Opini
Opini: Memimpin seperti Seorang Ibu
Pemimpin merupakan orang yang dekat degan rakyatnya, menjadi role model, tempat bersandar rakyat, seorang pemberi harapan dan motivator
Dia melakukan bukan karena tergiur dana operasional dan gaji dari APBD serta sejumlah keistimewaan secara protokoler, tetapi dia adalah orang yang mau memikul salib, memberi diri dan melakukannya di atas dasar cinta kasih sebagai hukum tertinggi.
Menurut Abu Hamid Al-Ghazali, “sifat utama pemimpin ialah beradab dan mulia hati.”
Pemimpin merupakan orang yang dekat degan rakyatnya, menjadi role model, tempat bersandar rakyat, seorang pemberi harapan dan motivator tetapi sekaligus seorang manajer yang terampil.
Sosok pemimpin seorang Ibu merupakan dia yang siap untuk “makan nasi kerak” tanpa lauk, ketika seluruh anggota keluarga lainnya sudah memperoleh makanan paling terbaik.
Seorang Ibu, siap menderita, siap megencangkan ikat pinggangnya dan rela menjadi yang terakhir dalam sebuah “syukur” bersama.
Dia tidak boleh menjadi orang pertama atas berbagai suka cita kehidupan, jika orang yang dia pimpin belum memperoleh suka cita.
Seorang pemimpin laiknya seorang “budak” seperti kata Max DePree : “Tanggungjawab utama dari seorang pemimpin adalah untuk menjabarkan kenyataan yang ada dan yang terakhir adalah mengucapkan terimakasih. Di selang waktu tersebut, pemimpin adalah budak.”
Orang biasa sebut : pemimpin adalah pelayan, sedangkan rakyat adalah tuan.
Seorang pemimpin juga harus memiliki jiwa adil untuk semua litas perbedaan. NTT ini dari lahirnya sudah beragam (SARA), maka pemimpin NTT adalah dia yang memiliki wawasan dan hati yang merangkul.
Pemimpin seturut John Rawls, adalah orang yang pada waktu membagi, akan mengambil bagian paling terakhir bahkan mungkin paling kecil.
Jangan sebaliknya, dia mengambil paling pertama dan terbanyak daripada bagian dari orang-orang yang hendak dibagikannya.
Jiwa pemimpin seperti seorang Ibu (Lead like a mother), tidak hanya berhenti pada aspek-aspek kecerdasan, kecakapan, jaringan politik, sandaran dan topangan tokoh politik lainnya, tetapi ia harus tumbuh dalam sebuah pengalaman menjadi (to being) mehalami transformasi diri menjadi seorang Ibu. Ini disebut dengan rekam jejak.
Pilkada di NTT menjadi arena demokrasi terbaik dengan daya legitimasi kuat untuk menghadirkan pemimpin yang mampu menata birokrasi, membangun pendidikan, kesehatan, ekonomi, peduli dengan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, berpihak pada kebutuhan kaum dengan kebutuhan khusus (disabilitas) dan sanggup mengatur keuangan daerah (APBD) secara disiplin dan efektif sebagai seorang pelayan; lead like a mother. (*)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.