Opini

Opini: Indeks Pembangunan Manusia dan Ketimpangan Gender di NTT

Ukuran keberhasilan pembangunan tidak hanya dilihat dari tingginya pertumbuhan ekonomi, tetapi juga dari kualitas hidup penduduknya. 

Editor: Dion DB Putra
POS KUPANG/HO
ILUSTRASI 

Dimensi kesehatan reproduksi terlihat sedikit membaik. Proporsi perempuan 15 – 49 tahun yang melahirkan anak lahir hidup dalam 2 tahun terakhir bukan di fasilitas kesehatan sebesar 0,150. 

Angka ini terus menurun sejak tahun 2018 menandakan adanya peningkatan pelayanan kesehatan kepada ibu hamil. 

Proporsi perempuan 15-49 tahun yang melahirkan anak lahir hidup pertama berusia kurang dari 20 tahun turun menjadi 0,197.

Dimensi pemberdayaan sedikit membaik meskipun tidak signifikan. Persentase penduduk laki-laki dan perempuan 25 tahun ke atas dengan pendidikan SMA ke atas masing-masing adalah 31,83 dan 28,92 persen, meningkat dibanding tahun sebelumnya  yang masing-masing 31,15  dan 28,45 persen. 

Sementara itu persentase penduduk laki-laki dan perempuan di legislatif masing-masing sebesar 80,00 dan 20,00 persen, tidak berubah dari tahun-tahun sebelumnya.

Dimensi pasar tenaga kerja  diukur dari tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK).  TPAK laki-laki sebesar 83,03 persen  terlihat agak stagnan sejak tahun 2018.  

TPAK perempuan terus meningkat sejak tahun 2018 yang sebesar 60,90 persen menjadi 68,52 persen pada tahun 2023.

IKG NTT sedikit dibawah IKG nasional yang sebesar 0,447; yang berarti ketimpangan gender di NTT sedikit lebih baik secara rata-rata daripada tingkat nasional. 

Jika dilihat lebih jauh ke tingkat kabupaten dan kota, terdapat disparitas capaian kesetaraan gender antar wilayah. 

Kabupaten Rote Ndao memiliki indeks ketimpangan gender tertinggi di provinsi NTT sebesar 0,808, sedangkan Kabupaten Ende memiliki indeks terendah yaitu 0,252.

Hubungan antara Indeks Pembangunan Manusia dan Ketimpangan Gender

IKG dapat memperlihatkan potensi capaian pembangunan manusia yang hilang akibat adanya kesenjangan gender. 

Masalah dalam dimensi kesehatan reproduksi, pemberdayaan, dan pasar tenaga kerja akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan atau kualitas hidup seseorang.

Ketimpangan gender yang tinggi dapat menghambat kemajuan pembangunan manusia. 

Ketika perempuan memiliki keterbatasan akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang layak, kontribusi mereka terhadap pertumbuhan ekonomi dan kehidupan sosial menjadi tidak optimal. Hal ini berujung pada rendahnya nilai IPM suatu daerah.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved