Opini

Opini: Pemimpin dan Budaya Membaca

Membaca memberikan inspirasi baru, ide-ide kreatif dan inovatif yang sangat bermanfaat dalam mengembangkan organisasinya.

Editor: Dion DB Putra
DOKUMENTASI
Ilustrasi 

Kondisi ini sejalan dengan hasil dalam penelitian World’s Most Literate Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State University (2016) yang menyatakan bahwa minat baca masyarakat Indonesia berada pada posisi 60 dari 61 negara yang diteliti.

Survei Programme for International Students Assesment (PISA, 2019) menemukan bahwa tingkat literasi masyarakat Indonesia pada posisi 62 dari 70 negara yang diteliti. 

Ranking ini bermakna bahwa kondisi literasi terutama kemampuan memahami bacaan di Indonesia masuk pada kategori buruk. 

Kondisi literasi sedikit membaik pada 2022 ketika posisi Indonesia naik dua peringkat ke urutan 60. Perbaikan peringkat yang belum sungguh berarti.

Tingkat literasi yang rendah sangat berpengaruh pada kualitas kepemimpinan. Pemimpin yang level literasinya rendah dapat dilihat dari kualitas kebijakan yang dihasilkan juga rendah. 

Kualitas kebijakan yang rendah muncul ketika hasil kebijakan tersebut tidak berdampak bagi orang banyak tapi hanya kepada sang pemimpin dan segelintir orang di sekitarnya. 

Beragam kejahatan yang merugikan kepentingan bersama/umum seperti kolusi, korupsi, dan nepotisme sering terjadi karena rendahnya level literasi pemimpin.

Kualitas yang buruk juga nampak dari kapasitas public speaking yang rendah. Dalam pertemuan atau seremoni, pemimpin yang abai membaca akan mengungkapkan hal yang serupa dalam berbagai kesempatan. Tidak ada hal baru apalagi menarik dari apa yang disampaikan.

Kosakatanya miskin dan pasti tidak menggugah pendengar/audiensnya. Pemimpin model ini mengeluarkan kata-kata yang mati dan membosankan, yang tidak merangsang pertumbuhan dan perkembangan manusia atau lembaga yang dipimpinnya.

Menengok perilaku para pemimpin hari-hari ini nampak dengan telanjang betapa banyak di antara mereka yang berkemampuan literasi sangat rendah. Dalam seremoni atau diskusi publik lebih mengutamakan otot daripada otak. 

Ketika emosi sudah terpancing maka kata-kata yang dikeluarkan menggunakan nama-nama binatang. Tidak ada integritas yaitu kesatuan antara kata dan perbuatan. 

Sehingga kata-kata yang dikeluarkan begitu indah terdengar di telinga namun alpa dalam realitas yang dipandang mata. Janji begitu manis tapi jauh dari realitas.

Read to learn

Seorang pemimpin sejatinya memiliki spirit read to learn (membaca untuk belajar). 

Membaca adalah kegiatan inti untuk membangun pemahaman sehingga terbentuk pengetahuan dan kompetensi yang semakin mendukung seorang pemimpin mempertimbangkan dan membuat keputusan yang benar, bijak dan berguna bagi keamaslahatan orang banyak.

Halaman
123
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved