Opini

Opini: Premanisme, Kebebasan Berekspresi, dan Pasang Surut Demokrasi

Aksi premanisme ini tidak hanya sekadar perusakan fisik, tetapi juga merupakan serangan langsung terhadap kebebasan berekspresi di Indonesia. 

Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Marianus Jefrino. 

Untuk mengatasi masalah premanisme yang mengancam kebebasan berekspresi dan demokrasi, solusi yang tegas harus diambil.

Pertama, penegakan hukum yang tegas dan konsisten harus diberlakukan, tidak hanya terhadap pelaku premanisme, tetapi juga terhadap aparat yang membiarkan tindakan ini terjadi. 

Keterlibatan hukum internasional, seperti ICCPR, dapat menjadi tekanan moral bagi Indonesia untuk memperbaiki situasi ini.

Kedua, ruang sipil harus dijaga dan diperluas, dengan memberikan perlindungan terhadap organisasi-organisasi masyarakat sipil, media, dan individu yang ingin menyampaikan pendapat mereka. 

Di sini, peran organisasi non-pemerintah, seperti SETARA Institute, dan lain-lain, menjadi sangat penting dalam mengadvokasi hak-hak sipil dan memonitor pemerintah.

Ketiga, pendidikan politik dan kesadaran akan hak-hak asasi harus ditingkatkan di masyarakat. Demokrasi yang kuat hanya bisa terbentuk ketika warga negara memahami hak-hak mereka dan berani untuk menuntutnya.

Akhirnya, premanisme, kebebasan berekspresi, dan demokrasi adalah tiga elemen yang saling terkait. Ketika satu elemen dirusak, maka dua elemen lainnya juga akan terkena dampaknya. 

Aksi premanisme yang terus terjadi, ditambah dengan pembiaran oleh aparat negara, adalah tanda jelas bahwa demokrasi di Indonesia sedang mengalami pasang surut yang mengkhawatirkan. 

Kini, saatnya untuk bertindak tegas, tidak hanya demi melindungi hak-hak individu, tetapi juga demi masa depan demokrasi yang inklusif dan sehat di Indonesia.  (*)

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved