Kasus AKBP Fajar Lukman

APPA NTT Menuntut Proses Peradilan Kasus Eks Kapolres Ngada Transparan dan Akuntabel

Senada dengan orang tua korban, Veronika Ata, SH. MH, selaku pendamping korban menambahkan  keluarga korban mengalami tekanan psikis yang berat.

|
Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM/HO-DOKUMENTASI APPA NTT
RAPAT DENGAR PENDAPAT - Rapat Dengar Pendapat (RDP) Aliansi Peduli Perempuan dan Anak (APP) - Forum Perempuan Diaspora NTT - Jakarta dengan Komisi III dan XIII DPR RI tentang proses hukum eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja. Selasa (20/5/2025) lalu. 

POS-KUPANG.COM - Proses penanganan hukum terhadap mantan Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma oleh Polda NTT atas kasus kejahatan seksual terhadap empat perempuan — termasuk tiga anak di bawah umur, kini memasuki babak baru. 

Pada 3 Juni 2025, Fajar dipindahkan dari tahanan Bareskrim Mabes Polri ke tahanan Polda NTT. 

Hari Selasa (10/6/205), Fajar dilimpahkan dari Kejati NTT ke Kejari Kupang untuk persiapan persidangan lebih lanjut. 

Langkah ini sebagai tindak lanjut setelah Berkas Acara Pemeriksaan (BAP)  dinyatakan lengkap (P21). 

"Ini merupakan progress yang baik dalam membuka keadilan bagi korban dan keluarga.  Meskipun begitu, publik dan korban tentu menilai proses ini tidak cukup berarti. Apalagi kasus ini sempat terkatung-katung dan cendrung tertutup dari pantauan publik. Bahkan sampai dengan saat ini, Fajar pun tidak dijerat dengan UU TPPO, Padahal apa yang dilakukannya sudah terkualifikasi sebagai kejahatan TPPO," demikian keterangan pers Aliansi Perlindungan Perempuan dan Anak (APPA) Nusa Tenggara Timur (NTT) yang diterima Pos Kupang, Selasa (10/6/2025).

RAPAT DENGAN KOMISI III - Rapat Dengar Pendapat Aliansi Perlindungan Perempuan dan Anak (APPA) NTT bersama Komisi III DPR RI di Jakarta, Selasa (20/5/2025). Agenda membahas penanganan kasus mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja.
RAPAT DENGAN KOMISI III - Rapat Dengar Pendapat Aliansi Perlindungan Perempuan dan Anak (APPA) NTT bersama Komisi III DPR RI di Jakarta, Selasa (20/5/2025). Agenda membahas penanganan kasus mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja. (POS-KUPANG.COM/HO-DOKUMENTASI APPA NTT)

“Kami hanya ingin dia dihukum seberat-beratnya, atau bila perlu hukuman mati. Karena Pelaku sebagai seorang aparat Polisi apalagi seorang Kapolres harus jadi pelindung tapi  tega merusak anak kami yang berusia 5 tahun. Dia merusak masa depan anak kami. Keluarga kami tidak menerima hal ini," kata salah satu orang tua anak korban. 

Senada dengan orang tua korban, Veronika Ata, SH. MH, selaku pendamping korban menambahkan  keluarga korban mengalami tekanan psikis yang berat. 

"Negara harus hadir tidak hanya menghukum pelaku, tetapi juga memastikan perlindungan dan pemulihan menyeluruh bagi korban,” kata Veronika Ata. 

“Kasus ini menunjukkan betapa rentannya perempuan dan anak-anak di NTT dari Kejahatan seksual, bahkan oleh mereka yang seharusnya melindungi warga. Negara harus memastikan bahwa penegakan hukum dilakukan tanpa pandang bulu, dan menggunakan pasal-pasal pidana yang berat kepada Fajar, terutama pasal dalam UU TPPO dan Kejahatan Transnasional,” kata Koordinator APPA NTT yang juga ketua Tim PKK NTT, Asti Laka Lena.  

Berdasarkan fakta penderitaan korban dan demi keadilan untuk kemanusiaan, kami Aliansi Perlindungan Perempuan dan Anak Nusa Tenggara Timur (APPA NTT)  dengan ini menyatakan:

Pertama,  mendukung penuh langkah Polda dan Kejati NTT dalam penanganan kasus ini secara indepnden, termasuk pelimpahan berkas yang telah dinyatakan lengkap (P21) pada 21 Mei 2025 serta penambahan pasal-pasal Pidana dalam BAP yang memberatkan pemidanaan Fajar sebagaimana tindak lanjut dari Rekomendasi Komisi III DPR RI  dalam RDPU pada 22 mei 2025.

Kedua, menuntut proses peradilan yang transparan, akuntabel, dan berpihak kepada korban dengan menggunakan pasal berlapis yang memberatkan Fajar dalam Dakwaan Jaksa Penuntut Umum, antara lain : Pasal 81 ayat (2) dan Pasal 82 ayat (1) Jo Pasal 76E UU No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan PERPPU No. 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 6 huruf c Jo Pasal 15 ayat (1) huruf g UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, Pasal 45 Ayat (1) Jo Pasal 27 Ayat (1) UU No. 1 Transaksi Elektronik, serta Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 10 Jo Pasal 17 UU No. 21 Tahun 2007 tentang TPPO. 

Ketiga, mendesak kejaksaan Tinggi NTT untuk melakukan perhitungan restitusi bersama LPSK RI  dan memuatnya dalam nota tuntutan jaksa dan segera melakukan  penyitaan aset milik Fajar untuk kepentingan sebaga jaminan untuk restitusi bagi para korban. 

Keempat, mendorong pengadilan untuk membuka akses pemantauan publik, termasuk bagi media dan organisasi masyarakat sipil, untuk memastikan tidak ada intervensi dan bentuk perlindungan pelaku.

Kelima, mendesak negara memberikan layanan pemulihan psikososial dan hukum kepada para korban dan keluarganya, serta memastikan mereka tidak mengalami tekanan dan intimidasi selama proses hukum berjalan. 

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved