Opini
Opini: Alokasi DAK Fisik dan Perannya Dalam Upaya Wujudkan Swasembada Pangan
Indonesia sebenarnya pernah mencapai swasembada pangan, khususnya swasembada beras, yaitu pada tahun 1984.
DAK Fisik merupakan dana yang dialokasikan pemerintah pusat kepada daerah untuk mendukung pembangunan fisik daerah, seperti sarana dan prasarana publik dan digunakan untuk membiayai kegiatan fisik tertentu yang menjadi urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
Alokasi DAK Fisik yang terkait dengan produksi pangan, yaitu DAK Fisik Bidang Irigasi, Pertanian, serta Kelautan dan Perikanan, pada tahun 2025 untuk wilayah Manggarai Raya dan Kabupaten Ngada tidak ada alokasi DAK Fisik bidang-bidang tersebut, sehingga memberikan kesan bahwa alokasi dana APBN tahun 2025 tidak sejalan dengan komitmen pemerintah dalam rangka mewujudkan swasembada pangan.
Bahkan hal ini menimbulkan kekhawatiran di beberapa kalangan, bahwa tidak adanya alokasi DAK Fisik Bidang Irigasi, Pertanian, serta Kelautan dan Perikanan akan berdampak pada penurunan tingkat produksi pangan dan pada akhirnya berdampak pula pada Upaya meraih swasembada pangan.
Ditinjau dari karakteristik outputnya, DAK Fisik Bidang Irigasi, Pertanian, serta Kelautan dan Perikanan menghasilkan sarana dan prasarana fisik infrastruktur pertanian dan perikanan, seperti saluran irigasi, jalan, dan sebagainya, yang umur ekonomisnya lebih dari satu tahun, sehingga walaupun di tahun 2025 tidak ada alokasi DAK Fisik untuk bidang-bidang tersebut, tidak secara langsung berdampak pada penurunan produksi pangan, karena infrastruktur yang sudah dibangun tahun-tahun sebelumnya masih berfungsi dan memberikan manfaat bagi peningkatan produksi pangan.
Asumsi ini tentu masih memerlukan pembuktian, antara lain dengan melihat hubungan antara belanja DAK Fisik terhadap produksi tanaman pangan yang terdapat korelasi secara langsung. Misalnya, antara belanja DAK Fisik Bidang Irigasi terhadap produktivitas padi, sebagaimana tabel berikut ini:

Sumber data: OM SPAN dan BPS Provinsi NTT
Data pada tabel diatas tidak menunjukkan adanya hubungan yang sangat kuat dan konsisten pada seluruh kabupaten bahwa peningkatan atau penurunan tingkat produksi padi berkorelasi sangat kuat dengan besarnya realisasi penyaluran DAK Fisik Bidang Irigasi.
Angka koefisien korelasi yang diperoleh untuk setiap kabupaten beragam, yaitu Kabupaten Ngada sebesar -97,54 persen, Kabupaten Manggarai sebesar 98,63 persen, Kabupaten Manggarai Barat sebesar -27,75 persen, dan Kabupaten Manggarai Timur sebesar 95,68 persen.
Untuk Kabupaten Ngada, tingkat produksi padi tidak dipengaruhi oleh realisasi penyaluran DAK Fisik Bidang Irigasi setiap tahun.
Hal ini mengindikasikan bahwa infrastruktur irigasi yang dibangun di tahun 2021 di Kabupaten Ngada masih bermanfaat sampai dengan produksi padi di tahun 2022 sampai dengan 2024.
Untuk Kabupaten Manggarai Barat, koefisien korelasi negatif sebesar -27,75 persen lebih disebabkan adanya perbaikan bendungan di tahun 2024, sehingga produksi padi mengalami penurunan walaupun pada tahun 2023 terdapat kenaikan signifikan dana pembangunan irigasi, yaitu Rp12,74 miliar.
Untuk Kabupaten Manggarai dan Kabupaten Manggarai Timur, realisasi DAK Fisik Bidang Irigasi berkorelasi positif dan sangat kuat dengan peningkatan produksi padi.
Namun demikian, di tahun 2022 pada pada Kabupaten Manggarai dan Kabupaten Manggarai Timur tidak terdapat alokasi DAK Fisik Bidang Irigasi dan hal tersebut ternyata tidak berdampak pada penurunan produksi padi secara signifikan.
Dari perhitungan korelasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa:
Pertama, alokasi DAK Fisik Bidang Irigasi memberikan dampak terhadap peningkatan produksi padi, yang selanjutnya berdampak pada ketersediaan pangan, aksesibilitas pangan, kualitas pangan, dan kestabilan pangan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.