Belu Terkini
Dukung Swasembada Pangan, Pemprov NTT, Pemkab Belu dan BBWS NT II Komitmen Lanjutkan Food Estate
Maria Yolenti Kiik, salah satu perwakilan petani, mengungkapkan pola pengairan yang tidak konsisten menyebabkan kesulitan dalam masa tanam.
Penulis: Agustinus Tanggur | Editor: Oby Lewanmeru
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Agustinus Tanggur
POS-KUPANG.COM, ATAMBUA - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) bersama Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Belu dan Pemerintah Pusat melalui Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS NT II) berkomitmen untuk terus melanjutkan pengelolaan lahan Food Estate di Desa Fatuketi, Kecamatan Kakuluk Mesak, Kabupaten Belu.
Hal ini ditegaskan Gubernur NTT, Melki Laka Lena didampingi Bupati Belu, Willybrodus Lay, Wakil Bupati Vicente Hornai Gonsalves dan Kabid Pelaksanaan BBWS NT II, Frangki Welkis bersama Pimpinan OPD terkait di Pemprov NTT dan Kabupaten Belu usai berdialog dengan masyarakat di Desa Fatuketi, Kabupaten Belu, Sabtu (29/3/2025) malam.
Dalam kunjungan ini Gubernur Melki berdialog langsung dengan masyarakat setempat guna mendengar aspirasi petani terkait pengelolaan Food Estate dan distribusi air dari Bendungan Rotiklot.
“Kami dari pemerintah provinsi, pusat, dan kabupaten siap membantu masyarakat agar bisa mengoptimalkan hasil pertanian di kawasan ini (food estate). Produksi padi dan jagung yang lebih baik akan mendukung swasembada pangan di NTT,” ujar Gubernur Melki.
Dalam dialog tersebut, sejumlah petani menyampaikan tantangan utama yang mereka hadapi, terutama terkait distribusi air dari Bendungan Rotiklot yang masih menggunakan sistem buka-tutup.
Baca juga: Bendungan Rotiklot Dorong Pertanian di Food Estate Belu, Produktivitas Jagung 4 Ton per Hektar
Maria Yolenti Kiik, salah satu perwakilan petani, mengungkapkan pola pengairan yang tidak konsisten menyebabkan kesulitan dalam masa tanam.
“Total lahan yang dikelola sekitar 22 hektare, dengan 14 hektare ditanami jagung dan 9 hektare padi. Namun, kendala terbesar ada di Blok C, di mana sistem irigasi masih belum optimal. Kami sering tidak mendapatkan air yang cukup karena distribusi air masih menggunakan sistem buka-tutup, dan beberapa lahan di posisi lebih tinggi sulit terairi,” keluh Maria.
Selain itu, Benediktus Halle, ketua Kelompok Tani B, juga menyampaikan keprihatinannya terkait jadwal pengairan yang kaku dan terkadang tidak sesuai dengan kebutuhan tanaman.
“Kami sangat bersemangat menggarap lahan, tetapi distribusi air yang bergantung pada jadwal membuat kami kesulitan. Jika pengairan bisa lebih fleksibel, kami bisa menanam dan merawat tanaman dengan lebih baik, total ada 19 hektar yang kami kelola,” ungkapnya.
Menanggapi keluhan tersebut, Gubernur Melki menjelaskan keterbatasan volume air dari Bendungan Rotiklot memang menjadi tantangan tersendiri, karena kapasitasnya hanya sekitar 3 juta meter kubik dan harus digunakan untuk berbagai kebutuhan. Oleh karena itu, koordinasi yang lebih baik antara petani dan pengelola air sangat diperlukan.
“Kita harus mencari solusi bersama. Saya mengusulkan agar kita membentuk grup komunikasi antara petani dan pihak BBWS untuk memastikan distribusi air yang lebih adil dan transparan. Dengan begitu, para petani tahu kapan air akan dibuka dan berapa banyak yang dialirkan,” terang Gubernur.
Baca juga: Gubernur NTT Tinjau Lokasi Pembangunan Rumah Sakit Internasional di Belu
Ia juga menyebutkan bahwa pemerintah telah berdiskusi mengenai kemungkinan pembangunan bendungan tambahan guna meningkatkan ketersediaan air untuk lahan pertanian di Belu.
“Kami sedang mempertimbangkan pembangunan bendungan baru agar kapasitas air yang tersedia bisa lebih besar. Namun, sembari menunggu proyek tersebut terealisasi, mari kita manfaatkan air yang ada dengan efisien,” tambahnya.
Kabid Pelaksanaan BBWS NT II, Frangki Welkis, juga menegaskan bahwa pihaknya terus berkoordinasi dengan Dinas Pertanian Kabupaten Belu untuk memastikan bahwa distribusi air dapat berjalan lebih optimal.

												      	
				
			
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.