Breaking News

NTT Terkini

Dosen dan Mahasiswa Poltekkes Kemenkes Kupang Lakukan Intervensi Edukasi dan Nutrisi Cegah Stunting

Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan antara kebijakan pemerintah di tingkat atas dan implementasi program di tingkat bawah. 

|
Penulis: Irfan Hoi | Editor: Oby Lewanmeru
zoom-inlihat foto Dosen dan Mahasiswa Poltekkes Kemenkes Kupang Lakukan Intervensi Edukasi dan Nutrisi Cegah Stunting
POS-KUPANG.COM/HO
PENGABDIAN MASYARAKAT - Sejumlah dosen dan mahasiswa di Poltekkes Kemenkes Kupang melakukan pengabdian masyarakat melakukan intervensi dan edukasi pencegahan stunting di tingkat Kelurahan.

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi

POS-KUPANG.COM, KUPANG  - Sejumlah dosen dan mahasiswa di Poltekkes Kemenkes Kupang melakukan pengabdian masyarakat. 

Agenda berjudul intervensi edukasi dan nutrisi dalam pencegahan stunting di tingkat kelurahan, digelar pada tahun 2024 lalu dengan berbagai agenda. 

Adapun dosen yang terlibat adalah Aemilianus Mau, dosen Prodi Pendidikan Profesi Ners (PPN), Maria Goreti dosen Prodi Gizi, Yurissetiowati dosen Prodi Kebidanan,  Maria Hilaria dosen Prodi Farmasi dan Pius Selasa dosen Prodi D3 Keperawatan. 

Agenda itu juga melibatkan 30 orang mahasiswa yang didampingi oleh 10 orang dosen yang berasal dari Prodi Pendidikan Profesi Ners (PPN), Prodi D3 Keperawatan, D3 Kebidanan, gizi, sanitasi, farmasi Poltekkes Kemenkes Kupang.

Koordinator kegiatan, Aemilianus Mauyang biasa disapa Willy ini mengatakan, stunting pada balita, yang sering disebut sebagai masalah pertumbuhan pendek, merupakan salah satu permasalahan gizi utama yang dihadapi oleh anak-anak di dunia. 

Baca juga: Tim Poltekkes Kemenkes Kupang Gelar Pengabdian Masyarakat Kunjungan Rumah ke Keluarga ODGJ

Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), pada tahun 2017, sekitar 22,2 persen atau 150,8 juta balita di dunia mengalami stunting. Lebih dari separuh dari jumlah ini (55 persen ) berasal dari Asia, dengan proporsi tertinggi di Asia Selatan (58,7 persen ), sementara proporsi terendah ada di Asia Tengah(0,9 % )(WHO, 2017).

Indonesia sendiri termasuk dalam negara dengan prevalensi stunting tertinggi di kawasan Asia Tenggara, dengan rata-rata prevalensi sebesar 36,4 % antara tahun 2005 hingga 2017.

"Stunting yang bersifat kronis berpotensi memberikan dampak jangka panjang yang serius," katanya, Rabu (5/2/2025) di Kupang. 

Dampak tersebut meliputi gangguan fungsi kognitif, yang mengarah pada rendahnya tingkat kecerdasan, serta penurunan kualitas sumber daya manusia secara keseluruhan. 

Stunting juga memiliki implikasi besar terhadap masalah sosial-ekonomi, dimana generasi yang stunting berisiko memiliki produktivitas yang lebih rendah dan potensi daya saing yang terbatas di pasar kerja.  

Pencegahan stunting tidak hanya penting untuk memastikan pertumbuhan fisik dan kognitif yang optimal pada anak, tetapi juga untuk mengurangi beban ekonomi yang ditimbulkan oleh penyakit degeneratif di kemudian hari. 

Baca juga: Masih Ada Kesempatan, Kemenkes Buka Lowongan Kerja hingga 7 Februari 2025, Cek Syarat dan Cara Datar

Oleh karena itu, mencegah stunting bukan hanya memperbaiki kualitas hidup anak-anak, tetapi juga mengurangi tekanan pada sistem kesehatan dan ekonomi di masa depan. 

Meski telah dilakukan berbagai upaya oleh pemerintah untuk menanggulangi stunting, seperti penurunan prevalensi stunting balita dari 37,2 % pada tahun 2013 menjadi 30,8 % pada tahun 2018. Namun penurunan ini masih belum mencapai target yang diinginkan. 

Ironisnya, di tingkat masyarakat, banyak yang belum memahami secara mendalam tentang stunting, termasuk definisi, penyebab dampak, dan cara penanggulangannya.

Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan antara kebijakan pemerintah di tingkat atas dan implementasi program di tingkat bawah. 

Dalam upaya untuk mempercepat penurunan angka stunting, Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting mengamanatkan BKKBN sebagai koordinator pelaksana program di tingkat Kabupaten/Kota. 

Sebagai bagian dari upaya tersebut BKKBN meluncurkan program Mahasiswa Peduli Stunting atau Mahasiswa PENTING, yang bekerja sama dengan Poltekkes Kemenkes Kupang untuk melibatkan mahasiswa dalam program penanggulangan stunting

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang stunting serta mendorong partisipasi aktif dalam upaya penanggulangan stunting

Mahasiswa PENTING menitik beratkan pada  upaya edukasi peningkatan ketahanan pangan khususnya akses terhadap pangan bergizi Peningkatan lingkungan sosial yang terkait dengan praktik pemberian makanan bayi dan anak (pengasuhan).

Kemudian, akses terhadap pelayanan kesehatan untuk pencegahan dan pengobatan (kesehatan), serta kesehatan lingkungan yang meliputi tersedianya sarana air bersih dan sanitasi (lingkungan). 

Peningkatan kesadaran masyarakat, khususnya kader, perangkat desa/kelurahan, dan masyarakat mengenai stunting

Kemudian, peningkatan keterampilan kader dan perangkat desa dalam mendeteksi dini dan melakukan usaha pencegahan stunting

Upaya penyuluhan dan sosialisasi tentang deteksi dini dan pencegahan stunting pada kelompok berisiko seperti calon pengantin, ibu hamil, dan ibu menyusui. 

Hasil pengabdian masyarakat di Kelurahan Liliba, Kota Kupang, melalui program edukasi dan demonstrasi "Dapur Sehat Atasi Stunting" (DASYAT) selaras dengan kebijakan nasional yang tertuang dalam Peraturan Presiden No. 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting. 

Program ini mendukung implementasi Strategi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (Stranas Stunting), yang bertujuan menurunkan prevalensi stunting menjadi 14 % pada 2024.

Dalam kebijakan tersebut, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) ditunjuk sebagai koordinator utama, dengan fokus pada penguatan kapasitas kader, peningkatan akses gizi seimbang, pelayanan kesehatan, dan sanitasi. 

Hasil kegiatan menunjukkan keberhasilan dalam meningkatkan pengetahuan kader dan keterampilan masyarakat, mendukung upaya deteksi dini dan pencegahan stunting di tingkat komunitas. 

Hal ini memperlihatkan efektivitas pendekatan berbasis komunitas yang diamanatkan dalam kebijakan pemerintah.

Intervensi melalui DASYAT berhasil meningkatkan keterampilan masyarakat dalam menyiapkan makanan bergizi dan membangun kesadaran akan pentingnya asupan gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan. 

Temuan ini sejalan dengan penelitian Aryastami tahun 2017, yang menunjukkan bahwa pemberian edukasi gizi dan pengasuhan dapat menurunkan risiko stunting melalui perbaikan pola makan dan kesehatan lingkungan​.

Kegiatan pengabdian ini juga mendukung tujuan yakni mengakhiri kelaparan) menjamin kehidupan sehat dalam Sustainable Development Goals (SDGs).

Edukasi gizi yang melibatkan mahasiswa dan kader berperan penting dalam meningkatkan pemahaman masyarakat terkait pentingnya pola makan sehat dan sanitasi, dalam konteks intervensi berbasis mahasiswa​.

Willy yang merupakan salah satu dosen pada Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Kupang ini menyebut, kegiatan pendampingan mahasiswa peduli stunting yang dilaksanakan di Kelurahan Liliba dapat dianggap berhasil dalam meningkatkan pemahaman dan partisipasi masyarakat dalam penanggulangan stunting.

"Faktor keberhasilan utama adalah dukungan dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah, perguruan tinggi, hingga masyarakat," kata dia. 

Namun, tantangan utama tetap pada pengelolaan waktu dan penyesuaian jadwal antara kegiatan akademik dengan program pendampingan. 

Pihaknya juga menyarankan penjadwalan yang lebih fleksibel, mengingat adanya konflik jadwal antara perkuliahan dan kegiatan pendampingan.

Hal itu bisa dipertimbangkan untuk menyusun jadwal yang lebih fleksibel atau adanya kebijakan khusus dari perguruan tinggi yang memungkinkan penyesuaian jadwal akademik dengan program pengabdian masyarakat.

Penguatan dukungan kebijakan, yang mendorong kebijakan dari pihak kampus yang mendukung integrasi kegiatan pengabdian dengan kurikulum. 

"Misalnya, penyesuaian mata kuliah dengan topik pengabdian atau pemberian kredit tambahan untuk mahasiswa yang terlibat dalam program ini," tambah dia.

Dia mengatakan, peningkatan keterlibatan puskesmas kolaborasi lebih erat dengan Puskesmas dapat diperluas. Bisa juga melibatkan tenaga kesehatan dalam pelatihan kader. Atau, memperkuat sistem pemantauan kesehatan untuk memudahkan identifikasi anak-anak yang berisiko stunting secara lebih dini.

Pelatihan berkelanjutan untuk kader dan masyarakat. Hal itu agar keberlanjutan program dapat terjaga, penting untuk mengadakan pelatihan lanjutan bagi kader dan masyarakat setelah kegiatan utama selesai.

"Ini akan memastikan bahwa mereka dapat mengimplementasikan dan mengembangkan pengetahuan serta keterampilan yang diperoleh," sambung dia.

Peningkatan evaluasi program. Tujuannya untuk melihat dampak jangka panjang, disarankan untuk melakukan evaluasi yang lebih mendalam terhadap keberhasilan program ini. Termasuk dalam hal perubahan pola makan masyarakat dan status kesehatan anak-anak yang telah menerima intervensi.

Ia menyarankan juga, pemanfaatan teknologi dalam pengawasan. Mengingat tantangan waktu dan jarak. Penggunaan aplikasi atau platform digital untuk memantau perkembangan stunting. 

Baca juga: Masih Ada Kesempatan, Kemenkes Buka Lowongan Kerja hingga 7 Februari 2025, Cek Syarat dan Cara Datar

Sekaligus memberikan penyuluhan secara jarak jauh dapat membantu meningkatkan jangkauan program dan memudahkan koordinasi antara mahasiswa, dosen, dan masyarakat.

Saran lainnya adalah meningkatkan komunikasi antara stakeholder. Perlu adanya peningkatan koordinasi antara semua pihak terkait dalam setiap tahap pelaksanaan kegiatan. 

"Rapat koordinasi lebih sering dan lebih terstruktur dapat membantu memperjelas peran masing-masing pihak," kata dia. (fan) 

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

 

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved