Opini

Opini: Dari Tradisi ke Solusi, Teater Lokal untuk Pelajar yang Berjuang

Beberapa sekolah Manggarai Timur mulai memanfaatkan kegiatan teater sebagai cara efektif membantu siswa mengungkapkan perasaan. 

Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM/HO-DOK PRIBADI
Maria Prisilya Purnamalon, S.Pd.,M.Pd 

Oleh : Maria Prisilya Purnamalon, S.Pd.,M.Pd
Dosen Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Katolik Widya Mandira Kupang - Nusa Tenggara Timur

POS-KUPANG.COM - Setiap pagi ribuan pelajar di Manggarai Timur berangkat ke sekolah dengan semangat membawa buku dan pena. Tapi tak semua datang dengan hati yang ringan. 

Di balik seragam sekolah, tak sedikit dari mereka menyimpan tekanan batin yang berat— beban akademik, konflik keluarga, bahkan perasaan tidak dianggap. Sebagian hanya bisa diam. Dan sayangnya, ada yang memilih mengakhiri hidupnya sendiri.

Data terbaru menunjukkan  krisis kesehatan mental di kalangan pelajar Manggarai Timur mengkhawatirkan. Pos Kupang (2 Juni 2025) melaporkan siswa kelas XII SMAN 4 Borong, berinisial APD (20), ditemukan meninggal dunia karena gantung diri di belakang sekolah. 

APD diketahui mengalami tekanan mental setelah bertengkar dengan pacarnya melalui video call. Ia merupakan anak yatim piatu sejak kecil. Ini bukanlah kasus pertama.

Pada tahun 2019, dua pelajar SMP meninggal dengan cara yang sama di lingkungan rumah mereka. Fakta ini menegaskan bahwa krisis kesehatan mental di kalangan pelajar adalah masalah serius.

Bicara soal perasaan atau masalah kesehatan mental masih  dianggap hal yang memalukan di sekitar kita. Banyak pelajar yang merasa sedih, tertekan, atau bingung tidak tahu harus cerita ke siapa. 

Di sekolah pun, belum semua punya guru konselor. Sementara layanan psikolog di daerah masih sangat terbatas. Jadi, kalau ada masalah, mereka memendam sendiri. Lalu, kita harus bagaimana?

Kasus APD bukan satu-satunya. Flores Pos (15 November 2022)  memberitakan seorang siswi SMP di Kecamatan Kota Komba Selatan meninggal karena gantung diri di dapur rumahnya. Dia stres karena nilai sekolah dan masalah di rumah. 

Di tahun yang sama, VoxNtt.com  menulis seorang pelajar SMA di Lamba Leda Utara yang bunuh diri setelah sering dibully. Ini bukti masalah kesehatan mental pelajar di Manggarai Timur itu nyata.

Kita tidak bisa terus diam. Sekolah, orang tua, dan semua pihak harus mulai peduli. Pelajar butuh tempat aman untuk cerita, butuh guru yang bisa mendengarkan, dan bantuan saat merasa tidak baik-baik saja. 

Kita harus mulai ajarkan bahwa tidak apa-apa bicara soal perasaan. Itu bukan tanda lemah, tapi justru langkah pertama untuk jadi kuat.

Tradisi Sebagai Ruang Aman

Banyak anak muda sekarang merasa sendirian dan tidak punya tempat untuk cerita. Padahal, dalam budaya Manggarai Timur, kita punya banyak kegiatan tradisional seperti danding, tandak, upacara adat, dan cerita rakyat. 

Kegiatan ini biasanya dilakukan bersama-sama dan bisa membuat orang merasa dekat satu sama lain.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved