Timor Tengah Selatan Terkini
FEATURE: Galeri Alekot Berdayakan Penenun di TTS Siapkan Kain Tenun Jelang Tahun Ajaran Baru
Setiap tahun ajaran baru, Alekot mengajak penenun menyiapkan satu kain ekstra untuk dijual pada bulan Mei–Juni.
POS-KUPANG.COM, SOE - Setiap tahun ajaran baru, Alekot mengajak penenun menyiapkan satu kain ekstra untuk dijual pada bulan Mei–Juni. Keuntungannya digunakan untuk membeli kebutuhan sekolah anak-anak mereka seperti seragam dan sepatu.
GALERI Alekot bukan sekadar toko kain tenun. Galeri yang berada di Kota Soe, ibukota Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) ternyata memiliki misi social di balik deretan produk tenun yang dipajang.
Misi social tersebut adalah upaya untuk memberdayakan para penenun, khususnya perempuan, agar tetap bisa bekerja dan bermartabat tanpa harus meninggalkan kampung halaman mereka.
Pemilik Galeri Alekot, Rensina (42), menjelaskan, tokonya hadir bukan hanya untuk menjual kain, melainkan menjadi mitra pendamping bagi para penenun.
Baca juga: FEATURE: Febby Nitte Temukan Kekuatan dari Benang dan Jarum
“Salah satu misi kami adalah membuka lapangan pekerjaan bagi perempuan, agar mereka bisa tetap tinggal di kampung dan tetap berpenghasilan,” ujarnya.
Saat ini, kata Rensina. Galeri Alekot bekerja sama dengan delapan hingga sepuluh kelompok tenun di TTS dan daerah sekitarnya yang melibatkan sekitar 60 penenun.
Kata Alekot sendiri berasal dari Bahasa Dawan yang berarti bagus atau baik, mencerminkan komitmen mereka menjual produk berkualitas untuk tujuan meningkatkan pendapatan para penenun.

Awalnya, pendampingan difokuskan pada pemasaran karena harga kain tenun yang relatif rendah dan akses pasar yang terbatas.
“Kami mulai dari mencari pasarnya dulu. Penenun bisa membawa hasil tenunan ke toko ini, lalu kami bantu menilai kebutuhan pendampingan mereka agar produk bisa lebih sesuai selera pasar,” jelas Rensina.
Pendampingan ini mencakup berbagai aspek, mulai dari intensitas menenun, tantangan yang dihadapi, hingga kemampuan teknis penenun.
Mereka juga dilatih soal pemasaran seperti penggunaan media sosial, teknik memotret produk, hingga penentuan harga.
Baca juga: FEATURE: Cerita Difabel Netra di Flores Timur, Bermusik Pakai Insting Bukan Mata
“Yang menarik, sebagian besar biaya pendampingan penenun di Galeri Alekot dialokasikan dari hasil penjualan produk,” ujar Rensina.
Namun, Galeri Alekot juga sesekali bekerja sama dengan lembaga atau perusahaan, serta mengajak pembeli berpartisipasi dalam kegiatan pemberdayaan lewat skema pembelian berdampak. Meski demikian, tidak ada kewajiban bagi penenun untuk menjual hasil karyanya di toko ini.
“Kami hanya memfasilitasi dan menjadi mitra pemasaran. Penenun tetap bebas menentukan pilihan,” jelas Rensina.
Salah satu tantangan yang dihadapi adalah kurangnya kemampuan penenun dalam menjelaskan keunggulan produknya. “Bargaining position mereka masih lemah, terutama dalam memahami kebutuhan konsumen.
Sementara pembeli kami banyak dari luar NTT, yang tentu punya preferensi tertentu,” kata Rensina.
Baca juga: FEATURE: Menghidupkan Ruang Bersama di Film Festival 2025 Bioskop Pasiar Putar Film Gratis
Rensina menyadari bahwa menjembatani cara pikir penenun dan permintaan pasar adalah pekerjaan yang kompleks. Namun bagi dia dan timnya, ini adalah tantangan yang harus dijawab agar tenun Timor mendapat tempat yang layak di pasar yang lebih luas.
Didirikan akhir 2017, Galeri Alekot yang berlokasi di Jalan Soekarno No. 24, Kota Soe, tidak hanya menjual kain tenun, tetapi juga produk turunannya seperti jaket, baju kombinasi tenun, tas, sepatu, aksesori, hingga jasa penyewaan pakaian adat.
Sementara strategi pemasaran dilakukan secara offline dan online, sembari mengedukasi pelanggan tentang teknik tenun dan bahan yang digunakan.
“Awalnya saya hanya suka menenun dan mengoleksi. Tapi lama-lama saya sadar, keindahan tenun Timor harus dipromosikan. Kalau ada yang beli, itu bonus. Hasil penjualan saya putar lagi untuk beli dari penenun,” cerita Rensina.
Baca juga: FEATURE : Kisah Sedih Seorang Difabel Hidup Sebatang Kara, Petrus Bani Impikan Punya Tanah Sendiri
Tak hanya fokus pada penenun, Galeri Alekot juga peduli pada kesejahteraan keluarga mereka. Setiap tahun ajaran baru, Alekot mengajak penenun menyiapkan satu kain ekstra untuk dijual pada bulan Mei–Juni.
Keuntungannya digunakan untuk membeli kebutuhan sekolah anak-anak mereka seperti seragam dan sepatu.
“Kami ingin membantu penenun merencanakan keuangan, agar tidak terpaksa menjual kain saat darurat. Ini bagian dari upaya membangun kemandirian,” kata Rensina.
Dengan semangat memberdayakan perempuan dan melestarikan warisan budaya, Galeri Alekot telah menjadi model kewirausahaan sosial yang menjawab kebutuhan pasar sekaligus memberi nilai tambah bagi komunitas.
Meski sudah banyak berkontribusi, Rensina berharap akan semakin banyak pihak yang tergerak untuk ikut mendukung gerakan ini.
“Harapan saya, kontribusi kami tidak berhenti di sini. Semoga semakin banyak orang yang punya kepedulian untuk mengangkat perempuan agar punya penghasilan tetap dan hidup yang lebih baik,” tutup Rensina. (any)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS
8 Orang Meninggal Akibat AIDS Tahun 2025, Kadis Kesehatan TTS: Tetap Optimis Optimalkan Zero AIDS |
![]() |
---|
Komisi IV DPRD TTS Dorong Pendampingan masif Bagi ODHIV secara berkelanjutan |
![]() |
---|
Proviciat, Pemda TTS Bakal Gelar Festival Musim Dingin 2025 di Desa Tunua, Mollo Utara |
![]() |
---|
Kapolda NTT Jenguk Anggota Polres TTS yang Alami Laka Saat Tugas Pengawalan |
![]() |
---|
Dorong Kemandirian Anak Muda, Kelompok Usaha Plan Indonesia Gelar Panen Raya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.