Opini
Opini - Mendorong Yang Muda Bertahan di Pertanian
Kaum muda menjadi potensi pembangunan NTT jika memperoleh pendidikan dan pelatihan yang baik.
Oleh : Arnoldus Wea
Penulis adalah Peternak Sapi Perah
POS-KUPANG.COM - Jumlah penduduk NTT Mencapai 5,6 juta jiwa (BPS NTT, 2024). Dari jumlah ini, penduduk usia muda yakni yang berumur 15-24 tahun mendekati angka 1 juta jiwa.
Jika mereka yang berusia 25-29 tahun juga dikategorikan sebagai kaum muda, maka jumlah penduduk muda menjadi lebih besar. Kaum muda menjadi potensi Pembangunan NTT jika memperoleh Pendidikan dan pelatihan yang baik.
Dari sisi ekonomi, sampai agustus 2024, sektor pertanian memberikan sumbangan sebesar 26,76 persen terhadap PDRB NTT. Pertanian mencakup sub sektor (1) tanaman pangan, hortikultura, perkebunan; (2) perikanan; (3) peternakan(4) kehutanan dan (5) jasa pertanian. Sektor pertanian dalam PDRB NTT 2024 adalah sebesar 26,76 %.
Isu pertanian hampir selalu masuk dalam kampanye Pilkada NTT. Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana mendorong kaum muda NTT untuk mengembangkan sektor pertanian di NTT.
Apa hambatan yang dihadapi? Bagaimana Tindakan kongkret yang dapat dilakukan? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini penting mengingat adanya kecenderungan kaum muda enggan bekerja di sektor pertanian.
Baca juga: Opini Arnoldus Wea: Human Trafficking dan Sektor Informal NTT
Padahal produktivitas sektor pertanian sangat penting untuk keamanan dan kemandirian pangan, ketersediaan gizi dan berdampak langsung pada kesejahteraan rumah tangga.
Selain itu, sifatnya yang sulit tergantikan, membuat hasil pertanian memiliki permintaan yang relative tetap. Makanan adalah kebutuhan pokok manusia.
Keengganan kaum muda tinggal di pedesaan dan bekerja disektor pertanian nampaknya disebabkan oleh banyak faktor.
Pertama, adalah nilai tambah sektor pertanian yang rendah akibat tidak berkembangnya industri pengolahan di tingkat lokal, sementara biaya produksi cukup tinggi.
Kedua, fluktualitas harga komoditas akibat liberalisasi impor produk pertanian. Susu produksi peternak local misalnya tidak mampu bersaing dengan susu impor yang melayaani kebutuhan pabrik susu.
Ketiga, naiknya tingkat Pendidikan kaum muda di NTT dan juga daerah lain. Faktor ini menaikkan harapan akan pekerjaan kantoran yang mendorong urbanisasi.
Anak muda tidak lagi mengharapkan PNS sebagai profesi tapi bidang pertanian menjadi profesi baru dan dapat membuka lapangan kerja untuk pemuda lainnya.
Efek kesuksesan beberapa anak muda akan menjadi tolak ukur anak muda lainnya untuk yakin bahwa bidang pertanian di NTT memiliki peluang besar untuk dikembangkan.
Baca juga: Opini Arnoldus Wea: Reba, Po Gege dan Milenial
Ketika banyak anak muda mampu menjawab peluang di bidang pertanian akan berpengaruh pada kemampuan ekonomi yang berdampak pada perubahan mindset calon mertua tentang bidang pertanian lebih memiliki prospek daripada profesi PNS.
Selain itu, kaum muda nampaknya memiliki pandangan bahwa profesi petani adalah profesi orang usia tua, kotor, lekat dengan kemiskinan, pendapatan rendah dan tidak pasti.
Petani masih identik dengan berkebun dan beternak skala kecil yang sifatnya paruh waktu, sampingan dan menjadi sekedar hobi.
Akibatnya sehingga melupakan konsep budgeting dalam management usaha. Contoh kasus seperti pelihara babi masih ada yang hanya memberikan ,makanan sisa rumah tangga tanpa dicampur dengan konsentrat sehingga umur panen babi menjadi terlalu lama.
Ada juga yang sudah beralih ke semi modern dengan pemberian pakan tambahan tapi tidak pasti secara rencana kapan harus dijual sehingga biaya pemeliharaan menjadi sangat tinggi. Hal itu dipenguruhi oleh ketikpastian pasar.
Di NTT, keengganan kaum muda masuk ke sektor pertanian disebabkan faktor yang lebih kompleks. Survei ekonomi pertanian 20024 menemukan 14 hambatan produktivitas usaha pertanian perorangan di NTT (BPS, 2024).
Ada empat hambatan utama. Pertama adalah hama dan penyakit (74,56 %). Kasus-kasus flu babi, flu burung, penyakit yang menyerang pisang, hama belalang sangat merugikan petani.
Baca juga: Yayasan Arnoldus Wea Gelar Bincang Jurnalistik di Bajawa, Hadirkan Jurnalis dan Pegiat Literasi
Serangan ASF (African swine flu) di NTT tahun 2020 mematikan 500.000 ekor babi (Antara, 7/2/023). Padahal ternak babi menjadi salah satu sumber pendapatan utama warga NTT.
Ada beberapa anak muda yang sudah bergerak di bidang pertanian yang bersifat semi modern dengan meminjam modal dari bank tapi tidak berjalan sampai panen karena diserang penyakit.
Solusi untuk penanganan hama dan penyakit di bidang pertanian harus dicari agar tidak membuat trauma anak muda yang sebelumnya memiliki rencana usaha di bidang pertanian dengan sistim modern.
Hambatan kedua kondisi alam (74,14 %). NTT memiliki iklim kering dengan musim hujan yang pendek. Total luas lahan Garapan NTT sebesar 4,7 juta ha (https://brin.go.id).
Dari luas ini, lahan kering mencapai 3,26 juta ha (69,4 %). Kondisi ini menjadi tantangan untuk mengembangkan teknologi pertanian yang tepat.
Masalah lain adalah modal kecil dan terbatas (27,34 %), Akses terhadap bahan input sulit (19,35) %; kesulitan akses ke kredit (7,08 %). Bertani butuh modal besar juga karena tingginya biaya jasa pengiriman barang dari Jawa ke beberapa wilayah NTT.
Ongkos angkut Surabaya ke Flores mencapai Rp. 2.000/ kg sd 10.000/kg. Biaya ke kupang Rp.2500/kg. Ini secara otomatis akan berdampak pada tingginya biaya barang seperti konsentrat, pakan ayam yang kemudian akan berpengaruh pada harga jual hasil pertanian menjadi sangat tinggi yang tidak mampu dijangkau oleh konsumen lokal.
Baca juga: Yayasan Arnoldus Wea Dhegha Nua Bagi Bingkisan Paskah di Watu dan Leke Ngada
Dengan semua situasi ini, dapat dipahami orang-orang muda memilih keluar dari sektor pertanian. Semua Keputusan yang rasional mengingat rendahnya manfaat balik jika bertahan menjadi petani.
Bagaimana menahan anak muda tidak ‘lari’ dari sektor pertanian? Pemda perlu mencari anak muda sukses di beberapa kabupaten yang memiliki usaha di bidang pertanian untuk menjadi penggerak, klasifikasikan agar ada fokus Gerakan sesuai kebutuhan dan situasi kondisi setiap kabupaten.
Misalnya Kabupaten TTU, Ngada dan Manggarai focus bidang peternakan sapi perah atau budidaya ayam petelur dan pertanian wortel. Kentang atau jagung, Kabupaten Ende dan Sikka focus bidang perikanan dan pengolahan hasil laut.
Kabupaten Kupang dan Kabupaten Manggarai Barat fokus untuk distribusi hasil peternakan dan pertanian. Kabupaten Nagekeo fokus pada pertanian dan garam laut, beberapa kabupaten Sumba fokus pada peternakan babi karena pasarnya sudah tersedia.
Pemda harus membagi wilayah kabupaten berdasarkan cluster pengembangan pertanian sehingga tidak ada rebutan pasar lokal.
Pemerintah harus memfasilitasi anak muda dengan mengirimkan mereka untuk training di beberapa perusahaan di pulau Jawa sesuai bidang yang akan dikembangkan guna menambah pengalaman bidang yang akan ditekuni, managerial, profesionalisme dan leadership.
Pemda perlu bekerja sama dengan perusahaaan yang bergerak di bidang pertanian diluar NTT sebagai “kakak asuh”.
Baca juga: Opini Arnoldus Wea: Yang Muda, Yang Usaha Informal
Pembanguan pertanian yang sukses oleh anak muda beberapa tahun ke depan mampu mengisi kebutuhan program makan siang gratis dari pemerintah pusat seperti susu, sayuran, telur dan daging ayam.
Untuk kebutuhan susu sesuai arahan dari Kepala Badan Gizi Nasional Danan Hindayana dalam suatu acara peresmian peternakan sapi perah di pasuruan, Jawa Timur pertengahan Desember lalu bahwa susu, telur, daging ayam akan menjadi bagian dari makan bergizi gratis dengan kebutuhan susu 125 ml per hari per anak dan ibu hamil , dalam skala nasional kita membutuhkan 10 juta liter per hari.
Bantuan dana atau fasilitas dari pemerintah daerah untuk pembangunan pertanian dan peternakan/ perikanan tidak fokus diberikan kepada siapa dan masih menggunakan pola pola distribusi yang lama yang penuh eforia dan simbolis sehingga yang menerima bantuan adalah orang dengan usia tua yang secara umur sudah tidak produktif.
Orang muda hanya sebagai penonton dan menjadi perantau dengan bekerja di Perkebunan kelapa sawit di Kalimantan, dan buruh non skill di beberapa kota di Indonesia.
Perlu badan khusus/Lembaga teknis di tingkat propinsi di bawah gubernur untuk mengatur dan mengelola anak muda untuk fokus terjun ke bidang pertanian, peternakan dan perikanan.
Badan/Lembaga ini dikelola oleh anak anak muda sukses di bidang pertanian sebagai penggerak menuju Milenial NTT cinta pertanian. Anak muda NTT akan lebih memahami dan menerima apabila dipengaruhi oleh sesama anak muda.
Baca juga: Yayasan Arnoldus Wea Serahkan Sapi Kurban Idul Adha di Masjid Besar An Nur Aimere Ngada
Badan ini yang akan berkoordinasi dengan dinas pertanian / perikanan untuk support kegiatan anak muda di daerah seperti urusan bibit, vaksinasi, pakan, dan fasilitas lainnya.
Seluruh upaya untuk mendorong anak muda bertahan di sektor pertanian sebaiknya dilakukan secara terintegrasi dari sisi produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran.
Pengalaman di masa lalu, pendekatan di sisi produksi dengan memberikan bantuan modal, bibit atau ternak tidak berkelanjutan karena sisi pemasaran diabaikan.
Setelah kambing atau babi berkembang, penerima kebingungan dengan proses pemasaran. Pendekatan terintegrasi menurunkan biaya-biaya tidak perlu yang harus dikeluarkan petani.
Akhirnya, rasio manusia selalu memilih hal yang memberi keuntungan. Sejauh sektor pertanian memberi pendapatan tinggi, anak-anak muda akan tetap bertahan dan bahkan kembali tertarik bekerja di sektor ini. Karena itu, berbagai kebijakan selayaknya ditujukan untuk meningkatakan produktivitas dan nilai tambah pertanian. (*)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM lain di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.