Opini

Opini: Menggagas Kebahagiaan yang Melampaui Hedonisme Modern

Patut diakui juga bahwa perubahan zaman turut berpengaruh pada model kebahagiaan yang dikejar oleh setiap orang.

|
Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Gebrile Mikael Mareska Udu. 

Oleh: Gebrile Mikael Mareska Udu
Mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

POS-KUPANG.COM - Kebahagiaan merupakan salah satu topik pembicaraan seputar etika karena kebahagiaan menjadi tujuan hidup manusia. Manusia pada dasarnya memiliki kerinduan untuk mencapai kebahagiaan

Kerinduan tersebut dirumuskan dalam berbagai cara sesuai pertimbangan akal budi masing-masing pribadi. 

Patut diakui juga bahwa perubahan zaman turut berpengaruh pada model kebahagiaan yang dikejar oleh setiap orang.

Di zaman modern ini konsep kebahagiaan direduksi hanya sebatas pada pemuasan akan materi tertentu secara instan. 

Dengan kata lain, kebahagiaan dimengerti sebagai pencapaian akan keinginan-keinginan yang sifatnya sementara dan tidak menyentuh hasrat esensial manusia.

Misalnya kebahagiaan yang dicapai hanya dengan memiliki barang mewah. Jean Baudrillard, seorang sosiolog dan filsuf asal Prancis, dalam bukunya The Consumer Society: Myths and Structures (1970) menyatakan bahwa dalam masyarakat modern, kebahagiaan telah dikonstruksi melalui konsumsi simbolik. 

Orang merasa bahagia bukan karena kebutuhan nyata melainkan karena citra dan makna sosial dari barang yang dikonsumsi. Kebahagiaan semacam ini sering diasosiasikan dengan istilah hedonisme modern.

Berbeda dengan salah seorang filsuf helenis (342 SM-270 SM) yang bernama Epicurus dalam menguraikan arti kebahagiaan atau kenikmatan. 

Filsuf yang lahir di Samos pada 4 Februari 341 SM ini mengatakan bahwa kebahagiaan yang dicita-citakan oleh setiap orang sejatinya tidak sebatas pada kepemilikan hal-hal yang sifatnya materil saja tetapi lebih daripada itu mencapai kesenangan atau kebahagiaan yang sifatnya spiritual. 

Epicurus menekankan konsep kebahagiaan yang mengandung dua macam pencapaian yakni ketenangan jiwa (ataraxia) dan ketiadaan rasa sakit, takut atau cemas (aponia).

Melalui tulisan ini, penulis hendak menganalisis perbedaan konsep kebahagiaan yang tampak dalam hedonisme modern dan kebahagiaan menurut filsuf Epicurus. Kebahagiaan menurut Epicurus mengandung makna yang melampaui konsep kebahagiaan yang diidentikan dengan sikap hedonisme dewasa ini. 

Penulis berkeyakinan bahwa kebahagiaan menurut Epicurus mampu menginspirasi manusia dewasa ini dalam mencapai kebahagiaan.

Pandangan Kebahagiaan Epicurus

Konsep kebahagiaan Epicurus menekankan bahwa kenikmatan/kebahagiaan harus dicapai dengan ataraxia (ketenangan jiwa, bebas dari kegelisahan, takut, dan kecemasan), serta aponia (kebebasan dari rasa sakit)

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved