Opini

Opini: Menjadi Murid yang Memberdayakan Dalam Kasih dan Peduli Masalah Stunting  

Teks Matius 18:15-20 sering dibahas dalam konteks menjaga keutuhan komunitas dan menekankan proses pemulihan relasi yang didasari pada kasih. 

Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Mesakh A.P.Dethan 

Karena jika ini yang kita lakukan, perilaku gosip dan membuli,  maka sebetulnya kita sudah memvonis dan menghukum orang tanpa ada rasa kasih.   

Padahal dalam kehidupan gereja kasih harus diutamakan, kendatipun dalam gereja juga berlaku hukum dan disiplin gereja.  

Menurut R. T. France (France 2007) dalam bukunya The Gospel of Matthew (Grand Rapids: Eerdmans, 2007, halaman 687-692), France menekankan pentingnya pendekatan yang penuh kasih dalam proses disiplin gereja, dimana langkah-langkah ini bukan untuk menghukum tetapi untuk memulihkan dan menjaga kesatuan tubuh Kristus. 

Penegakan disiplin gereja perlu untuk menjaga kekudusan dalam gereja  (Loi 2022),  dan bukan dalam rangka menghukun tetapi pemulihan. 

Pemulihan di sini berarti mengembalikan orang yang bersalah ke dalam persekutuan dengan gereja dan dengan Allah. Yang kita lakukan bukan menghukum dan mengusir dari persekutuan, tetapi merangkul dan “mendapatkan kembali saudara kita yang hilang”.

2. Pendekatan bersama saksi. Bahwa jika langkah pertama gagal, beberapa saksi harus diajak dalam upaya penyelesaian. 

Artinya bahwa jika pendekatan pribadi saja, tidak mempan, kita dapat mengajak orang lain yang lebih berkompeten dan punya pengaruh untuk selesaikan masalah. 

Jadi ingat, ajak orang yang kompeten, bukan ajak provokator atau mulut ember.

Hal ini penting artinya penyelesaian masalah masih dalam lingkup yang kecil, dan hal-hal yang sifatnya pribadi masih bisa terjaga, walaupun ada satu dua orang saksi untuk membantu menyelesaikan masalah. 

Penekanan pada penyelesaian yang sifatnya pribadi dan menjaga privasi orang ini sebetulnya sudah dipraktikkan oleh orang-orang Yahudi sejak dulu kala.  

Menurut Craig S. Keener (Keener 1999)dalam bukunya A Commentary on the Gospel of Matthew (Grand Rapids: Eerdmans, 1999, halaman 453-456), Keener membahas konteks sosial dan komunitas dalam teks ini. 

Ia menyebutkan bahwa dalam budaya Yahudi, konflik dalam komunitas seharusnya diselesaikan secara pribadi terlebih dahulu. 

Prinsip ini dimaksudkan agar tidak mempermalukan pihak yang bersalah, tetapi menunjukkan kasih yang berupaya memulihkan. 

Keener juga mencatat bahwa ayat 20 (di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama Yesus) memperlihatkan bahwa Yesus hadir dalam upaya penyelesaian konflik dalam jemaat. 

Bahwa dua tiga orang berkumpul bukan untuk bicara aib orang tetapi dalam rangka mencari penyelesaian masalah yang dihadapi. Jadi jika dua tiga ibu berkumpul cari kutu, bukan dalam rangka omong gosip tapi omong firman Tuhan.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved