Opini

Opini Arnoldus Wea: Yang Muda, Yang Usaha Informal

Dalam satu dua dekade terakhir, semangat kewirausahaan di kalangan kaum muda Nusa Tenggara Timur ( NTT ) bertumbuh cukup baik.

Editor: Alfons Nedabang
POS-KUPANG.COM/HO-ARNOLDUS WEO
Cofounder Arnoldus Wea Foundation, Arnoldus Wea menulis opini Yang Muda Yang Usaha Informal. 

POS-KUPANG.COM - Dalam satu dua dekade terakhir, semangat kewirausahaan di kalangan kaum muda Nusa Tenggara Timur (NTT) bertumbuh cukup baik.

Hal ini terjadi karena, pesatnya perkembangan teknologi komunikasi dan informasi dan usaha pendukungnya seperti penjualan pulsa, penjualan dan servis komputer atau telpon genggam beserta aksesorisnya, dan lain sebagainya, yang hampir semuanya itu dilakukan oleh para pemuda.

Perkembangan di sektor pertanian, perdagangan dan pariwisata juga cukup bagus. Pulau Flores misalnya, usaha ternak ayam, babi, kuliner, kerajinan, wisata, dan usaha lainnya banyak dijalankan oleh anak-anak muda.

Kelompok orang muda ini, berani mengajukan kredit ke lembaga keuangan untuk membeli alat produksi seperti motor, hand tractor, mesin rontok, mesin giling, dan mobil dengan harga cukup mahal. Peralatan ini dipakai untuk memperlancar dan meningkatkan bisnis dan usaha mereka.

Di tengah menggeliatnya usaha yang dilakukan oleh sebagian anak muda, masih ada persoalan besar yang belum teratasi. Salah satunya adalah banyaknya populasi usia kerja NTT yang menganggur.

Baca juga: Opini Arnoldus Wea: Human Trafficking dan Sektor Informal NTT

Biro Pusat Statistik (BPS) NTT (2022) merilis data yang sangat memprihatinkan bahwa terdapat 107.128 orang yang menganggur dari 60 persen usia produktif (15-64 tahun) dari total 5,47 juta penduduk NTT seluruhnya.

Tingginya pengangguran ini, menjadi tantangan tersendiri bagi masyarakat NTT umumnya dan kelompok penentu kebijakan baik dari pemerintahan maupun swasta, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, dan organisasi sosial lainnya.

Sektor Usaha Informal

Alasan mendasar yang sering terungkap menjadi pencetus pengangguran adalah terbatasnya lapangan pekerjaan dan kalahnya persaingan untuk merebut peluang di sektor formal. Padahal, lapangan pekerjaan yang tersedia bukan saja pada jalur formal tapi juga sektor informal.

Potensi dan peluang pekerjaan dari usaha sektor informal sebenarnya sangat terbuka lebar. Semua orang boleh dan dapat mengaksesnya.

Juga, sektor ini tidak butuh pendidikan tinggi, keterampilan yang mumpuni, tidak perlu pengaruh orang dalam, transaksi amplop di bawah meja, dan lain sebagainya.

Modal utama adalah keberanian, tekat, ketekunan, ketabahan, keyakinan dan harapan. Ethos kewirausahaan ini sudah dibuktikan oleh para pedagang atau pengusaha China, Jawa, Padang, Bugis atau Makassar, Madura, dan Bima.

Baca juga: Opini Arnoldus Wea: Reba, Po Gege dan Milenial

Keberhasilan para pedagang atau pengusaha di atas, bukan instan dan serta-merta sukses begitu saja. Mereka memiliki ethos kewirausahaan yang sudah tertanam sekian lama. Awal mula keberhasilan mereka sebenarnya berasal dari kegiatan ekonomi di jalur informal.

Ethos kewirausahaan yang dimiliki etnis China, misalnya, sesungguhnya menjadi motivasi utama dari berkembangnya sektor ekonomi ini.

Mereka masuk ke sektor informal karena hampir tidak ada prosedur resmi untuk mendirikan usaha, persyaratan modalnya kecil, dan potensi keuntungannya yang cukup baik (Rachbini, 1994).

Halaman
123
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved