Opini

Opini: Sengkarut Perdagangan manusia dan Kemiskinan Struktural

Masalah demikian tidak terlepas dari kuatnya sindikat perdagangan manusia lintas negara yang rapi dan terorganisir. 

Editor: Dion DB Putra
Freepik
ILUSTRASI 

Oleh: Aquilio Jeane Windy Putra    
Mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

POS-KUPANG.COM - Tak dapat dipungkiri bahwa problematika perdagangan manusia terus-menerus menjamur di tengah masyarakat. 

Para perantau yang bekerja di luar negeri kerap kali menjadi korban perdagangan manusia. 

Masalah demikian tidak terlepas dari kuatnya sindikat perdagangan manusia lintas negara yang rapi dan terorganisir. 

Selain itu,  ketidakteraturan sistem administrasi para tenaga kerja (TKI atau TKW) turut mendukung terjadinya kasus perdagangan manusia. Ironisnya, bukan sesuap nasi yang mereka dapatkan, tapi penderitaan yang tak berujung. 

Hari-hari ini, media digemparkan oleh kasus perdagangan organ di Kamboja yang melibatkan para pekerja Indonesia. Bahkan Kamboja dijadikan sebagai momok yang ditakuti. 

Para korban umumnya dijadikan sebagai komoditas perdagangan organ selanjutnya dijadikan sebagai  pekerja seks, budak rumah tangga, dan lain sebagainya. 

Pada bulan Juli 2023 lalu pihak kepolisian Indonesia berhasil membongkar jejaring perdagangan ginjal 122 WNI yang hendak dikirim ke rumah sakit Preah Ket Mealea di pusat kota Kamboja dan di rumah sakit Phnom Penh untuk melakukan transplantasi.

Angka Perbudakan Tinggi

Komnas Ham mencatat bahwa menurut data Global Slavery Index, negara Indonesia masuk dalam daftar perbudakan terbesar di dunia dan menjadi salah satu dari 10 negara dengan jumlah orang yang hidup dalam perbudakan terbesar jika dihitung dalam skala global. 

Dalam rentang waktu 2020-2022 sebanyak 1.200 pekerja Indonesia yang menjadi korban perdagangan manusia atau TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) scamming (para pekerja yang menjadi korban penipuan online) di kawasan Asia Tenggara. 

Ketua Komnas Ham, Atnike Nova Sigiro dalam acara diskusi publik “Mendorong Penyusunan Road Map Pencegahan dan Penanganan TPPO Berbasis HAM” (5/12/2024) menegaskan bahwa perdagangan manusia menyasar ke semua kelompok termasuk masyarakat ekonomi menengah kebawah. 

Kebenaran ini mau mengungkapkan bahwa praktik perbudakan dan perdagangan manusia menjadi masalah krusial di Indonesia saat ini.

Getah Kemiskinan Struktural

Jika menilik persoalan perdagangan manusia lebih dalam, kita dapat menemukan bahwa akar masalah ini tidak bisa terlepas dari kemiskinan struktural yang menjerat masyarakat Indonesia. 

Kemiskinan struktural merupakan persoalan kompleks karena disebabkan oleh ketimpangan sistem ekonomi, politik, budaya, dan sosial. 

Ketimpangan sistem melahirkan ketidakadilan yang membatasi akses masyarakat kecil terhadap pendidikan, pekerjaan dan sebagainya. 

Karl Marx, seorang sosialis asal Jerman menekankan bahwa realitas kemiskinan merupakan produk dari kapitalisme (orang-orang bermodal-borjuis) yang mengeksploitasi para pekerja (proletar). 

Akibatnya ketimpangan sistem dirancang untuk menguntungkan segelintir orang dan menyengsarakan proletar. 

Getah kemiskinan yang strukturalis membuat gap antara yang miskin dan kaya semakin besar dan ketimpangan sosial-ekonomi terjadi dalam semua aspek kehidupan, seperti pendidikan, kesehatan, pelayanan sosial dan kelangkaan lapangan kerja yang layak. 

Agen Ilegal dan Literasi Hukum yang Mini

Situasi kemiskinan membuat banyak orang membanting setir, mencari pekerjaan dan menjadi TWI atau TKI yang kadang kala ilegal atau tanpa prosuder yang jelas. 

Tidak sedikit masyarakat pencari kerja mudah tertipu oleh mulut manis dan bujuk-rayu agen ilegal yang menjanjikan gaji besar, pekerjaan yang layak dan masa depan yang cerah. 

Hal yang tragis adalah orang Indonesia sendiri bergabung dengan sindikat perdagangan manusia dan menjadi agen ilegal yang kemudian menjerat sesama saudaranya.

Literasi hukum yang minim akan bahaya TPPO menjadi salah satu batu sandungan bagi para pekerja migran. 

Inilah kekurangan dari negara atau lembaga ketenagakerjaan dalam membenahi para pekerja dan melihat persoalan perdagangan manusia. 

Sosialisasi mengenai bahaya TPPO dan menjadi pekerja illegal, penting untuk menumbuhkan sikap waspada dari masyarakat ketika bertemu dengan agen yang kurang jelas. 

Literasi hukum agaknya cukup berat dipahami oleh masyarakat kecil, tetapi paling kurang sanksi-sanksi hukum perlu diketahui oleh masyarakat agar bisa mempertimbangkan jika pergi bekerja secara ilegal.

Catatan akhir 

Seyogyanya mencari pekerjaan di luar negeri atau dimana saja bukanlah sebuah kesalahan atau sesuatu yang menakutkan. Tapi hal yang mulia karena merupakan bentuk tanggung jawab terhadap kehidupan dan keluarga. 

Namun, menjadi tragis jika pergi dengan agen ilegal dan tanpa dokumen yang jelas. 

Sebab rIsikonya tidak hanya ditanggung oleh pekerja bersangkutan tetapi menjalar ke ranah hukum lintas negara dan menyentuh persoalan kemanusiaan. 

Menghadapi persoalan perdagangan manusia, negara memiliki tanggung jawab yang besar untuk memastikan calon pekerja migran atau TKI mempunyai pemahaman yang baik akan bahaya TPPO dan memperoleh perlindungan hukum jika kemudian para pekerja menghadapi masalah di negara tempat mereka bekerja. 

Hal yang penting juga adalah perlunya kerja sama yang kuat antara pihak kepolisian, kementerian luar negeri, lembaga imigrasi dan ketenagakerjaan. 

Kerja sama yang kuat tidak hanya terjadi di dalam negara sendiri tetapi juga dengan negara-negara yang menjadi tujuan para pekerja. 

Tujuannya untuk melindungi HAM dari para korban dan membongkar sindikat perdagangan manusia lintas negara. 

Selain itu, perluasan lapangan pekerjaan di dalam negeri adalah hal yang penting untuk mengakomodasi rakyat dalam mencari pekerjaan.  

Hemat penulis, percuma saja negara terus mengurusi persoalan perdagangan manusia yang terjadi dengan menguatkan sistem birokrasi, sistem pengawasan dan lain sebagainya tetapi tidak menyediakan lapangan kerja yang layak bagi masyarakat kecil. (*)

Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News 

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved