Opini
Opini: Keluarga sebagai Teks yang Tak Pernah Selesai
Maka, istilah “keluarga” pun tidak memiliki makna tunggal; ia adalah konsep yang senantiasa dibentuk oleh narasi dominan.
Narasi ini kemudian menjadi standar yang digunakan masyarakat untuk mengevaluasi apakah sebuah hubungan layak disebut “keluarga” atau tidak.
Padahal, banyak bentuk keluarga yang hidup dan berfungsi dengan cara yang berbeda, namun tetap bermakna bagi para anggotanya.
Maka, pada Hari Keluarga Internasional 2025, penting untuk tidak hanya merayakan keluarga dalam bentuk normatif, tetapi juga memberi ruang bagi berbagai versi keluarga yang selama ini termarginalkan dari narasi dominan. Keluarga adalah teks yang terus berubah—dan itu sah-sah saja.
Subjektivitas Gender dan Performa Identitas dalam Dinamika Keluarga
Menurut Judith Butler, gender adalah performa—praktik berulang yang menciptakan ilusi stabilitas identitas.
Dalam kerangka keluarga, hal ini berarti bahwa peran sebagai “suami”, “istri”, “ibu”, atau “kepala keluarga” bukanlah kodrat alami, melainkan hasil dari pengulangan norma-norma yang diatur oleh kekuasaan.
Di NTT, perubahan ekonomi dan mobilitas sosial telah mengubah pola interaksi gender dalam keluarga.
Meskipun tidak menyentuh tradisi lokal, kita bisa melihat bagaimana perempuan semakin aktif dalam peran ekonomi dan publik, sementara laki-laki kadang tidak lagi menjadi pencari nafkah utama.
Hal ini menciptakan gesekan dalam narasi maskulinisme yang selama ini mendominasi representasi keluarga.
Namun, dalam gesekan itu justru terbuka peluang untuk melakukan subversi terhadap norma gender.
Butler menyebut bahwa perubahan tidak terjadi melalui penolakan frontal terhadap norma, tetapi melalui repetisi yang bermakna berbeda.
Misalnya, seorang ibu yang bekerja di luar rumah bukan sekadar “menggantikan” peran suami, tetapi sedang menciptakan versi baru dari keibuan dan keperempuanan.
Ini adalah bentuk resistensi lewat performa alternatif yang menantang hierarki kuasa dalam rumah tangga.
Namun, perlu dicatat bahwa kapitalisme juga ikut memproduksi jenis subjektivitas tertentu.
Seperti yang dijelaskan oleh Rosi Braidotti (2013), dalam era pasca-human, individu sering kali diperlakukan sebagai agen produksi dan konsumsi, bukan sebagai subjek etis.
Opini: Pemilihan Rektor Undana, Politik Primordial vs Politik Gagasan |
![]() |
---|
Opini: Urgensi Perda NTT Tentang Pengelolaan Muro dan Kearifan Lokal Lainnya |
![]() |
---|
Opini: Mengobati Luka Menata Harapan, Perdagangan Orang dalam Geliat Pembangunan NTT |
![]() |
---|
Opini: Jangan Takut pada One Piece, Rayakan Kreativitas dalam Semangat Kemerdekaan |
![]() |
---|
Opini: Wabah Rabies dan Tumpulnya Nurani terhadap Sesama |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.