Opini
Opini: Air Mata di Puncak Golgota
Pada hari Jumat Agung ini, umat Kristiani atau lebih khususnya Umat Katolik akan mengenangkan serta menghormati Salib Tuhan.
Oleh: RD. Jhoni Lae
Imam Diosesan Keuskupan Atambua dan bertugas di Paroki St. Petrus Tukuneno
POS-KUPANG.COM - Puncak dari misteri keselamatan yang dilakukan oleh Yesus adalah Salib. Melalui Salib, Allah membuktikan kasihNya kepada manusia.
Kasih yang tidak dilandaskan atas nafsu untuk berkuasa atau kasih untuk diriNya sendiri, melainkan kasih yang ditunjukan melaui Salib adalah suatu bentuk kasih yang didasrakan atas sikap pengorbanan diri.
Pada hari Jumat Agung ini, umat Kristiani atau lebih khususnya Umat Katolik akan mengenangkan serta menghormati Salib Tuhan.
Misteri Salib akan dikenangkan mulai dari Yesus ditangkap di Taman Getzemani sampai peristiwa terakhir Yesus dimakamkan.
Selain mengenangkan misteri Salib Umat beriman pun diajak untuk sekaligus mempersembahkan salib mereka sendiri.
Yesus bersabda kepada para muridNya: “Setiap orang yang mau mengikuti Aku, ia harus menyangkal dirinya memikul salibnya dan mengikuti Aku”.
Kisah sengsara Yesus ini menjadi contoh paling konkret, contoh paling valid dan paling akurat dari Sabda Yesus di atas.
Yesus adalah Putera Allah dan dalam keadaan sebagai manusia Ia telah merendahkan diriNya dan taat sampai mati bahkan sampai mati di Kayu Salib, tanpa kesalahan atau tanpa dosa sedikitpun. KematianNya semata-mata demi keselamatan manusia.
Pengharapan Dalam Ketakutan
Di taman Getzemani Yesus takut, hingga berpeluh darah. “Ya Bapa, Jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini berlalu dari padaKu dan bukanlah kehendakKu, tetapi kehendaMu lah yang terjadi”.
Ketakutan Yesus menjadi gambaran kemanusiaanNya. Tetapi menarik bahwa dalam ketakutanNya, Ia tidak mundur melainkan dengan penuh keyakinan dan iman yang total menyerahkan semuanya kepada BapaNya atau dalam ketakutanNya, Ia tetap memiliki atau tetap memelihara pengaharapan akan eksistensi dari BapaNya.
Kesengsaraan di Jalan Salib begitu berat, Yesus jatuh berkali-kali, Ia dipaku pada kayu Salib yang bagi orang-orang Yahudi sebagai palang penghinaan.
Dia tidak menolak, Dia lari tetapi yang Dia lakukan adalah memeluk Salib sebagai altar persembahan hidup pada BapaNya.
Di sinilah poin penting yang mesti digarisbawahi oleh setiap orang beriman, bahwasanya penderitaan, kesengsaraan dan sebagainya mesti membawa kita kepada satu sikap kesadaran untuk bagaimana memeluknya sebagai altar persembahan yang mesti dibawa kepada meja perjamuan Allah dalam ekaristi kudus yang dirayakan setiap hari.
Ia menjerit sakit akibat paku kesalahan manusia, Ia merintih menahan luka dosa-dosa manusia.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.