Opini

Opini: Indeks Pembangunan Manusia dan Ketimpangan Gender di NTT

Ukuran keberhasilan pembangunan tidak hanya dilihat dari tingginya pertumbuhan ekonomi, tetapi juga dari kualitas hidup penduduknya. 

Editor: Dion DB Putra
POS KUPANG/HO
ILUSTRASI 

Pada dimensi standar hidup layak, rata-rata pengeluaran riil per kapita per tahun meningkat 286 ribu rupiah menjadi Rp. 8.534.000 atau meningkat 3,47 persen dibandingkan tahun 2023.

IPM NTT masih berstatus sedang, jika dibandingkan dengan IPM nasional yang sudah berstatus tinggi dengan nilai IPM 75,02. 

Status capaian pembangunan manusia dikelompokkan dalam empat kategori yakni rendah jika IPM kurang dari 60, sedang jika IPM berkisar dari 60 – 69, tinggi jika IPM berkisar dari 70 – 79, dan sangat tinggi jika IPM sama dengan atau lebih dari 80.  

Pada tingkat kabupaten dan kota, nilai IPM tertinggi dicapai Kota Kupang yakni 83,21 sedangkan IPM terendah pada Kabupaten Sabu Raijua 62,06. 

Status IPM Kota Kupang adalah sangat tinggi, kemudian tiga kabupaten yakni  Ngada, Ende, dan Sumba Timur berstatus tinggi, sedangkan 18 kabupaten lainnya berstatus sedang.  

Ketimpangan Gender

Ketimpangan gender merujuk pada perbedaan perlakuan dan akses antara laki-laki dan perempuan di berbagai bidang. 

Contohnya, perempuan seringkali menghadapi hambatan dalam memperoleh posisi pimpinan dalam berbagai institusi, pekerjaan yang layak, dan akses kesehatan atau pendidikan yang setara.

Beberapa faktor penyebab ketimpangan gender antara lain norma budaya atau adat istiadat dan stereotip gender, kebijakan yang tidak berpihak pada perempuan, serta minimnya representasi dalam pengambilan keputusan. 

Ketimpangan ini tidak hanya merugikan perempuan secara individual, tetapi juga menghambat kemajuan masyarakat secara keseluruhan.

Ketimpangan gender diukur dengan menggunakan indikator ketimpangan gender (IKG). 

IKG NTT terus menurun sejak tahun 2018 yang sebesar 0,511 menjadi 0,428 pada tahun 2023. 

Meskipun masih terdapat ketimpangan namun capaian pada tahun ini lebih baik dibanding tahun-tahun sebelumnya.  

Ada tiga dimensi pengukuran IKG yakni dimensi kesehatan reproduksi, dimensi pemberdayaan, dan dimensi pasar tenaga kerja.  

Semakin kecil nilainya berarti ketimpangan semakin berkurang. Indikator ini juga dihitung oleh Badan Pusat Statistik. 

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved