Opini

Opini: NTT Menuju Satu Kesatuan Ekonomi Pariwisata

Potret NTT sebagai the ring of beauty itu suatu gambaran yang sangat menjanjikan, sebagai salah satu latar utama pesona pariwisata Indonesia. 

|
Editor: Dion DB Putra
POS KUPANG/HO
IIlustrasi. Pengunjung pose dengan latar belakang pemandangan Pulau Padar di Taman Nasional Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT. 

Oleh: Hiron Gan
Ketua Dewan Pengurus MAsyarakat EKOnomi PariwisaTA– NTT

POS-KUPANG.COM - Sesungguhnya narasi indah Pariwisata Super Premium belakangan ini telah menjadi faktor penggerak perekonomian daerah Nusa Tenggara Timur ( NTT). 

Pemerintah daerah menjadikan pariwisata sebagai leading sector pembangunan, bukan tanpa alasan. Setidaknya karena yakin dengan ketersediaan potensi wisata yang tampak komplit adanya sebagai paket ekonomi masa depan daerah ini.

Sejauh ini sudah terdeteksi 1.637 destinasi wisata yang tersebar di berbagai daerah kabupaten/kota ( Data terbaru dinas Pariwisata NTT ). 

Sambil eksplorasi lebih banyak lagi potensi yang ada untuk peningkatan ketersediaan dan keberadaan spot wisata, inovasi dan transformasi kepariwisataan terus dilakukan untuk menjamin "daya tarik, daya jual dan daya keberlanjutan" semua paket pariwisata tersebut, baik yang kategori unggulan, populer maupun spot wisata penyangga lainnya ( Key Tourism Area & Destination tourism Area).

Harapan menuju NTT sebagai satu kesatuan ekokomi pariwisata adalah suatu keniscayaan. 

Tentu model pengembangan dan pengelolaan semua paket pariwisata yang ada membutuhkan kajian, studi dan riset yang relevan terutama dalam hal transformasi "pariwisata terpadu NTT"  keterpaduan dimaksud mencakup antar sektor, antar wilayah serta antar pelaku pariwisata. 

Begitu pula terkait koridor pertumbuhan dan pemerataan terkait peta gerak ekonomi pariwsata, sedemikian sehingga berdampak secara nyata pada perubahan dan perbaikan ekonomi masyarakat setempat.

Potret NTT sebagai the ring of beauty itu suatu gambaran yang sangat menjanjikan, sebagai salah satu latar utama pesona pariwisata Indonesia. 

Kini Labuan Bajo sebagai satu dari lima destinasi pariwisata super premium, tentu dijadikan paket utama. andalan atau unggulan pariwisata NTT.  Suatu waktu NTT boleh jadi sebagai paket utama pariwisata Indonesia, selain Bali tentunya.

Fungsi Pemerintah Daerah

Secara sengaja penulis memilih kata “fungsi” dalam konteks respons pemerintah daerah, semata mata untuk menunjukan peran strategis dalam gayung sambut rencana strategis nasional terkait pembangunan pariwisata. 

Sebab sejauh ini pemerintah daerah tersorot kritis keberadaannya yang terkesan hanya sebagai panitia pelaksana kebijakan dari pusat, nyaris tanpa ( posisi lemah) bargaining soal kepentingan lokal dan segenap pertimbangan aspek lokalitasnya.

Artinya, Pemda mesti menyikapi secara strategis, setidaknya dalam upaya agar pembangunan sektor pariwisata itu tidak tercerabut dari akar rumput atau aspek lokalitasnya. 

Hemat penulis, fenomena ketercerabutan ( Dissembeddness phenomenon) itu adalah akar masalah dalam setiap proses pembangunan.

Secara teknis – struktural, pemerintah daerah memang diperhadapkan pada tantangan terkait “ Urusan Pemerintah pilihan” seperti hal bagaimana optimalisasi penerapan konsep comunity based tourism, pengembangan Program Desa Wisata atau gerakan memasyarakatkan pariwisata agar masyarakat NTT yang bercorak pencaharian Nelayan Tani Ternak merasakan pantulan imajinasi kesejahteraan dalam program strategis kepariwisataan nasional. 

Satu sisi harus mengikuti rambu rambu kebijakan strategis pusat dan di sisi lain harus punya kebijakan pilihan yang kuat untuk mem-back up kepentingan lokal dengan segenap aspek lokalitasnya.

Pemimpin daerah yang lemah hanya menampilkan potret pariwisata tercerabut dan sekaligus lahan basah operasi liar pasar pariwisata, yang pada akhirnya menyajikan kenyataan pahit tersingkirnya masyarakat lokal dari glamoria para investor. 

Pokok pikiran ini kiranya jadi bahan refleksi kebijakan pemerintah pusat pula.
 
Menyikapi "Ketercerabutan" Pembangunan

Pembangunan tentu jadi kata ramah bagi masyarakat. Ramah dalam percakapan politik dan konteks sehari-hari. 

Setidaknya itu bisa dipahami sebagai ekspresi atas kerinduan paling dalam dari masyarakat pada umumnya, yaitu Pembangunan. Lain ceritanya soal pro kontra atau aksi protes masyarakat dalam merespons pembangunan. 

Sebagian orang anggap itu sudah biasa, tetapi tidak berlebihan bila kita menyelami lebih dalam persoalannya adalah dimensi ketercerabutan, yaitu tertutupnya akses masyarakat dalam proses pembangunan baik perencanaan, pelaksanaan bahkan pemanfaatan sedemikian sehingga masyarakat menjadi korban dalam banyak aspek seperti masalah sosial budaya, lingkungan hidup, kearifan lokal dan sebagainya. 

Dengan kata lain, pembangunan tercerabut merujuk pada pembangunan yang tidak mengakar pada kepentingan masyarakat lokal.

Dalam konteks perkembangan pariwisata NTT, masyarakat akan berhadapan dengan tatanan baru seperti lingkungan ekonomi bisnis para investor dan dinamika akselerasi pembangunan. 

Perhatian kebijakan dan pembangunan mesti bertolak pada keutamaan bagi tatanan hidup masyarakat setempat.

Terhadap persoalan ketercerabutan ini, pertanyaan bukan lagi siapa yang salah, masyarakat yang lemah atau pemerintah yang KKN atau para mafia yang liar?

Pertanyaan kita sebenarnya adalah apa yang berfungsi baik sedemikian sehingga persoalan itu terjadi? 

Hemat penulis, birokrasilah yang bekerja. Watak birokrasi jadi sorotan, apakah alat yang bekerja untuk melegalkan kejahatan ( pelayanan konspiratif dengan para investor liar atau alat untuk melayani kepentinganmasyarakat ? )

Watak birokrasi nantinya berkaitan dengan sistem kepariwisataan yang kuat, terutama dalam merintangi kejahatan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. 

Fenomena kebocoran pendapatan daerah atau maraknya investasi bodong pasar pariwisata adalah pantulan watak birokrasi. Pada titik ini, Pemimpin (daerah) harus punya pandangan yang kuat tentang reformasi birokrasi.

Transformasi NTT berupa “New Teritory tourism sebagai arah perubahan menuju “Nusa tiada Tara-nya atau “Nasib Tanpa Tunggakan” hanya jika sistem pariwisata kuat, terutama birokrasi. 

Tentu saja sistem phentahelix sebagai skema kolaboratif tata kelola pariwisata yang berkelanjutan dan dalam kerangka paradigma pariwisata holistik adalah penyangga terkuat sistem pariwisata nantinya.

Pariwisata Terpadu

Konsep keterpaduan merujuk konteks antar pelaku, antar sektor dan antar wilayah. dibutuhkan master plan pariwisata terpadu dengan kajian dan studi yang lengkap tentunya, baik dalam penentuan porsi urusan pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten. 

Begitu pula dalam hal kepentingan lintas sektor serta paling penting memastikan peta pembangunan kepariwisataan itu dalam koridor pertumbuhan dan pemerataan yang berkeadilan sosial terutama bagi masyarakat lokal NTT sebagai daerah kepulauan, perkara konektivitas antar pulau sekaligus koneksi antar berbagai destinasi menjadi perhatian penting. Infrastruktur transportasi antarmoda terus diperbaiki. 

Catatan kecil saja agar moda laut sebagai pusat lalu lintas aktivitas kepariwisataan perlu dibenahi serius dan segera.

Penataan graf transportasi laut itu sangat penting, sebagai upaya awal mitigasi bencana, mengingat kasus tenggelam dan terbakarnya beberapa kapal wisata yang terjadi belakangan ini, itu sangat mengganggu aktivitas pariwisata sekaligus
menodai citra kepariwisataan soal keamanan dan keselamatan wisatawan, di NTT.

Terlepas berbagai sebab musabab musibah kebencanaan pariwisata itu, tampaknya penting untuk segera penyesuaian kebijakan secara komplit baik tindakan secara struktural seperti keberadaan penanda kebencanaan termasuk tanda bahaya setiap rute transportasi, sistem peringatan dini, jalur evakuasi dan sebagainya.

Begitu pun tindakan non struktural seperti penguatan kesadaran pariwisata berbasis tangguh bencana, sertifikasi para pengurus dan pelaku pariwisata hingga urusan profesionalitas dalam satu kesatuan aktivitas kepariwisataan baik birokrasi maupun pihak swasta ( travel agen, Hotel, pengelola kapal dan sebagainya).

Selain itu, faktor digitalisasi adalah suatu terobosan yang sangat baik untuk fasilitasi akses pariwisata bebas rintangan termasuk rintangan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. 

Bagaimanapun, pariwisata NTT membutuhkan transformasi tata kelola secara digitalisasi. 

Semua hal tersebut di atas diperhatikan untuk memastikan terciptanya ekosistem pariwisata berkelanjutan, terpadu dan terintegrasi menuju NTT sebagai satu kesatuan ekonomi pariwisata.

Catatan Penutup

Pemerintah pusat telah membuat peta baru gerak perekonomian daerah NTT, jalannya adalah pariwisata, meski bukan jalan tol tapi bukan pula jalan yang menyesatkan. Laju pembangunan di sektor kepariwisataan terus di back up oleh
pemerintah pusat.

Sejalan dengan rencana strategis pemerintah Pusat, Pemerintah daerah harus mampu menggerakan seluruh sumber daya daerahnya, Alam dan Manusia, terutama dalam hal penguatan SDM. 

Pembangunan selalu berjalan baik dalam panduan jalan pikiran yang sehat masyarakatnya. jadi, urusan Sumber Daya Manusia harus menjadi poin utama dalam kebijakan.

"Sebab, Laut akan tetap jadi Laut, batu akan tetap jadi Batu, pohon tetap sebagai Pohon, bila SDM kita tak terurus baik. Hanya SDM yang unggul yang menjadikan batu, kayu dan pasir jadi emas atau uang."

Sudah waktunya, cerita pariwisata NTT, orang ingat binatang Komodo, juga kagum dengan manusia sebagai bintangnya, selain bintang di langit yang melengkapi panorama indahnya hari saat berwisata di NTT tercinta ini.

Penulis ingin menegaskan bahwa semua hal tersebut di atas, hanya akan berfungsi baik sejauh pemimpin kita punya pikiran, komitmen dan konsisten soal ini.

Artinya, kita butuh kepemimpinan daerah yang kuat, yang tidak mudah didikte oleh para mafia bisnis dan investasi serta gerombolan oligarkian yang datang memporak-porandakan tatanan indahnya daerah secara sosial, budaya, religi, dan segenap keutamaan atau nilai yang melatari kehidupan masyarakat.

NTT butuh pemimpin yang punya kapasitas lengkap, tahu teorinya tahu praktiknya.

Plus punya keberanian untuk menjamin keberadaan masyarakatnya dengan segenap kepentingan mereka agar selalu ada di setiap proses pembangunan.  Poin kita adalah keadilan sosial dalam visi besar kamajuan dan kemakmuran.

Akhirnya, semoga para calon pemimpin yang sedang berkompetisi saat ini, menimbang pula soal ini bahwa NTT akan menjadi satu kesatuan ekonomi pariwisata. 

Suatu imajinasi politik yang memiliki roh (pembangunan) dan roh tersebut senantiasa ada di tengah-tengah kehidupan masyarakat, tidak hanya merasuki para peng-peng alias gerbong penguasa dan pengusaha.  (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved