Human Interest Story

FEATURE: Mama Olla Warga NTT Kembangkan Pasaran Warisan Tenun NTT di Nunukan Barat 

Di Nunukan, benang tenun bukanlah barang yang mudah didapatkan. Mama Olla harus memesan benang langsung dari Adonara, NTT.

kompas.com
Maria Sommi Olla alias Mama Olla, perempuan asal Adonara, Provinsi NTT yang tinggal di Jalan Kampung Timur, Nunukan Barat, Kalimantan 

POS-KUPANG.COM, KUPANG - “Di Nunukan, benang tenun bukanlah barang yang mudah didapatkan. Mama Olla harus memesan benang langsung dari Adonara, NTT, dengan harga yang cukup mahal, karena harus menanggung biaya ongkos kirim menggunakan kapal laut.”

DI SEBUAH rumah sederhana di Jalan Kampung Timur, Nunukan Barat, Maria Sommi Olla, atau yang akrab disapa Mama Olla, terlihat sibuk menenun di alat tenun manual yang sudah tua.

Di usianya yang menginjak 65 tahun, tangannya tetap cekatan, menenun benang-benang yang membentuk kain tenun indah khas Nusa Tenggara Timur (NTT). 

Saat Kompas.com berkunjung, Mama Olla dengan penuh semangat menceritakan kisah hidupnya yang penuh warna, tentang kecintaannya pada seni tenun yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari keluarganya selama empat generasi.

Baca juga: FEATURE: Warga Berekreasi Memanfaatkan Luapan Air Sumur di Oepura Kota Kupang

Mama Olla tumbuh di sebuah keluarga yang sejak lama menenun kain dengan cara tradisional. Namun, kecintaannya terhadap kain tenun bukanlah hal yang langsung tumbuh begitu saja.

Di masa kecilnya, Olla lebih dikenal dengan sikap tomboy dan kerap dimarahi ibunya karena gaya hidupnya yang lebih dekat dengan teman-teman laki-laki.

Suatu ketika, Olla yang ingin bermain bersama teman-teman laki-lakinya, memakai sarung tenun milik ibunya. Saat ibunya mengetahui hal itu, Olla mendapat teguran keras. 

"Baru saya jalan beberapa langkah keluar rumah, mama sudah panggil, larang saya pakai dia punya sarung. Mau dipakainya ibadah ke gereja. Nanti robek karena saya bermain dengan teman laki-laki dan bukan main seperti anak perempuan pada umumnya," kenangnya dengan logat khas Indonesia Timur, sambil tersenyum mengenang masa itu, Jumat (25/4). 

Kesal dan malu dimarahi di depan teman-temannya, Olla langsung melepas sarung tersebut dan melemparkannya sembarangan. Lalu, ia datang kepada ibunya dan meminta untuk diajarkan cara menenun.

"Terkejut saya punya mama, tidak percaya dia saya mau belajar menenun. Jadi sebenarnya keluarga kami memang menenun turun temurun, tapi saya bisa menenun karena marah, sebab tidak boleh pakai sarung tenun saya punya mama," kenangnya. 

Baca juga: FEATURE: Merayakan Maumere dalam Festival Maumerelogia 5

Sejak itu, Mama Olla mulai mendalami tenun, dan seiring waktu, kecintaannya terhadap kain tenun semakin dalam. Meskipun sempat meninggalkan dunia tenun saat bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia pada 2017, bakat menenun Mama Olla tidak hilang.

Salah satu kain tenun yang paling berharga bagi Mama Olla adalah sarung berwarna merah marun yang memiliki garis-garis beragam warna.

Sarung tersebut bukan sekadar kain biasa baginya, melainkan sebuah pusaka keluarga yang telah diwariskan turun-temurun. 

“Sarung ini kain warisan turun-temurun keluarga. Ditenun sejak sebelum nenek saya lahir. Jadi sudah empat generasi, dan jadi pusaka keluarga kami,” ujar Mama Olla dengan mata berbinar, sambil menata benang di alat tenun.

Keindahan kain tenun yang dikerjakan dengan penuh ketelitian ini pun menjadi kebanggaan Mama Olla. Kain-kain tenunannya tidak hanya dipakai oleh warga lokal, tetapi juga menjadi bagian dari tradisi adat di NTT.

"Kain Mama biasa banyak dipesan saat ada acara adat NTT, ada kunjungan tamu, dan hari besar keagamaan," jelasnya.

Setiap hari, Mama Olla menghabiskan waktunya untuk menenun, dan hasil karyanya cukup dikenal di kalangan warga NTT yang tinggal di Nunukan. Dengan penuh semangat, ia mengaku mampu menyelesaikan satu kain tenun dalam seminggu.

Baca juga: FEATURE: Minyak Tanah Langka di Sikka Pedagang Jual dari Rp 7.000 hingga Rp 10.000 Per Liter

Harga kain tenun selendang yang dihasilkannya berkisar antara Rp 250.000 hingga Rp 300.000, sedangkan sarung tenun yang lebih rumit harganya bisa mencapai Rp 800.000. 

"Puji Tuhan, ada saja yang pesan kain ke Mama. Cara jual juga tidak harus bayar lunas, kebanyakan dibayar cicil. Tapi tidak masalah, karena kita tahu mayoritas warga di sekitar mama tinggal bekerja mengikat bibit rumput laut," tambah Mama Olla dengan senyum ramah.

Namun, meskipun tenunannya banyak diminati, Mama Olla menghadapi tantangan besar dalam memasarkan hasil karyanya.

"Mama tiada HP. Ada HP yang biasa saja, sudah rusak itu barang. Jadi kita hanya menjual dari mulut ke mulut saja," ungkapnya dengan nada sedikit sedih. 

Sebagai seorang wanita yang telah berusia lanjut, Mama Olla berharap agar pemerintah bisa memberikan perhatian lebih terhadap usahanya. Ia ingin agar kain tenunnya bisa lebih dikenal luas, tidak hanya di Nunukan, tetapi juga di luar daerah.

Baca juga: FEATURE: Warga Berekreasi Memanfaatkan Luapan Air Sumur di Oepura Kota Kupang

"Mama masih kuat menyelesaikan satu minggu satu kain," kata Mama Olla penuh semangat, berharap usaha tenunnya dapat berkembang.

Di Nunukan, benang tenun bukanlah barang yang mudah didapatkan. Mama Olla harus memesan benang langsung dari Adonara, NTT, dengan harga yang cukup mahal, karena harus menanggung biaya ongkos kirim menggunakan kapal laut.

"Tapi ini adalah usaha Mama, biar untung sedikit, asal bisa dipakai makan keluarga, cukup sudah," kata Mama Olla dengan penuh rasa syukur. 

Maria Sommi Olla alias Mama Olla, perempuan asal Adonara, Provinsi NTT yang tinggal di Jalan Kampung Timur, Nunukan Barat, Kalimantan
Maria Sommi Olla alias Mama Olla, perempuan asal Adonara, Provinsi NTT yang tinggal di Jalan Kampung Timur, Nunukan Barat, Kalimantan (kompas.com)


Harga benang tenun yang dipesannya pun tidak murah. Untuk satu dua bendel benang, ia harus mengeluarkan biaya hingga Rp 1 juta. Namun, meskipun biaya produksi cukup tinggi,

Mama Olla tetap semangat melanjutkan tradisi tenun ini, berharap bahwa usaha kecilnya ini bisa membawa berkah bagi keluarganya.

Dengan penuh tekad, Mama Olla berusaha menjaga dan melestarikan tradisi menenun kain khas NTT yang sudah ada sejak empat generasi lalu.

Baca juga: LIPSUS: Ribuan Jemaat Pawai Obor Paskah Uskup Domi Ajak Umat Berziarah

"Zaman sekarang menenun pakai tangan begini jarang yang bisa. Tapi selama Mama masih sehat, Mama kuat, Mama akan terus menenun kain," ujarnya dengan semangat yang tak pernah luntur. 

Kisah hidup Mama Olla adalah contoh nyata dari keteguhan hati seorang wanita yang terus berjuang mempertahankan warisan budaya.

Meskipun dunia modern semakin maju, Mama Olla tetap setia dengan pekerjaannya yang sederhana namun penuh makna, menenun benang-benang yang tak hanya mengikat kain, tetapi juga mengikat hati dan cerita keluarga yang terus hidup dalam setiap helai tenunannya. (kompas.com)

Ikuti berita POS-KUPANG.com di GOOGLE NEWS

 

 

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved