Opini

Opini: Homoseksualitas dalam Perspektif Teologi dan Filsafat

Seiring berkembangnya pemikiran teologis, muncul perspektif yang lebih inklusif terhadap homoseksualitas. 

Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Febri M Angsemin 

Oleh: Febrian Mulyadi Angsemin
Mahasiswa Pascasarjana IFTK Ledalero, tinggal di Seminari Tinggi Ritapiret Maumere - Flores

POS-KUPANG.COM - Isu homoseksualitas selalu menjadi topik yang kompleks dalam diskusi teologis dan filosofis.

Sejarah mencatat bahwa sikap terhadap homoseksualitas sangat bergantung pada konteks sosial, budaya, dan pemikiran yang mendasarinya. 

Dalam konteks teologi, homoseksualitas sering kali dikaitkan dengan moralitas agama dan hukum kodrat yang telah lama diinterpretasikan oleh para teolog (Aquinas, Summa Theologiae, II-II, q.154, a.11).

Sementara itu, dalam filsafat, homoseksualitas dianalisis dari perspektif etika, kebebasan individu, serta konstruksi sosial yang membentuk pemahaman tentang seksualitas (Foucault, The History of Sexuality, 1976, hlm. 43-45).

Seiring berkembangnya pemikiran teologis, muncul perspektif yang lebih inklusif terhadap homoseksualitas

John Boswell dalam bukunya Christianity, Social Tolerance, and Homosexuality (1980, hlm. 92-95) berpendapat bahwa Gereja mula-mula tidak selalu menolak homoseksualitas

Ia menunjukkan bahwa dalam beberapa periode sejarah, terdapat bukti adanya hubungan sesama jenis yang diterima dalam konteks tertentu.

Artikel ini akan mengeksplorasi berbagai pandangan teolog dan filsuf mengenai homoseksualitas serta implikasinya terhadap etika dan kehidupan sosial. 

Dengan menelaah berbagai pemikiran dari tradisi yang berbeda, kita dapat memahami bagaimana homoseksualitas diperlakukan dalam wacana agama dan filsafat, serta bagaimana perdebatan ini membentuk pandangan masyarakat terhadap kelompok LGBTQ+.

Pandangan Teologi tentang Homoseksualitas

Dalam teologi Kristen, homoseksualitas telah lama menjadi perdebatan yang kompleks. Tradisi Katolik dan Protestan konservatif cenderung memandang homoseksualitas sebagai penyimpangan dari tatanan Ilahi. 

Santo Thomas Aquinas dalam Summa Theologiae (II-II, q.154, a.12) berpendapat bahwa hubungan seksual memiliki tujuan utama untuk prokreasi.

Oleh karena itu, ia menggolongkan homoseksualitas sebagai “dosa melawan kodrat” (peccatum contra naturam).

Selain Aquinas, Agustinus dari Hippo juga memberikan pengaruh besar terhadap pemahaman Kristen tentang seksualitas. Dalam Confessiones (hlm. 8-10), Agustinus menekankan bahwa hubungan seksual harus berada dalam konteks pernikahan antara pria dan wanita, serta diarahkan pada kehendak Tuhan. 

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved