangka Fani dikawal ketat jaksa dan polisi menuju ke mobil tahanan di Kejari Kota Kupang, menuju ke Lapas Perempuan Kupang, Kamis (12/6/2025) . (POS-KUPANG.COM/RAY REBON)

Dalam konteks ini, Fani  bukanlah pelaku otonom, melainkan bagian dari rantai kekerasan dan  eksploitasi yang dirancang oleh Fajar Lukman.

Maka, menghukum Fani lebih berat dari  Fajar adalah bentuk reviktimisasi—yakni kekerasan kedua dari sistem hukum yang seharusnya melindungi korban.

Lebih ironis lagi, dakwaan terhadap Fajar Lukman justru tidak mencakup pasal seperti UU TPPO.

Baca juga: LIPSUS: Tensi Darah AKBP Fajar Tinggi Eks Kapolres Ngada Pakai Rompi Orange 26 Ditahan di Rutan

Ini bertentangan dengan rekomendasi resmi Komisi III DPR RI yang pada 22 Mei 2025 meminta aparat penegak hukum menjerat Fajar dengan pasal-pasal yang mencerminkan beratnya kejahatan seksual yang ia lakukan, termasuk unsur penyalahgunaan narkotika dan kekuasaan.

Menanggapi hal ini, Koordinator APPA NTT yang juga ketua TP PKK NTT,  Asti Laka Lena, menyatakan keprihatinannya.

“Kami mengecam model dakwaan yang mengaburkan pelaku utama dan justru mengorbankan korban. Ini mencederai rasa keadilan dan mengabaikan rekomendasi dari lembaga  tinggi negara. Seharusnya, keadilan berpihak pada yang lemah dan korban,  bukan melindungi kekuasaan" ujar Asti Laka Lena.

KAWAL - Eks Kapolres Ngada dikawal kepolisian dan pihak kejaksaan menuju Rutan Klas IIB Kupang, Selasa (10/6/2025).
KAWAL - Eks Kapolres Ngada dikawal kepolisian dan pihak kejaksaan menuju Rutan Klas IIB Kupang, Selasa (10/6/2025). (POS-KUPANG.COM/RAY REBON)

Sementara itu Penasehat APPA NTT, Pdt. Mery Kolimon, memberikan  komentarnya.

"Kasus ini merefleksikan ketimpangan relasi gender yang sangat  menyedihkan di dalam masyarakat kita. F ini adalah korban dari penyalahgunaan kekuasaan dan posisi rentan. Dari sudut pandang iman, kita  dipanggil untuk melindungi yang lemah dan tertindas. Proses hukum yang adil  adalah wujud dari panggilan itu, dan apa yang kita saksikan dalam dakwaan  ini adalah sebuah ironi yang menyakitkan. Kami mendorong para penegak hukum mempertimbangkan fakta bahwa F adalah korban dalam kasus ini ," tutur Pdt. Mery Kolimon.

Kecaman keras juga datang dari Ketua Forum Perempuan Diaspora (FPD)  NTT, Sere Aba.

Baca juga: LIPSUS: Tersangka Fani Pemasok Anak untuk Eks Kapolres Ngada Menangis Dihadapan Jaksa 

"Model persidangan yang terkesan timpang dan berat sebelah  ini harus dilawan. Ini adalah preseden buruk bagi penegakan hukum di NTT. Bagaimana mungkin seorang korban yang jelas-jelas dieksploitasi justru yang  dihadapkan pada ancaman hukuman paling berat, sementara terduga pelaku  utama seakan mendapat karpet merah? Kami mengecam keras praktik hukum  yang mencederai rasa keadilan ini," tegas Pdt. Mery Kolimon.

APPA NTT mengingatkan bahwa penegakan hukum yang adil bukan hanya menyangkut legalitas, tetapi juga moralitas dan kemanusiaan.

Jangan sampai ruang peradilan menjadi ruang gelap perjudian antara kepentingan para APH serta panggung impunitas bagi pelaku kejahatan seksual dan perdagangan orang, di mana yang lemah dikorbankan untuk kedua kalinya sementara para penjahat dibenarkan dan dipuja- puji.

RDP - Rapat Dengar Pendapat (RDP) Aliansi Peduli Perempuan dan Anak (APP) - Forum Perempuan Diaspora NTT - Jakarta dengan Komisi III dan XIII DPR RI tentang proses hukum eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja. Selasa (20/5/2025).
RDP - Rapat Dengar Pendapat (RDP) Aliansi Peduli Perempuan dan Anak (APP) - Forum Perempuan Diaspora NTT - Jakarta dengan Komisi III dan XIII DPR RI tentang proses hukum eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja. Selasa (20/5/2025). (POS-KUPANG.COM/HO)

Karena itu, APPA memberikan empat tuntutan yakni

Pertama, Kejaksaan Tinggi NTT harus segera meninjau ulang dakwaan terhadap  Fani Doko dan AKBP Fajar Lukman

Kedua, Fani Doko harus diperlakukan sebagai korban dan saksi penting, bukan pelaku utama.

Ketiga, AKBP Fajar Lukman harus dijerat dengan pasal-pasal berat sesuai UU TPKS, UU  Perlindungan Anak, dan UU TPPO, sebagaimana direkomendasikan oleh  Komisi III DPR RI. 

Keempat, Pengadilan harus memastikan transparansi dan akuntabilitas agar  keadilan ditegakkan, bukan menjadi instrumen perlindungan pelaku  kekerasan seksual.

Baca juga: APPA NTT Ingatkan Restitusi untuk Korban Kejahatan Eks Kapolres Ngada Fajar Lukman

Sebanyak 29 lembaga yang tergabung dalam APPA NTT yakni TP PKK Provinsi NTT, RD. Leo Mali, Pdt. Merry Kolimon, Lawyer public _Dike Nomia, FPD NTT - Jakarta,  LBH APIK NTT, Rumah Perempuan Kupang, PADMA Indonesia, LPA NTT, TRUK-F, IRGSC Kupang, The CATOC Indonesia, J-RUK Kupang, Federasi Apik, Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan seksual terhadap anak.

Berikutnya, Yayasan I.J. Kasimo, Rumah Harapan GMIT,  SAKSIMINOR, Kementrian Pemberdayaan Perempuan Anak RI,  Komnas Perempuan,  LPSK RI,  OMBUDSMAN RI,  Komnas Disabilitas RI,  KPAI,  Komnas HAM, Dinas P3AP2KB NTT, Bpk Umbu Rudi Kabunang (Komisi XIII DPR RI), Bpk Andreas Hugo Parera (Komisi XIII DPR RI),  Bpk. Maruli Siahaan (Komisi XIII DPR RI). (vel)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved