Opini

Opini: Para Kardinal dan Keputusan Mengejutkan tentang Paus Leo XIV

Pengaruhnya bila perlu dapat menggetarkan kebijakan pemimpin negara lain, dan yang mampu melewati batas negara lain, tanpa merasa terinvasi.

Editor: Dion DB Putra
TANGKAPAN LAYAR YT CNBCTV18
DOA RATU SURGA - Paus Leo XIV saat memimpin Doa Regina Caeli atau Ratu Surga pada pukul 12.00 waktu Vatikan, Minggu 11 Mei 2025. 

Oleh: Alexander Yopi
Alumnus IFTK Ledalero dan Seminari Mataloko, penulis Buku, tinggal di Depok

POS-KUPANG.COM - Apa yang dipikirkan 135 kardinal sebelum akhirnya asap putih membumbung tinggi dari cerobong Kapela Sistina pada Kamis 8 Mei 2025?

Mereka telah bersepakat: Kardinal Robert Francis Prevost menjadi Paus Leo XIV. Dia seorang Amerika Serikat (AS), untuk pertama kalinya.

Dia paus terpilih, yang kapasitasnya harus dapat mewakiliki spiritualitas tertinggi Gereja Katolik, tetapi juga mampu tampil sebagai tokoh dunia.

Pengaruhnya bila perlu dapat menggetarkan kebijakan pemimpin negara lain, dan yang mampu melewati batas negara lain, tanpa merasa terinvasi.

Kardinal Prevost lahir di Chicago pada 1955. Dia seorang Amerika Serikat yang memutus adagium, “mustahil seorang Paus datang dari AS.”

Alexander Yopi
Alexander Yopi (DOK PRIBADI)

Keraguan tentang sosok Paus dari seorang AS timbul karena karakter seorang pemimpin religious itu tidak mungkin cocok dengan seorang berdarah adidaya dari AS.

Lagipula, hubungan antara Vatikan dan AS selalu berada dalam tegangan. Tidak hanya seorang Paus terhadap Uskup atau Kardinalnya, tetapi juga dipicu oleh situasi politik.

Beberapa Kardinal dan Uskup menjadi pengkritik yang tajam atas kebijakan Paus Fransiskus, demikian pun sebaliknya Vatikan terhadap AS.

Donald Trump, presiden AS saat ini, disambut kaum konservatif karena mendukung deregulasi undang-undang aborsi, yang melarang aborsi di AS. Demikian pun pandangannya terhadap LGBTQ+.

Sikap ini dimanipulasi oleh lawan politiknya dan membelah AS menjadi dua kubu, termasuk di kalangan Gereja Katolik, yaitu penentang aborsi atau pendukung hak perempuan, menentang LGBTQ+ atau pendukung transgender.

Paus Fransiskus bahkan sering melemparkan kritik pedas. Paus Fransiskus menyebut Trump sebagai pemimpin yang hanya ingin membangun tembok dan bukan jembatan. Ini karena Trump memblokade dan bersikeras memulangkan imigran dari AS.

Vatikan berada di barisan depan soal pemulihan lingkungan, kepedulian terhadap kemiskinan, kaum tersisih, terpinggirkan, salah satunya karena eksploitasi ekonomi yang berlebihan dan tidak manusiawi.

Tetapi, negara-negara adidaya seperti AS, sekutu atau lawan triumvirat ekonominya membangun legasi kemajuan ekonomi dengan membumihanguskan. 

Ada Amerika first, Eropa first, China first, dan kini spirit itu menjalar seperti spiral yang memblokade kepedulian pada yang tertinggal dan tersisih.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved