Opini
Opini: Harmoni Tradisi dan Jiwa, Menggali Peran Kearifan Lokal dalam Kesehatan Mental Masyarakat NTT
Diperkirakan ada sekitar 9,1 juta orang di Indonesia yang mengalami depresi, dengan prevalensi sekitar 3,7 persen dari total populasi.
Oleh Petrus Selestinus Mite
Tinggal di Kupang
POS-KUPANG.COM - Kesehatan mental (mental health) menjadi isu yang semakin mendesak.
Peningkatan stres akibat tuntutan hidup yang tinggi, paparan media sosial yang tidak terbendung, tekanan dari lingkungan kerja serta pendidikan telah memicu krisis kesehatan mental di berbagai tempat.
Persoalan ini tidak hanya dipandang sebagai isu individu semata, tetapi sudah menjadi masalah masyarakat yang harus dihadapi secara kolektif.
WHO melaporkan sekitar 1 dari 8 orang di seluruh dunia mengalami gangguan kesehatan mental. Ini mencakup kondisi seperti depresi, kecemasan, dan gangguan bipolar.
Gangguan kesehatan mental diperkirakan menimbulkan beban ekonomi global sekitar 2,5 triliun dolar AS per tahun, yang mencakup biaya perawatan dan hilangnya produktivitas.
Selain itu, dampaknya terhadap kualitas hidup individu dan keluarga sangat besar. Data terakhir yang tersedia di tahun 2023, Indonesia menghadapi tantangan serius dalam menangani masalah kesehatan mental.
Diperkirakan ada sekitar 9,1 juta orang di Indonesia yang mengalami depresi, dengan prevalensi sekitar 3,7 persen dari total populasi.
Selain itu, sekitar 16 juta orang berusia 15 tahun ke atas mengalami kecemasan dan depresi, yang kerap menjadi pemicu kasus bunuh diri.
Kondidi sosial dan ekonomi seperti menipisnya kesempatan kerja, beban pekerjaan yang tidak sesuai dengan upah, ketidaksiapan masyarakat dalam menghadapi arus teknologi digital, akses terhadap pendidikan belum semuanya merata, dan praktik-praktik sosial kultural yang feodal merupakan akar terjadinya krisis kesehatan mental.
Krisis ini memperburuk stress dan ketidakstabilan emosional, serta meningkatkan risiko gangguan mental seperti depresi dan kecemasan.
Terlebih lagi keterbatasan dalam akses layanan kesehatan mental yang masif dan rendahnya kesadaran mengenai pentingnya kesehatan mental memperburuk keadaan.
Faktor-faktor ini menciptakan lingkaran setan yang memperburuk kesejahteraan individu dan komunitas, dan memerlukan pendekatan komprehensif yang melibatkan reformasi kebijakan, peningkatan akses ke layanan, serta program-program pendidikan dan dukungan sosial yang sensitif terhadap konteks lokal.
Tradisi Sosial sebagai Fondasi Dukungan Emosional
Masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) dikenal dengan solidaritas dan semangat gotong royong yang kuat. Nilai-nilai ini menciptakan ikatan sosial yang erat, di mana setiap anggota masyarakat saling menjaga dan mendukung.
Petrus Selestinus Mite
Opini Pos Kupang
kesehatan mental
kesehatan mental Masyarakat
kearifan lokal
Opini: Prada Lucky dan Tentang Degenerasi Moral Kolektif |
![]() |
---|
Opini: Drama BBM Sabu Raijua, Antrean Panjang Solusi Pendek |
![]() |
---|
Opini: Kala Hoaks Menodai Taman Eden, Antara Bahasa dan Pikiran |
![]() |
---|
Opini: Korupsi K3, Nyawa Pekerja Jadi Taruhan |
![]() |
---|
Opini: FAFO Parenting, Apakah Anak Dibiarkan Merasakan Akibatnya Sendiri? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.