Opini
Opini: Narsisme Kolektif dan Tantangan Persatuan
Fenomena ini dapat ditemukan dalam berbagai konteks, mulai dari nasionalisme ekstrem hingga fanatisme kelompok dalam kehidupan sosial.
Fromm lebih jauh mengkritisi kondisi masyarakat modern yang secara fisik tampak baik-baik saja, namun menyimpan banyak gangguan psikososial.
Menurut Fromm, narsisme kolektif adalah bentuk kegilaan sosial yang dilembagakan, karena didukung secara budaya, politik, dan bahkan agama.
Agnieszka Golec de Zavala mengembangkan penjelasan lebih lanjut bahwa narsisme kolektif merupakan keyakinan berlebihan akan keunggulan kelompok yang membutuhkan pengakuan eksternal dengan menunjukkan permusuhan terhadap pihak yang dianggap meremehkan kelompok tersebut.
Pada lingkup ini, narsisme kolektif merupakan indikasi masyarakat yang sakit, masyarakat yang tidak mampu membedakan antara cinta terhadap kelompok dan obsesi terhadap identitas kelompok.
Mereka menjadikan kebanggaan kelompok sebagai dogma, dan mengukur nilai manusia dari asalnya, bukan dari tindakannya.
Beberapa ciri narsisme kolektif dapat muncul dalam beberapa manifestasi. Dalam kehidupan sosial, ada sekelompok individu yang meyakini bahwa kelompok mereka sendiri lebih unggul dari kelompok lain.
Keyakinan ini kemudian memunculkan tuntutan kebutuhan akan pengakuan dari pihak luar, sensitivitas tinggi terhadap kritik atau ancaman simbolik.
Pada akhirnya dapat memicu konflik, dimana muncul sikap memusuhi kelompok luar yang dianggap tidak menghormati kelompok sendiri, meningkatkan konflik dan diskriminasi antar kelompok.
Dalam skala sosial dan politik, narsisme kolektif mendorong populisme dan retorika ekstrem, menghambat kolaborasi dan komunikasi yang sehat, dan menjadi dasar ideologi yang menolak pluralisme.
Narsisme Kolektif di Indonesia dalam Konteks Pancasila
Tanggal 1 Juni diperingati sebagai Hari Lahir Pancasila. Peringatan ini menjadi sebuah momen penting untuk merefleksikan kembali nilai-nilai dasar yang menjadi fondasi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.
Di tengah dinamika sosial-politik yang semakin kompleks, peringatan ini mengajak kita untuk meninjau ulang komitmen terhadap prinsip-prinsip Pancasila, terutama sila ketiga: Persatuan Indonesia.
Faktanya, dalam praktik sosial kekinian, semangat persatuan sering kali diuji oleh munculnya fenomena eksklusivisme kelompok yang berpotensi meretakkan kohesi sosial.
Salah satu manifestasi dari eksklusivisme ini adalah narsisme kolektif.
Fenomena ini menimbulkan dampak signifikan terhadap hubungan antar kelompok, memicu prasangka, memperlebar jurang sosial, dan mengancam nilai-nilai kebhinekaan yang dijunjung tinggi oleh Pancasila.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.