Opini

Opini: Solusi Inovatif untuk Krisis Iklim dan Sampah Plastik

Indonesia, sebuah gugusan zamrud khatulistiwa yang kaya raya, kini berdiri di persimpangan jalan yang genting. 

|
Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Inosensius Enryco Mokos 

Kenaikan muka air laut, hasil nyata dari pemanasan global, menghadirkan momok banjir rob yang kian masif, mengusir penduduk dari rumah mereka dan merendam lahan produktif. 

Di sektor pertanian, yang menjadi tulang punggung hajat hidup orang banyak, perubahan pola iklim yang ekstrim ini menciptakan ketidakpastian panen, mengancam kedaulatan pangan, dan pada gilirannya, merapuhkan stabilitas sosial. 

Ini adalah bukti nyata bahwa kita sedang membayar mahal atas abainya kita terhadap kelestarian.

Namun, belum genap kita menghayati luka akibat krisis iklim, kita sudah harus berhadapan dengan hantu lain: gurita sampah plastik yang tak henti mencekik lautan dan daratan. 

Bayangkan, 8 juta ton plastik setiap tahun membanjiri perairan kita, sebuah angka yang seharusnya membuat kita merenung betapa jauhnya kita dari prinsip keberlanjutan. 

Plastik, dengan sifatnya yang abadi, mencemari ekosistem laut, membunuh biota, dan ironisnya, kembali ke meja makan kita dalam bentuk mikroplastik, meracuni tubuh kita sendiri. 

Persentase daur ulang yang menyedihkan, hanya 11 persen, adalah cermin buram dari minimnya infrastruktur dan kesadaran pengelolaan sampah yang sistematis. 

Kita tidak bisa lagi hanya bicara tentang mengurangi, tetapi harus memulai sebuah revolusi dalam cara kita memproduksi, mengonsumsi, dan mengelola residu kehidupan modern ini.

Solusi Inovatif dan Landasan Hukum Transformasi Hijau

Di tengah kepungan masalah yang kompleks ini, secercah harapan mesti dipantik dari inovasi dan keberanian. Terobosan krusial harus datang dari pengembangan biomaterial lokal sebagai substitusi fundamental bagi kemasan plastik. 

Ide kemasan yang terbuat dari rumput laut atau eceng gondok bukan lagi fantasi, melainkan sebuah realitas yang tengah dibangun oleh anak bangsa. 

Evoware, sebuah startup yang telah membuktikan kemampuannya menciptakan kemasan edible dari rumput laut, adalah teladan konkret bahwa potensi lokal kita luar biasa. 

Pemanfaatan rumput laut dan eceng gondok, yang melimpah ruah di perairan kita, tidak hanya akan mengurangi beban sampah plastik secara signifikan, tetapi juga membuka ladang ekonomi baru, memberdayakan komunitas pesisir dan danau, serta memperkuat rantai pasok berkelanjutan. Ini adalah sintesis sempurna antara ekologi dan ekonomi.

Namun, inovasi teknologi saja tak akan pernah cukup tanpa perubahan mendasar dalam perilaku masyarakat. Di sinilah insentif ekonomi memainkan peran yang tak tergantikan. 

Konsep "Bank Sampah Digital" adalah sebuah gagasan revolusioner. Dengan memberikan reward poin kepada masyarakat yang secara aktif memilah dan menyetorkan sampahnya—poin yang kemudian dapat dikonversi menjadi potongan pembayaran listrik atau pajak—kita menciptakan sebuah mekanisme partisipasi yang menguntungkan semua pihak. 

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved