Opini
Opini: Orang Miskin Tidak Boleh Sakit
Kemiksinan adalah ketidakberimbangan antara pendapatan dan mahalnya kebutuhan hidup. Pendapatan kecil tetapi kebutuhan hidup besar.
Oleh: P. Gabriel Adur
Bekerja di Keuskupan Agung Muenchen - Freising, Jerman
POS-KUPANG.COM - Beberapa waktu lalu Bank Dunia mengeditkan berita jumlah orang yang hidup dalam kemiskinan.
Menariknya bukan saja tentang orang miskin yang ada di negara-negara miskin dan berkembang seperti Indonesia tetapi juga di negara-negara kaya seperti Swiss, Singapura dan Jerman.
Jumlahnya pun tidak kecil yakni lebih dari tujuh ratus juta orang. Dari berbagai dimensi kemiskinan jumlah ini bisa saja mencapai 1,65 miliar orang. Dua puluh persen dari jumlah penduduk dunia.
Standar yang dipakai untuk mengetahui situasi ekstrem ini adalah dari hasil pendapatan harian yang kurang dari 3,65 dolar AS.
Kalau satu dolar harga tukar rupiahnya 16,437,23 maka pendapatan harian perorang 59,995, 889,5 rupiah per hari.
Kemiskinan: Persoalan Sistemik?
Orang-orang miskin adalah mereka yang hidupnya jauh dari kata makmur. Mereka hanya bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan mendasar kadang hanya bertahan hidup sehari.
Inilah kemiskinan eksistensial yang banyak kita jumpai setiap hari di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Kemiksinan adalah ketidakberimbangan antara pendapatan dan mahalnya kebutuhan hidup. Pendapatan kecil tetapi kebutuhan hidup besar.
Apalagi harga -harga barang mahal dan yang tak terjangkau. Ini kita sebut kemiskinan yang relatif.
Tingkat kemiskinan yang absolut adalah ketika mereka tidak bisa lagi memenuhi kebutuhan ekonomis dan kebutuhan-kebutuhan mendasar yang dibutuhkan: pangan, sandang dan papan.
Kemiskinan bukan hanya persoalan individu masyarakat miskin. Kemiskinan mencerminkan ketimpangan sosial.
Ini adalah implikasi dari ketidakadilan sosial, ketidakadilan menata perekonomian, sosial dan politik dalam masyarakat yang mengabaikan kesederajatan dan kesamaan setiap orang ( Das Kapital dari Karl Marx).
Artinya ada kesalahan dan ketimpangan sistem dalam mengatur keadilan dan kesejahteraan sosial.
Minimnya kesempatan yang sama bagi orang miskin dalam kehidupan sosial kemayarakataan, kehilangan hak-hak asasi dan kurangnya akses untuk hidup makmur membuat masyarakat teralineasi satu dari yang lain.
Klasisme dan Stigma Sosial
Belum cukup sampai pada persoalan sistem yang timpang bahkan( dalam arti tertentu: sistem yang tidak berpihak pada mereka) dalam kehidupan sosial pun orang-orang miskin dicap sebagai orang malas berusaha untuk maju.
Mereka dicap tidak bisa mampu memanfaat kesempatan-kesempatan yang ada untuk keluar dari lingkaran kemiskinan. Bahkan ada yang memberi stigma bahwa orang-orang miskin bukan saja malas tapi juga tidak punya mental baik untuk mengubah nasib.
Ada beberapa unggahan dalam sosmed di Indonesia yang menganggap bahwa berkomunikasi sosial dengan orang-orang miskin tidak memberikan keuntungan yang positif: mereka kurang cerdas dan gampang emosian.
Klasisme dan stigma miring seperti ini akan membatasi ruang psikologis mereka untuk mengambil bagian secara positif dalam kehidupan bermayarakat.
Namun, kita perlu mengingat diri sendiri dan bertanya, apakah stigmatisasi bisa membantu mereka?
Ataukah kita mengambil peranan yang kurang etis membuat mereka terpuruk dalam kemiskinan?
Klasisme dan stigma miring ini tidaklah etis. Mengapa? Ini tidak pernah membantu mereka keluar dari situasinya.
Sebaliknya menambah berat beban dan stres psikologis yang memberi pengaruh negatif terhadap kesehatan.
Sehat itu mahal bagi orang miskin
Kemiskinan berdampak pada buruknya kesehatan masyarakat. Kurangnya makanan sehat dan bergizi membuat mereka mudah terkena penyakit.
Kualitas kesehatan yang baik dari orang-orang kaya memberi mereka peluang untuk umur yang panjang jika dibandingkan dengan orang miskin yang sakit-sakitan.
Dalam kondisi seperti ini mereka didiskrimanasikan secara sistematis pula. Mereka tidak memiliki akses untuk memperoleh kesehatan. Apalagi harga obat-obatan dan penangan medis yang semakin mahal.
Sudah miskin banyak penyakit dan membuat mereka tidak mampu bekerja. Artinya kalau mereka tidak lagi mampu bekerja maka mereka tidak memiliki pendapatan.
Sehingga sangat penting untuk disadari bersama bagaimana menciptakan peluang bagi orang miskin, meminimalisir kemiskinan dan memperjuangkan agar akses kesehatan untuk orang-orang miskin dijamin.
Upaya pencegahan agar mereka tidak sakit-sakitan dan memberi peluang yang positf untuk penanganan medis salah satu bagian usah preventif penting.
Alasanya sederhana saja, masyarakat miskin yang sakit akan menjadi beban secara individu, masyarakat dan bangsa.
Ketidakmampuan sebuah negara menjamin sistem kesehatan yang baik akan mendiskriminasikan orang-orang miskin. Orang-orang berduit dan kaya akan mendominasi jaminan kesehatan.
Orang-orang miskin mungkin hanya bisa berharap bahwa mereka tidak terkena penyakit yang mematikan.
Jika tidak, mereka hanya menunggu ajalnya atau paling mudah ke dukun-dukun yang juga akhirnya mengantar mereka ke kehidupan abadi. Di sini kita bisa mengukur bermartabat dan tidak bermartabatnya sebuah negara.
Butuh Solidaritas dan aksi kolektif
Warga negara yang sehat mencerminkan negara yang bermartabat. Kesadaran ini dimiliki negara-negara maju.
Di negara-negara dengan sistem asuransi kesehatan yang baik seperti
Swiss, Singapura, Jepang, Jerman, Austria, Norwegia dan Islandia ada sebuah kesadaran sosial seperti ini.
Kesehatan warga negara dijamin oleh negara yang ditunjangi oleh kewajiban warga negara untuk membayara asuransi kesehatan.
Negara yang tidak menjamin kesehatan warga negaranya membuat warga negaranya rawan terkena sakit. Negara dengan warga negara yang sakit-sakitan juga akan membuat negara tetap miskin.
Di sini butuh solidaritas untuk memerangi rantai kemiskinan ( Teologi Kemiskinan, Karl Rahner 1966 ).
Solidaritas meningkatkan kesehatan masyrakat adalah bagian penting untuk memerangi kemiskinan sebagai bagian dari tujuan bersama ( common goals ) dan bentuk tanggungjawab etis ( ethical responsibility ).
Keluhanan masyarakat miskin yang menjadi judul tulisan ini "orang sakit tidak boleh sakit", merupakan suara-suara mereka yang lama tidak didengarkan dalam sistem yang ribut, rapuh dan mengabaikan suara-suara rakyat.
Voice of the voiceless menggugah nurani setiap orang untuk bisa memberikan terbaik ( mutual support ) demi kesejahteraan bersama dan membangun sebuh mayarakat sehat dan kuat.
Kepekaan membangun solidaritas dalam membangun masyarakat yang sehat adalah sebuah solusi yang berkelanjutan dan ini akan membuat negara kuat.
"Ask not what your country can do for you — ask what you can do for your country. Kata John F. Kennedy ( 20 Januari 1961).
Tanyakan pada dirimu apakah yang saya bisa buat agar negara kita sehat dan bebas dari kemiskinan. (*)
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News
| Opini: Neka Hemong Kuni agu Kalo- Salinan Kerinduan dalam Mimbar Filosofis |
|
|---|
| Opini: Dari Cogito Ergo Sum ke Aku Klik Maka Aku Ada |
|
|---|
| Opini: Satu Data untuk Kemajuan Nusa Tenggara Timur |
|
|---|
| Opini: Pergeseran Makna Manusia sebagai Makhluk Politik, Dari Polis ke Platform |
|
|---|
| Opini: Manusia, Makhluk yang Tak Pernah Selesai Berbahasa |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kupang/foto/bank/originals/Gabriel-Adur.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.