Opini

Opini: Perempuan dalam Kerangkeng Kuasa, Membaca ulang Pramoedya dan Julia

Dalam goresan sederhana ini penulis akan mengangkat peran sastra dalam menyuarakan kesetaraan gender.

Editor: Dion DB Putra
SHUTTERSTOCK
ILUSTRASI 

Hemat saya, konstruksi semacam ini membuat perempuan menerima begitu saja perlakuan diskriminasi tanpa adanya kesadaran akan ketimpangan. 

Atas dalih kesetiaan terhadap negara ia dibodohi agar tidak kritis terhadap kebobrokan negara secara khusus terhadap sistem orde baru yang dinahkodai oleh Soeharto.

Catatan akhir

Pramoedya dan Julia meramu pikiran, protes dan suara mereka dalam sastra dan gebrakan tulisan. 

Kata-kata menjadi alat untuk melawan sistem kekuasaan struktural dan kekerasan terhadap gender atau seksual terhadap perempuan. 

Hal yang miris adalah problematika pelecehan terhadap perempuan merupakan satu polemik yang sudah terjadi sejak lama. Bahwa perempuan hanya dilihat sebagai objek, pribadi yang lemah dan harus ditolong, sebagai pemuas nafsu laki-laki dan second class. 

Kehadiran Pram dan Julia serta karya-karya mereka ingin membongkar dan menguak praktik patriarkal, kolonialisme terhadap perempuan, feodalisme, dan pengkotakan peran ibu dalam masyarakat. 

Hal yang tak kala penting adalah gebrakan mereka menjadi pemantik kesadaran kaum hawa. Melalui sastra dan tulisan, mereka melawan dan memperjuangkan kemerdekaan, kebebasan, otonom atau kemandirian agar perempuan dapat menentukan kehendaknya sendiri. (*)

Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved