Opini
Opini: Membentuk Pemimpin Sekolah Digital, Saatnya Kepala Sekolah Jadi Arsitek Perubahan
Era digital menuntut kepala sekolah untuk tidak hanya menjadi pengelola administratif, tetapi juga pemimpin perubahan yang adaptif terhadap inovasi.
Oleh: Heryon Bernard Mbuik
Dosen PGSD FKIP Universitas Citra Bangsa, Kupang - Nusa Tenggara Timur
POS-KUPANG.COM - Transformasi pendidikan nasional saat ini tidak bisa dilepaskan dari tuntutan digitalisasi, baik dalam aspek pembelajaran maupun manajemen sekolah.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), sebagai salah satu kebijakan desentralisasi pendidikan, semakin diperkuat dengan dukungan teknologi digital melalui platform seperti ARKAS, SIPLah, dan Rapor Pendidikan.
Namun, hadirnya sistem ini tidak serta-merta menjamin kesiapan semua sekolah, terutama dalam hal kepemimpinan.
Era digital menuntut kepala sekolah untuk tidak hanya menjadi pengelola administratif, tetapi juga pemimpin perubahan yang adaptif terhadap inovasi.
Kepala sekolah di era ini harus memahami data, menginterpretasikan indikator mutu, serta menjadikan informasi sebagai dasar untuk pengambilan keputusan strategis.
Pertanyaan reflektif yang muncul adalah: apakah kepala sekolah di daerah-daerah seperti Kota Kupang sudah mampu mengemban peran ini secara optimal?
Kepala Sekolah dan Tantangan Literasi Digital
Kepala sekolah sejatinya adalah arsitek perubahan: perancang visi, penggerak tim, dan pengambil keputusan berbasis data.
Tetapi dalam praktiknya, banyak kepala sekolah di Kota Kupang dan daerah lain di NTT masih berjuang memahami fungsi dasar platform digital.
Kepala sekolah di SDI Sikumana 3 menyatakan belum memanfaatkan Rapor Pendidikan secara optimal, karena mengalami kesulitan dalam menginterpretasikan indikator mutu yang kompleks dan bersifat teknis.
Selain keterbatasan interpretasi data, SDI Sikumana 3 juga menghadapi persoalan teknis seperti koneksi internet yang tidak stabil dan keterbatasan perangkat digital.
Kondisi ini menyulitkan kepala sekolah untuk mengakses platform secara reguler, sehingga Rapor Pendidikan belum sepenuhnya dijadikan landasan refleksi mutu yang sistematis.
Hal ini menandakan bahwa peran kepala sekolah belum sepenuhnya berpindah dari administrator manual ke pemimpin yang menguasai data.
Antara Platform Digital dan Praktik di Lapangan
Pengalaman penulis menunjukkan bahwa setelah dua atau tiga tahun diperkenalkan, platform seperti ARKAS dan Rapor Pendidikan belum sepenuhnya menjadi alat reflektif.
Lebih banyak digunakan untuk pelaporan teknis, bukan sebagai panduan pengambilan keputusan.
Penggunaan teknologi dalam MBS seharusnya melampaui logika pelaporan.
ARKAS dan Rapor Pendidikan idealnya digunakan kepala sekolah untuk membuat keputusan berbasis bukti, mengevaluasi capaian indikator mutu, dan menyusun program sekolah yang lebih relevan dengan kebutuhan peserta didik.
Namun, jika kepala sekolah belum memiliki kapasitas untuk menganalisis data atau hanya menjalankan perintah sistem, maka platform yang canggih pun tak akan mengubah praktik dasar manajemen.
Data Kemendikbudristek (2023) menunjukkan bahwa meskipun lebih dari 90 persen sekolah telah mengakses ARKAS, hanya sekitar 41 persen kepala sekolah yang benar-benar memahami dan memanfaatkannya secara strategis dalam penyusunan rencana berbasis data.
Ini menegaskan bahwa keberadaan sistem belum otomatis menciptakan kepemimpinan yang reflektif terhadap data.
Sebagaimana dinyatakan Selwyn (2021), “Transformasi digital di sekolah bukan sekadar menyediakan sistem, tetapi menyiapkan pemimpin yang bisa menafsirkan sistem itu untuk kepentingan pembelajaran dan perubahan mutu.”
Transformasi Kepemimpinan, Bukan Sekadar Teknologi
Sudah saatnya sekolah tidak hanya menunggu kebijakan dari atas, tetapi memulai gerakan digitalisasi dari dalam.
Kepala sekolah sebagai pemimpin lokal harus diberi ruang, kepercayaan, dan dukungan untuk menjadi katalis perubahan.
Sekolah masa depan dibangun dari sinergi antara manusia dan teknologi, antara data dan hati, serta antara sistem dan visi.
Jika kepala sekolah diberi ruang untuk belajar, bertumbuh, dan diberdayakan secara digital, maka sekolah-sekolah kita akan benar-benar menjadi pusat perubahan, bukan sekadar penerima kebijakan dari atas.
Empat Strategi Kunci Penguatan Kepemimpinan Sekolah Digital
Agar kepala sekolah benar-benar mampu menjadi agen transformasi dalam era digital, dibutuhkan strategi penguatan kapasitas yang tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga kontekstual dan berkelanjutan.
Untuk itu, penulis mengusulkan empat strategi Utama reformasi kepemimpinan sekolah digital.
1. Pelatihan Kepemimpinan Digital yang Kontekstual
Pelatihan tidak boleh berhenti pada aspek operasional aplikasi seperti ARKAS atau Rapor Pendidikan. Yang lebih penting adalah membentuk mental model kepala sekolah dalam menggunakan data sebagai dasar analisis mutu dan pengambilan keputusan strategis.
Artinya, pelatihan harus disesuaikan dengan konteks tantangan nyata yang dihadapi sekolah, termasuk keterbatasan infrastruktur dan sumber daya manusia di wilayah seperti NTT.
2. Mentoring dan Pendampingan Berbasis Komunitas
Perubahan tidak cukup hanya melalui workshop. Diperlukan model pendampingan jangka menengah-panjang, di mana kepala sekolah didampingi oleh mentor yang kompeten dan memahami konteks lokal.
Para mentor bisa berasal dari pengawas sekolah, dinas pendidikan, maupun dosen LPTK.
Komunitas praktik lintas sekolah juga dapat menjadi wadah saling belajar dan refleksi antar pemimpin sekolah.
3. Integrasi Literasi Data dalam Penilaian Kinerja Kepala Sekolah (PKKS) Literasi digital dan pemanfaatan data belum menjadi indikator utama dalam Penilaian Kinerja Kepala Sekolah.
Padahal, kemampuan membaca, menginterpretasi, dan menindaklanjuti data mutu merupakan inti dari kepemimpinan digital.
PKKS ke depan harus mengakomodasi dimensi ini agar kepala sekolah terdorong untuk tidak hanya fokus pada administrasi, tetapi juga inovasi dan pengambilan keputusan berbasis bukti.
4. Sinergi Struktural dengan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK)
Kepala sekolah masa depan harus dipersiapkan sejak dari lembaga pencetak guru dan pemimpin pendidikan.
Oleh karena itu, kurikulum LPTK perlu diintegrasikan dengan kompetensi kepemimpinan digital berbasis aksi nyata.
Praktik kolaboratif antara LPTK dan sekolah dapat melahirkan model-model pelatihan yang lebih kontekstual, aplikatif, dan reflektif terhadap dinamika mutu sekolah di era digital.
Keempat pilar ini sejalan dengan semangat Merdeka Belajar episode 24 tentang Transformasi Manajemen Sekolah, yang menempatkan kepala sekolah sebagai pemimpin pembelajaran berbasis data dan kolaboratif.
Menatap Masa Depan Sekolah Indonesia
Sekolah digital tidak lahir dari sistem semata, melainkan dari manusia yang memahami dan menghidupinya.
Kepala sekolah yang hanya menunggu instruksi tidak akan membawa sekolahnya melangkah jauh.
Namun kepala sekolah yang mampu membaca data, membangun jejaring, dan menggerakkan tim akan menjadi pemimpin yang relevan bagi masa depan.
“Karena di balik sistem digital yang canggih, dibutuhkan jiwa pemimpin yang bijak dan adaptif”. (*)
Referensi
- Kemendikbudristek. (2024). Statistik penggunaan ARKAS dan Rapor Pendidikan. Jakarta: Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
- Kemendikbudristek. (2023). Laporan nasional: Implementasi ARKAS dan literasi data kepala sekolah. Jakarta: Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan.
- Selwyn, N. (2021). Education and technology: Key issues and debates (2nd ed.). London: Bloomsbury Publishing.
- Kemendikbudristek. (2022). Merdeka Belajar Episode 24: Transformasi Manajemen Sekolah. Retrieved from https://www.kemdikbud.go.id/
- Wawancara Kepala Sekolah di SDI Sikumana 3 Kota Kupang. (2024). [Wawancara tidak diterbitkan].
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.