Opini

Opini: Menjadi Murid yang Memberdayakan Dalam Kasih dan Peduli Masalah Stunting  

Teks Matius 18:15-20 sering dibahas dalam konteks menjaga keutuhan komunitas dan menekankan proses pemulihan relasi yang didasari pada kasih. 

Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Mesakh A.P.Dethan 

David Turner juga menunjukkan bahwa mandat "mengajarkan mereka melakukan segala sesuatu" adalah tanda bahwa Injil mengubah seluruh hidup seseorang, baik dalam relasi pribadi maupun tanggung jawab sosial termasuk tanggungjawab dalam pengetasan stunting di Indonesia. 

Beberapa hal dapat kita renungkan dan aplikasikan dalam hidup kita bersama.

1. Dalam kehidupan sehari-hari

Dalam teks yang pertama, Matius 18:15-20  mengajarkan kita tentang pentingnya kasih dan tanggung jawab dalam memperbaiki relasi di dalam komunitas. 

Ketika kita menghadapi masalah atau perbedaan, kita diajarkan untuk berupaya secara proaktif dalam menyelesaikannya, dimulai dengan pendekatan pribadi yang lembut. 

Prinsip kasih yang mengutamakan pemulihan adalah bagian dari panggilan kita sebagai pengikut Kristus untuk saling membangun. Jangan pakai media sosial seperti FB untuk menyelesaikan masalah. 

Jika suami atau istri ada masalah, jangan muat status untuk saling permalukan. Itu bukan langkah gerejawi, tetapi langkah dunia yang menyesatkan.  

Daripada kita saling menyalahkan atau mempermalukan satu sama lain, lebih baik mari kita melihat masalah bersama di sekitar kita yakni masalah stunting

Karena itu saya mengajak Jemaat Yeruel Seba Kota untuk punya kepedulian terhadap persoalan Stunting di NTT dan di Sabu Raijua yang masih tinggi.  

Sedangkan dalam teks Matius 28:15-20 kita bisa belajar bahwa dalam kehidupan sehari-hari: Amanat Agung memanggil kita untuk menjadi agen perubahan di lingkungan kita. 

Hidup sebagai murid Kristus berarti mempengaruhi keluarga, komunitas, dan tempat kerja kita dengan nilai-nilai Kerajaan Allah. 

Tugas kita bukan hanya membicarakan Injil tetapi juga menunjukkan kasih, keadilan, dan kebenaran melalui tindakan kita. 

Melalui kasih kepada sesama, kita memuliakan Tuhan dan menggenapi panggilan ini.

Kepedulian terhadap persoalan stunting: Di Indonesia, dan khususnya di NTT, masalah stunting merupakan tantangan yang serius. 

Stunting bukan hanya masalah kesehatan, tetapi juga ketidakadilan sosial dan ekonomi yang mempengaruhi masa depan anak-anak. 

Ketika kita memahami Amanat Agung, kita dipanggil untuk peduli dan bertindak terhadap penderitaan manusia.

Melawan stunting bisa menjadi salah satu cara konkret menghidupi perintah Yesus untuk mengasihi sesama. 

Kita bisa mendukung program-program kesehatan masyarakat, memberikan edukasi gizi, dan membangun kolaborasi dengan gereja-gereja serta lembaga-lembaga sosial lainnya untuk membantu keluarga-keluarga yang terdampak stunting

Sebagai komunitas gereja, kita dapat memberikan perhatian khusus kepada kesehatan ibu hamil dan anak-anak, menyediakan makanan sehat, dan memastikan akses terhadap air bersih.

2. Kepedulian terhadap persoalan stunting di NTT dan Sabu Raijua

Dalam konteks stunting yang tinggi di Indonesia, terutama di NTT dan Sabu Raijua, kita dapat melihat bahwa masalah ini membutuhkan perhatian serius dari berbagai pihak, termasuk gereja. 

Gereja adalah mitra pemerintah dalam menyelesaikan masalah stunting. Gereja, Kampus dan pemerintah bisa berkolaborasi dan berbagi tangungjawab dalam mengatasi stunting (Zaluchu 2023). 

Stunting bukan hanya masalah kesehatan tetapi juga mencerminkan ketidakadilan sosial dan ketidaksetaraan ekonomi yang berdampak pada anak-anak. 

Di sinilah pentingnya kampus gereja, dan pemerintah mengatasi stunting berbasi agama dan budaya lokal  (Sazali and Utami 2023). 

Kemarin dalam rapat koordinasi stunting di Gereja Yeruel bapak Sekda Sabu Raijua mengatakan bahwa ketika kita bicara stunting, kita berbicara tentang  penanganan stunting sejak dalam kandungan, agar supaya orang tua bisa melahirkan generasi yang sehat dan cerdas. 

Hasil penelitian menunjukan kita tidak saja perlu untuk mengenali faktor-faktor pencegahan stunting (“Faktor faktor Pencegahan Stunting,” n.d.)  tetapi juga penanganan stunting lebih awal teramat penting. 

Bahwa seribu hari pertama kehidupan manusia itu penting untuk mendapatkan asupan nitrisi (Marni and Ratnasari 2021)untuk mencegah stunting (Pengabdian Masyarakat et al., n.d.)

Sikap kita sebagai orang Kristen haruslah menunjukkan kepedulian yang nyata terhadap anak-anak yang rentan ini. 

Gereja sebagai komunitas Kristus bisa menjadi pelopor dalam mengatasi masalah ini, dimulai dengan meningkatkan kesadaran jemaat akan pentingnya gizi dan kesehatan anak-anak. 

Menjadi "tangan kasih" bagi keluarga yang terdampak dengan memberikan edukasi kesehatan, makanan bergizi, dan program bantuan yang memadai dapat menjadi langkah nyata gereja dalam mengurangi stunting di lingkungan sekitar.

Kita dapat melaksanakan langkah-langkah berikut

1.Mengadakan edukasi gizi bagi ibu hamil dan balita di gereja dengan melibatkan ahli gizi atau tenaga Kesehatan atau gereja memfasiitasi pemerikaan kehamilan dan penyuluhan Kesehatan untuk mencegah stunting (Huru et al. 2023). 

Hari ini pihak UKAW ( Universitas Kristen Artha Wacana) Kupang  dan Jemaat Yeruel Seba Kota  dalam bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Sabu Raijua menghadirkan ahli gizi untuk bicara bersama para mahasiswa dan alumni UKAW bersama anak-anak katekisasi Jemaat Yeruel.

Mari kita bersama anak-anak katekisasi gereja Yeruel Seba Kota. Ke depan bapak dan ibu guru sekolah minggu bisa mengajak anak-anak makan buah dan sayur. 

Beberapa gereja di Pulau Jawa sudah mencoba misalnya di Gereja Kristen Jawi Wetan  (Dewi 2022).

2. Membangun kerjasama dengan organisasi kesehatan dan sosial, baik pemerintah maupun swasta, untuk mendukung keluarga yang terdampak stunting

Edukasi-edukasi kepada calon ibu, ibu yang sedang hamil atau yang sedang menyusui harus juga mendapatkan perhatian dari gereja untuk pencegahan stunting (Yulianti, Sofiyanti, and Sandra 2023).

3. Mendirikan pos pelayanan kesehatan gereja (Posyandu Gereja) di daerah-daerah yang sulit dijangkau untuk memudahkan akses kesehatan bagi masyarakat.

4. Mendorong anggota jemaat untuk menjadi agen peduli gizi dan kesehatan di lingkungannya, sehingga komunitas yang sehat bisa terbangun dari dalam. 

Gereja harus berani dalam perayaan hari raya gereja untuk memberikan apresiasi kepada anak-anak Tuhan yang telah berjuang untuk atasi stunting dalam jemaat, berupa piagam atau hadiah hiburan. 

Kepemimpinan (leadership) dan kualitas pelayanan gereja harus juga mampu memberi dampak untuk pelayanan masyarakat dalam arti luas termasuk stunting (Qusan 2024) .

Jadi bapak ibu saudara-saudari semua, saya ingin menyimpulkan bahwa teks Matius 18:15-20 mengingatkan kita tentang pentingnya menjaga relasi dalam kasih yang tulus, serta mendorong kita untuk bertanggung jawab dalam kehidupan jemaat kita di Yeruel Seba Kota ini. 

Prinsip pemulihan dalam gereja ini bisa kita terapkan dalam kepedulian nyata terhadap mereka yang rentan, termasuk dalam mengatasi masalah stunting di sekitar kita. 

Ketika gereja peduli dan terlibat, maka kasih Kristus akan semakin nyata dirasakan oleh masyarakat, bangsa dan negara kita bahkan bagi dunia ini.   (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved