Cerpen
Cerpen: Panggil Saja Diasi Molas
Ada sesuatu di balik nama itu yang membuatku merasa terikat. Bayangkan, orang tuanya benar-benar menamai anak mereka cantik.
Oleh: Marianus Jefrino
POS-KUPANG.COM - Ketika pertama kali mendengar namanya, aku merasa bingung.
"Diasi Molas?" gumamku, mencoba mencerna makna di balik kata-kata itu.
Dalam Bahasa Manggarai, Molas berarti cantik, dan seketika pikiranku berkecamuk.
Apakah ini sebuah pernyataan? Kalimat pujian, untuk seorang perempuan yang memang cantik?
Atau hanya permainan kata-kata yang dibuat orang untuk menciptakan kesan mewah?
Namun, ternyata itu benar-benar namanya. Bukan sekadar pujian, tapi identitas. Nama yang aneh, pikirku. Tapi aneh yang membuat penasaran. Diasi Molas.
Ada sesuatu di balik nama itu yang membuatku merasa terikat. Bayangkan, orang tuanya benar-benar menamai anak mereka cantik.
Di kepalaku muncul spekulasi, mungkin mereka adalah orang tua yang penuh idealisme, membayangkan anak mereka akan tumbuh menjadi perempuan dengan segala kecantikan lahir dan batin— sebuah kemewahan hidup yang diimpikan setiap orang tua di kampung ini.
Aku tidak tahu pasti bagaimana wujudnya, ketika pertama kali mendengar nama itu, tapi rasanya seperti nama yang punya beban harapan, atau bahkan sebuah ramalan yang dipaksakan.
"Apakah dia memang secantik namanya?" pikirku, sedikit skeptis.
Ketika akhirnya aku melihat Diasi untuk pertama kali, aku tersadar betapa salahnya penilaianku.
Dia berdiri di tepi sawah, rambutnya yang hitam legam terurai ditiup angin, wajahnya dihiasi oleh sinar lembut matahari yang mulai tenggelam.
Tapi bukan kecantikannya yang mencuri perhatianku. Ada aura sunyi yang melingkupinya, seperti seseorang yang membawa beban yang tak kasat mata.
"Siapa dia?" tanyaku pada tetanggaku, Pak Niko, yang kebetulan sedang duduk di depan rumah ketika aku lewat.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.