Opini
Opini: Dunia Tulisan dalam Interpretasi Pembaca
Menulis sangat erat kaitannya dengan membaca, karena membaca memungkinkan orang bisa menulis. Menulis itu bertujuan agar tulisan itu dibaca orang lain
Tanpa melalui proses interpretasi, orang tidak akan sampai kepada kepenuhan pemahaman akan tulisan yang ada, entah itu pesan yang tersirat ataupun latar belakang dari bacaan yang dibaca.
Maka dari itu sebuah tulisan hanya bisa dipahami dengan baik jika pembaca menginterpretasi tulisan itu dengan baik.
Hal ini penting karena hanya melalui interpretasilah sebuah tulisan bisa ‘ditelanjangi’ sehingga pembaca dapat memahami pesan atau hal-hal yang tersembunyi dari sebuah tulisan.
Interpretasi merupakan salah satu cabang disiplin ilmu yang dikenal dengan Hermeneutika. Sejarah mencatat bahwa hermeneutika digeluti oleh beberapa filsuf besar seperti Gadamer, Schleiermacher, Riceour, Diltey dan sebagainya.
Para filsuf ini setuju bahwa pembaca hanya bisa memahami dunia yang dihadirkan dalam sebuah tulisan (pesan atau makna tulisan) jika ia bisa menginterpretasinya dengan baik dan benar.
Kata hermeneutika itu berasal dari nama salah satu dewan Yunani yaitu Hermes.
Sebuah mitos Yunani menceritakan bahwa Hermes memiliki kewajiban khusus untuk menyampaikan pesan Tuhan kepada manusia. Hermes menerjemahkan pesan Tuhan ke dalam bahasa manusia sehingga manusia mampu menangkap pesan tersebut.
Aktivitas interpretasi merupakan suatu hal yang sangat diharapkan oleh penulis dan sangat dibutuhkan oleh pembaca. Mengapa? Sebab hal pertama yang dihadapi seorang penulis adalah interpretasi pembaca.
Kemungkinan terburuk dari hal ini adalah kenyataan di mana pembaca dengan serta merta menghakimi tulisan dengan ‘liar’, pembaca menginterpretasi berdasarkan posisi batinnya: apa yang dirasakan dan dipikirkan saat membacanya.
Sebenarnya hal ini menampilkan keberhasilan penulis. Seorang penulis berhasil jika tulisannya mengganggu kemapanan jalan pikiran seseorang, jika ia mampu membuat seseorang keluar dari koridor pemikiran yang biasa-biasa saja, mampu membuat tulisannya lebih hidup pada ingatan orang.
Seorang penulis berhasil jika tulisannya membuat pembaca masuk ke dalam situasi gaduh, berkelahi dengan dirinya sendiri, mengotakkan pemikirannya antara pro dan kontra, antara iya dan tidak, antara setuju dan menolak.
Di sisi lain, kenyataan ini menggambarkan kelemahan dalam diri pembaca. Saya teringat akan sebuah tulisan yang saya temukan dalam dinding facebook saya beberapa waktu lalu.
Isinya seperti ini: ‘Tidak semua yang menulis Hahahahaa berarti tertawa’. Pesannya sederhana, bahwa tidak semua penulis yang menulis cinta berarti sedang jatuh cinta, tidak semua penulis yang menulis rindu berarti sedang merindukan, tidak semua penulis yang menulis luka berarti sedang terluka.
Di dalam kenyataan, pembaca sering kali menggunakan interpretasi secara sepihak dengan tergesa-gesa. Ia mengotakkan horizon makna dari tulisan yang ada, mengotakkan pikiran atau imajinasi penulis pada batasan tertentu.
Bahkan ia juga ‘menuduh’ penulis sebagai seseorang yang sedang berada di dalam dunia tulisannya, yang sedang mengalami dunia dalam tulisan tersebut. Lebih parahnya lagi ialah interpretasi seperti ini sering kali dijadikan sebagai
kesimpulan akhir pembaca.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.