Berita NTT
Perubahan Status Taman Nasional Mutis Timau, WALHI NTT: Belajar dari TN Komodo
Yuvensius menjelaskan, skema perlindungan dalam kawasan Taman Nasional lebih terbatas apabila dibandingkan dengan Cagar Alam.
Penulis: Irfan Hoi | Editor: Oby Lewanmeru
Tahun 1977 Penunjukan sebagai Cagar Biosfer Komodo dalam program Man and Biosphere Reserve oleh The United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO). Kemudian pada tahun 1980 Penunjukan sebagai Taman Nasional Komodo.
Pasca penetapan Taman Nasional Komodo merupakan awal dari catatan sejarah dimana peranan KLHK dalam merombak sistem zonasi dalam kawasan Taman Nasional Komodo.
"Pulau Padar dan Tatawa menggambarkan perubahan zonasi yang signifikan sebelum dan setelah 2012," katanya.
Di Pulau Padar, sebelum tahun 2012 hanya terdapat zona inti dan zona rimba, namun KLHK mengeluarkan SK No. SK.21/IV-SET/2012 mengkonversi 303,9 hektar menjadi zona pemanfaatan wisata darat. Zona ini terbagi menjadi 275 hektar untuk ruang usaha dan 28,9 hektar untuk ruang wisata publik.
Kemudian pada September 2014, KLHK memberikan izin kepada PT KWE untuk mengelola 274,13 hektar dari ruang usaha yang ada. Serupa, di Pulau Tatawa, zonasi juga diubah oleh KLHK untuk mendukung investasi PT Synergindo Niagatama (PT SN).
Pada tahun 2012, 20,944 hektar lahan di Pulau Tatawa dikonversi menjadi zona pemanfaatan wisata darat, dengan 14,454 hektar untuk ruang publik dan 6,490 hektar untuk ruang usaha.
Pada tahun 2014, PT SN memperoleh konsesi untuk membangun bisnis pariwisata di seluruh ruang usaha yang tersedia.
"Mutis Timau dalam ancaman yang sama
kita patut mempertanyakan apa agenda lanjutan dari pemerintah pusat pasca penetapan taman Nasiona Mutis Timau," kata Yuvensius.
WALHI NTT menduga pola yang sama di TN Komodo akan terulang di TN Mutis Timau. Perubahan status itu membuka akses bagi pengusaha untuk mengembangkan bisnisnya di kawasan tersebut.
"Apakah pola yang terjadi di Taman Nasional Komodo akan kembali terulang di Taman Nasional Mutis Timau?. Yang pasti bahwa pengelolaan taman nasional Mutis Timau akan dilakukan dengan sistem Zonasi yang akan memberikan akses bagi para pengusaha-pengusaha mengembangkan bisnisnya," kata dia.
Dia menegaskan, upaya masyarakat adat dalam perlindungan Mutis Timau dengan pendekatan kultural yang diwariskan secara turun temurun diabaikan oleh KLHK yang semestinya menjadi satu satunya lembaga yang turut serta dalam memastikan keberlanjutan lingkungan hidup.
"KLHK wajib membatalkan kembali keputusan yang keliru di Mutis Timau karena itu satu satunya pilihan waras dalam upaya perlindungan lingkungan dan penyelamatan masyarakat adat," tegas dia. (fan)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.