Opini
Opini: Dari Tradisi ke Solusi, Teater Lokal untuk Pelajar yang Berjuang
Beberapa sekolah Manggarai Timur mulai memanfaatkan kegiatan teater sebagai cara efektif membantu siswa mengungkapkan perasaan.
Lewat tradisi, anak-anak bisa menari, menyanyi, atau bercerita tanpa takut dihina atau diejek. Mereka merasa diterima dan dihargai. Tradisi juga mengajarkan kita untuk saling bantu dan peduli.
Ini sangat penting, apalagi kalau ada anak yang merasa tidak nyaman di rumah atau di sekolah. Dengan mengajak anak-anak ikut kegiatan budaya, kita bisa menciptakan tempat yang hangat dan aman bagi mereka.
Karena itu, sekolah dan masyarakat sebaiknya tidak meninggalkan tradisi. Justru tradisi bisa jadi cara membuat anak-anak merasa punya teman, punya tempat bercerita, dan merasa tidak sendiri.
Penelitian oleh Lembaga Studi Budaya Lokal NTT (2021) menunjukkan 74 persen responden remaja di Manggarai Timur merasa lebih tenang dan dihargai ketika ikut kegiatan adat di kampung mereka.
Seorang responden mengatakan, “Kalau ikut danding atau tandak, hati saya lebih senang. Tidak ada yang marah atau membentak. Semua orang tersenyum dan saling bantu.”
Dalam laporan Kompas (20 Februari 2023), tokoh adat dari Borong, Alfonsus Dahu, menyebut “kegiatan adat bisa jadi tempat anak-anak belajar menghargai diri sendiri dan orang lain. Kalau mereka ikut adat sejak kecil, mereka tahu ke mana harus kembali saat punya masalah.”
Ini menunjukkan bahwa adat bukan hanya soal masa lalu, tapi juga jadi penopang kehidupan sosial saat ini.
Selain itu, Program Rumah Adat Ramah Anak yang dijalankan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Manggarai Timur sejak 2022 juga menjadikan rumah adat sebagai tempat berkumpul anak-anak untuk belajar cerita rakyat, bermain alat musik tradisional, dan berbagi cerita dengan orang tua atau tetua adat.
Program ini diakui membantu menurunkan kecenderungan anak-anak untuk menyendiri dan meningkatkan rasa percaya diri mereka di sekolah.
Teater Sebagai Cara Menyembuhkan
Teater bukan hanya soal tampil di depan penonton. Ia adalah proses—menulis, melatih, merasakan, dan memahami.
Saat pelajar terlibat dalam teater, mereka belajar mendengar, memahami perasaan sendiri dan orang lain, serta saling mendukung. Ini adalah bentuk terapi sosial yang murah, alami, dan sangat relevan secara budaya.
Siswa yang biasanya tertutup bisa menemukan cara baru untuk bicara. Ia tidak ditanya langsung, “kamu kenapa sedih?” tapi diberi ruang untuk membuat naskah berjudul “Aku Ingin Didengar”, lalu memainkannya di panggung.
Proses ini menyembuhkan. Bukan hanya untuk dirinya, tapi juga teman-temannya yang menonton dan merasa, “aku tidak sendirian.”
Beberapa sekolah Manggarai Timur mulai memanfaatkan kegiatan teater sebagai cara efektif membantu siswa mengungkapkan perasaan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.