Opini

Opini: Mencoba Berharap pada Kanis-Nasir

Saya menduga, paket ini sangat percaya diri akan memenangkan pertarungan elektoral berdasarkan kalkulasi kuantitas pemilih. 

Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Steph Tupeng Witin,SVD 

Catatan Sederhana untuk Bupati dan Wakil Bupati Lembata 

Oleh: Steph Tupeng Witin
Jurnalis, Penulis Buku “Lembata Negeri Kecil Salah Urus” (Nusa Indah, 2016)

POS-KUPANG.COM - Penulis merasa sangat beruntung karena diperkenankan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lembata untuk menghadiri dua kali debat calon bupati dan wakil bupati Lembata menjelang Pilkada 2024 lalu. 

Dua debat Pilkada itu, Paket Kanis-Nasir tampak lebih santai. Keduanya setia datang paling akhir dari paket lain. 

Saya menduga, paket ini sangat percaya diri akan memenangkan pertarungan elektoral berdasarkan kalkulasi kuantitas pemilih. 

Publik pembaca yang kritis tidak bisa memungkiri kenyataan bahwa kekuatan etnis Kedang yang direpresentasi Kanis Tuaq tidak bisa dianggap sepele. 

Bahkan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan debat, yang melewati tahap dari tim perumus dan berakhir final di tangan tim panelis pun dijawab dengan santai, apa adanya, dengan bahasa seadanya-kadang sangat fatal dalam makna-dan terkesan tidak memahami substansi pertanyaan. Formalitas. 

Memang debat calon bupati dan wakil bupati belum menjadi referensi prioritas dalam menentukan pilihan. Fakta ini juga sesungguhnya menarasikan kualitas intelektual publik Lembata. 

Orang Lembata terkenal hebat secara intelektual di luar daerah. Rakyat Lembata belum mau beranjak keluar dari ranah etnis dan afiliasi primordial lainnya dalam menentukan pilihan politik. 

Kita tidak pernah juga sependapat bahwa di dalam kelompok mayoritas populasi di Lembata yang sering menjadi referensi para kandidat memburu remah suara itu tidak ada orang-orang intelektual. 

Kelompok intelektual pasti ada tapi sangat kecil dan terbatas sehingga suara kritisnya hanyut dalam arus bandang suara mayoritas yang minim intelektualisme. 

Kita hanya bisa berharap bahwa kelompok kritis yang berasal dari wilayah yang berpopulasi pemilih tinggi itu semakin besar sehingga bisa memengaruhi rasionalitas pilihan publik. 

Jika tidak maka proses politik dan demokrasi di Lembata hanya berlangsung secara prosedural tanpa substansi. Politik dan demokrasi mesti berbasis rasionalitas dan intelektualisme. 

Tantangan ini mesti menggugat semua aktivis, partai politik dan elemen kritis lain di tanah Lembata untuk melakukan gerakan sosial pemberdayaan kesadaran kritis. 

Gerakan pemberdayaan kesadaran kritis itu mesti dibangun mulai hari ini dan saat ini melalui aktivitas keseharian yang sederhana di ladang, kebun, oring, pondok, pasar, gereja, masjid dan lapangan olahraga. 

Gerakan sosial pemberdayaan kritis ini telah lama absen dari ruang publik Lembata. 

Semua aktivis yang dulu bersatu dalam gerakan tolak tambang emas di Kedang-Leragere, perlawanan dalam kasus pembunuhan Lorens Wadu, gerakan perlawanan terhadap arogansi kekuasaan pemerintahan periode Eliaser Yentji Sunur dan gerakan sosial lainnya menghilang tak tentu rimba dan terserak ke berbagai sudut pergulatan hidup. 

Jiwa aktivis lenyap dalam afiliasi kepada parpol dan terserak-serak ke berbagai sudut ruang hidup. 

Lembata kehilangan “kelompok kritis” yang diikhtiarkan memiliki nurani yang masih terjaga untuk memantau seluruh proses pembangunan dan mengevaluasi kinerja birokrasi selama masa kepemimpinan berjalan. 

Kelompok kritis itu masih sangat kita perlukan, terutama dalam masa kepemimpinan Bupati Kanis Tuaq dan Wakil Bupati Mohamad Nasir yang dipercaya mayoritas rakyat Lembata memimpin saat ini. 

Harapaan Berbasis Kolaborasi

Kita tetap memiliki harapan bahwa duet Kanis Tuaq-Mohamad Nasir akan mengemban amanat rakyat Lembata dengan benar, baik, adil dan jujur. 

Kita mengenal Bupati Kanis Tuaq selama menjabat sebagai Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Lembata. 

Kanis memang orangnya Eliaser Yance Sunur. Itu fakta. Jabatannya “aman” selama dua periode. Meski dalam debat ketika disentil Cabup Mon Odel perihal program strategis selama menjabat, jawaban Kanis Tuaq santai saja: dukung Bupati Yance sukseskan Festival Tiga Gunung (Festival Ile Telo). 

Minimal Kanis bilang kepada Mon Odel bahwa kami dari dinas pertanian dan peternakan sumbang beras, jagung, ubi dan telur ayam (ras dan kampung), babi, kambing, kuda, kerbau dan domba (luba) untuk beri makan seluruh komponen dalam festival itu. 

Itu baru jawaban mantan Kadis yang mengerti substansi pertanyaan. Artinya, Kanis menginformasikan bentuk partisipasinya yang konkret bagi pelaksanaan Festival Tiga Gunung. 

Tapi ya sudahlah, itu pikiran kita yang belum terlintas di dalam pikiran Bapak Kanis Tuaq dalam debat kala itu. 

Mungkin juga saat itu beliau sangat gugup sehingga jawaban sekadarnya saja sampai pernah celaka dalam ungkapan: kambing makan air. Kita berharap pikiran itu “sudah” atau sekurangnya “mulai” terseok-seok dalam genangan kesadaran.  

Penulis sengaja menyentil hal ini karena program prioritas duet Kanis-Nasir adalah pertanian dan peternakan. 

Menurut penulis, kedua program unggulan ini sangat bersentuhan konkret dengan realitas Lembata. 

Tentu kita berharap gagasan paket ini telah diramu dalam program pembangunan yang melibatkan partisipais aktif dari dinas dan badan terkait di Kabupaten Lembata

Kemampuan paket ini, salah satu ukurannya saat debat Pilkada, mesti menggerakkan elemen-elemen di Lembata untuk menyatukan tangan dan merekatkan hati serta berjalan bersama-sama dalam semangat gemohing, gotong-royong untuk menata kembali tanah Lembata. 

Program paket Kanis-Nasir dalam bidang pertanian dan peternakan berkiblat pada gagasan besar untuk memberdayakan potensi yang selama ini masih terpendam dan belum dikelola dengan baik. 

Sebagai mantan Kadis Pertanian, Kanis Tuaq tentu sudah memiliki referensi peta wilayah-wilayah di seluruh Lembata yang potensial untuk pengembangan bidang pertanian dan peternakan. 

Peta referensi itu tidak sebatas untuk bidang pertanian dan peternakan tapi juga bidang kelautan, perikanan, tanaman perdagangan, pariwisata dan potensi lainnya. 

Semua potensi itu tidak berdiri sendiri tapi mesti dikelola dalam konsep kolaborasi: saling mendukung dan saling berbagi.  

Ramah Lingkungan

Harapan pada paket Kanis-Nasir untuk masa depan Lembata yang lebih baik, minimal selama lima tahun ke depan, dalam bidang pertanian, mesti berbasis pada gerakan global saat ini: ramah lingkungan. 

Konsep ini tidak sebatas upaya mereparasi, memperbaiki kembali alam yang telah hancur akibat keserakahan manusia didominasi kekuatan buruk teknologo tapi juga menyiapkan “rumah bersama” yang pantas bagi generasi masa depan. 
Pemakaian pupuk transgenik yang masif selama puluhan tahun di areal persawahan Waikomo, misalnya, telah menghancurkan tanah pertanian menjadi keras, berbatu dan kehilangan unsur alamiahnya. 

Pupuk urea beragam jenis dan pestisida yang pemakaiannya tidak terkendali, mungkn juga sangat minim pengetahuan, telah berandil menghancurkan keutuhan tanah lokasi persawahan Waikomo. 

Penggunaan pestisida secara berlebihan pada sayur-sayuran dan tanaman padi akan sangat berpengaruh pada kualitas otak generasi masa depan. 

Kita ajak Bupati Kanis dan Wabup Nasir berjalan ke arela persawahan Waikomo dan menyaksikan sendiri kenyataannya. 

Wilayah Kecamatan Atadei, Wulandoni, Nagawutung, Nubatukan dan Lebatukan serta sebagian Ile Ape dan Ile Ape Timur memang sangat layak mendapatkan skala prioritas dalam bidang pertanian. 

Para petani di wilayahj ini selama ratusan tahun hidup menyatu dengan alam yang sangat kaya. Ada wilayah tertentu dimana batang ubi kayu dibuang saja pun pasti hidup. 

Apalagi kalau ditata dengan sisten pertanian yang terstruktur secara baik dan didampingi para pendamping pertanian yang berkualitas, pasti Lembata dijamin surplus dalam bidang pangan lokal. 

Selama ini, tentu Kanis Tuaq lebih paham, potensi pertanian di Lembata lebih diserahkan kepada para petani sendiri yang bekerja secara tradisional dengam kiblat sebatas memenuhi konsumsi sendiri. 

Jika ada kelebihan baru dijual di pasar Pada, Lamahoara dan pasar barter Wulandoni. 

Bupati Kanis Tuaq, tentu bersama dinas terkait mesti mendesain sebuag proyek pertanian berbasis teknologi dalam skala sederhana dulu untuk membongkar otak tradisional para petani kita melihat nilai pasar sebagai sebuah batu loncatan menuju gerbang kesejahteraan. 

Desain proyek pertanian itu mesti keluar dari bingkai egoisme: hanya untuk keluarga, diri tapi mulai menerobos ke ranah sosial: berpikir tentang Lembata secara utuh. 

Orang Paubokol, Uruor, Udak dan Lewuka tidak berpikir bahwa menanam ubi kayu itu hanya untuk dimakan sendiri tapi bisa menjadi sumber hidup orang di wilayah lain. 

Tentu saja, perlu kolaborasi dari berbagai aspek pembangunan. Urat nadinya adalah transportasi dan infrastruktur jalan.  

Gagasan sederhana ini sesungguhnya membingkai harapan akan sebuah masa depan Lembata lebih baik di masa pemerintahan Kanis Tuaq dan Mohamad Nasir. Tipikal kedua pemimpin Lembata ini adalah kesederhanaan. 

Nasir adalah sosok pengusaha yang bergerak dari rakyat jelata dan usahanya melayani rakyat Lembata khususnya rakyat kecil. 

Keterpilihannya bisa dikatakan merepresentasi suara rakyat jelata tanah Lembata. Kesederhanaan itu menyatu dengan rakyat Lembata. 

Maka program pembangunan mesti menyentuh akar hidup rakyat Lembata. Pertanian dan peternakan menjadi prioritas tapi dimensi pembangunan lain seperti pariwisata, perikanan, kelautan, perdagangan, transportasi mesti disinergikan agar berkolaborasi menuju kesuksesan. 

Proses politik dan demokrasi telah memberi legitimasi yang kuat bagi konsolidasi gerak birokrasi dalam sinergi dengan semua elemen untuk bersama-sama menata masa depan tanah Lembata. 

Bupati dan wakil pun mesti memiliki pemahaman yang benar perihal tugas dan wewenang agar tidak terjadi konflik yang memang selama ini seolah menjadi identitas birokrasi Lembata. 

Penulis berharap, Kanis dan Nasir lebih terbuka dengan gagasan dan pikiran lain dari luar dinding birokrasi, meski berbeda dan berlawanan dengan program yang digulirkan. 

Kritik memang kadang menyakitkan tapi hati terbuka akan menjadikan itu amunisi rasional untuk lebih berbenah diri dan menata kebijakan publik. 

Dominasi egoisme: mudah tersinggung, gampang marah, antikritik, doyan melapor dan mengadukan pengkritik kekuasaan, berkelahi di DPRD dan perilaku infantil lain sudah kedaluwarsa dan harus ditinggalkan. Lembata milik semua orang. 

Kanis Tuaq dan Mohamad Nasir adalah pemimpin seluruh rakyat Lembata. Di pundak Anda berdua, rakyat Lembata tetap mencoba menaruh harapannya. *  

Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved