Opini

Opini: Harmoni Tradisi dan Jiwa, Menggali Peran Kearifan Lokal dalam Kesehatan Mental Masyarakat NTT

Diperkirakan ada sekitar 9,1 juta orang di Indonesia yang mengalami depresi, dengan prevalensi sekitar 3,7 persen dari total populasi. 

Editor: Dion DB Putra
ILUSTRASI
Suasana di lapangan Pasola Lamboya, Kabupaten Sumba Barat. 

Mengurangi Stigma dengan Pendekatan Budaya

Kendati kesehatan mental sering kali masih dianggap tabu di banyak daerah di Indonesia, kearifan lokal di NTT menawarkan pendekatan yang dapat membantu mengurangi stigma tersebut. 

Dengan menempatkan masalah mental dalam konteks adat dan spiritual, individu yang mengalami gangguan mental tidak selalu dianggap bermasalah atau lemah.

Sebaliknya, mereka mungkin dipandang sebagai orang yang sedang kehilangan keseimbangan spiritual yang perlu dipulihkan melalui ritual atau interaksi sosial yang lebih intens.  

Pada masyarakat Rote, Sabu dan Timor juga memiliki beberapa ritual yang bisa dimaknai sebagai proses pendekatan budaya dalam mengurangi stigma. 
Pertama, Ritual Hus (Rote). 

Upacara adat masyarakat Rote yang dilaksanakan sebagai wujud syukur kepada Tuhan atas hasil panen, kehidupan, atau keselamatan. Ritual ini melibatkan seluruh komunitas, sehingga memperkuat rasa kebersamaan. 

Individu yang mengalami masalah kesehatan mental tidak akan merasa sendirian atau terisolasi karena diintegrasikan ke dalam kegiatan kolektif. Keterlibatan dalam ritual ini menanamkan rasa memiliki dan menghilangkan stigma sosial terhadap individu yang mengalami kesulitan mental.

Pemaknaan lainnya adalah ada penerimaan sosial dalam upacara ini, dimana upacara ini membantu menanamkan nilai bahwa setiap individu berharga, terlepas dari kondisi mental yang dihadapi. Masyarakat didorong untuk lebih memahami dan menerima orang-orang yang mengalami gangguan mental, mengurangi anggapan bahwa mereka berbeda atau bermasalah.

Kedua, Ritual Lii Doka (Sabu). Lii Doka adalah salah satu upacara adat di Sabu yang berhubungan dengan perayaan kehidupan, kelahiran, dan kematian. Masyarakat diingatkan bahwa kehidupan penuh dengan siklus dalam ritual ini.

Individu yang menghadapi masalah mental dipandang sebagai seseorang yang sedang melalui fase yang normal dalam siklus hidup, mengurangi stigma yang menganggap mereka lemah atau sakit. 

Ritual ini menekankan hubungan yang erat dengan leluhur dan alam, serta keyakinan bahwa setiap orang memiliki nilai dan peran dalam siklus kehidupan (penerimaan universal). 

Ketiga, Ritual Fua Lii (Soe). Upacara adat untuk merayakan pernikahan, kelahiran, atau acara penting lainnya pada masyarakat Soe. Keterlibatan masyarakat dalam ritual Fua Lii menekankan pentingnya inklusivitas sosial (Penerimaan melalui keterlibatan komunitas). 

Masyarakat yang menghadapi krisis kesehatan mental tidak akan diisolasi atau dijauhi, karena nilai kebersamaan diutamakan dalam setiap aspek kehidupan. 

Keempat, Ritual Nai Maromak (Timor). Ritual pemujaan kepada Tuhan dan leluhur yang dilakukan oleh masyarakat Timor. 

Pemaknaannya dalam kontekS mental health adalah spiritualitas sebagai penyembuhan dan kesetaraan setiap individu di hadapan Tuhan. Masyarakat diajak untuk berdoa bersama demi kesembuhan seseorang, yang menunjukkan solidaritas dan penerimaan tanpa diskriminasi.

Halaman
1234
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved