Renungan Harian Kristen
Renungan Harian Kristen Minggu 18 Agustus 2024, "Hidup Sebagai Hamba Allah di Negara yang Merdeka"
Makna dari alinea ketiga Pembukaan UUD 1945, yakni menjadi motivasi materiil kemerdekaan Indonesia, yaitu berkehidupan bebas dan merdeka
Kata kerja yang diterjemahkan sebagai "submit" pada awalnya adalah istilah militer yang berarti mengatur atau menempatkan di bawah otoritas orang lain. Seseorang tunduk pada otoritas sehingga mematuhi otoritas itu. Kemudian bergantung pada otoritas tersebut.
Berserah diri untuk menaati pemimpin dan setiap aturan yang ditetapkan, baik yang memegang kekuasaan tertinggi maupun terendah. Bagi Barclay, sebagai orang beriman, pendatang dan perantau, menghormati pemerintah yang menjalankan kekuasaan untuk kebaikan masyarakat. Menaati aturan pemerintah yang sah untuk mengatur kehidupan bersama.
Keempat, ketika sudah menjadi orang yang telah dimerdekakan. Maka hiduplah sebagai orang merdeka dan bukan seperti mereka yang menyalahgunakan kemerdekaan (ay. 16-17). Petrus mengingatkan mereka sebagai warga negara yang merdeka.
Merdeka “dari” dan merdeka “untuk” apa? Ada dua alasan: Pertama, beberapa penafsir mengatakan bahwa Petrus mengingatkan para budak tentang tahun ketujuh yang adalah tahun terakhir kerja keras bagi budak, budak yang telah dilepaskan kembali.
Baca juga: Renungan Harian Kristen Minggu 18 Agustus 2024, Dipimpin Oleh Hikmat Tuhan
Barclay mengatakan, “Ada enam puluh juta hamba dalam kekaisaran Romawi. Menurut hukum yang berlaku mereka bukanlah manusia melainkan sekedar barang-barang yang tidak memiliki hak apa pun. Namun ketika mereka sudah dibebankan maka mereka memilik hak dan kewajiban yang sama. Kedua, sebagai orang beriman mereka telah dimerdekakan oleh Kristus.
Oleh karena itu, mereka jangan menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi segala kejahatan mereka. Kata merdeka berasal dari kata evleu, qeroi yang merupakan kata sifat normal, bebas, tidak terikat, tidak terikat kewajiban dan bukan budak lagi.
Yang artinya bebas, lepas, tidak dikuasai, sesuatu yang tidak dibatasi oleh kewajiban atau juga diartikan sebagai seseorang yang tidak berdosa. Karena itu kehidupan orang merdeka yang ada di perantau sebagai hamba Allah, utusan Allah di tengah-tengah lingkungan, dunia, yang tindakannya, sikap dan cara hidup yang tidak memuliakan Allah.
Bagi Petrus di situlah kehidupan orang beriman menjadi bermakna. Jadi kemerdekaan yang diperoleh “untuk” menunjukkan sikap hidup, cara hidup, cara kerja yang baik sebagai orang beriman.
Pertama, kita masih dalam suasana perayaan kemerdekaan Negara Republik Indonesia yang ke-79. Pertanyaan refleksi kita adalah: merdeka “dari” dan merdeka “untuk”? sejarah mencatat bahwa kita pernah dijajah oleh bangsa lain, Belanda, Portugis dan Jepang. Kolonialisme tercatat dalam sejarah dan tak akan dilupakan.
Walaupun kita merdeka dari kolonialisme, namun kita tidak merdeka “sepenuhnya”. Sebab percampuran tak bisa dihindarkan. Kolonialisme tidak hanya berkaitan dengan peristiwa saat penjajahan saja, tetapi juga bagaimana dampak dan efek yang ditimbulkan dari proses tersebut.
Kolonialisme juga tidak berhenti setelah suatu negara telah memperoleh kemerdekaannya, proses tersebut tetap berlangsung hingga saat ini. Salah satu contoh yang diungkapkan oleh John Campbell-Nelson. Ia memberikan contoh upacara pemberkatan nikah di GMIT.
Upacara perkawinan Kristen (Belanda) bertemu dengan tradisi perkawinan suku serta struktur-struktur kekerabatannya sehingga menghasilkan tradisi gereja lokal yang unik. Pada berbagai tahap di dalam proses upacara perkawinan itu dilaksanakan pertukaran "mas-kawin" dan buah pinang, sementara pakaian kedua mempelai adalah pakaian daerah atau pakaian khas suku bagi upacara perkawinan dan ini semua disaksikan oleh pendeta.
Lalu pendeta mengenakan jubah kependetaannya (gaya-Belanda), dan kedua mempelai mengganti pakaiannya menjadi pakaian pengantin gaya Barat (termasuk: gaun pengantin warna putih) untuk mulai menjalani upacara perkawinan gerejawi.
Khotbah yang disampaikan pendeta akan diambil dari Efesus 5:21-33 (berarti: konteks budaya Yunani Timur Tengah) diikuti dengan pemotongan kue pengantin (berasal dari kebiasaan Romawi). Pada waktu pestanya, gong dan tarian tradisional akan "dicampur" dengan pita rekaman kaset disko (dari Amerika-Afrika) atau dengan musik country dan Barat (Anglo-Amerika). Esok harinya, mereka akan mengganti pakaian lagi dengan pakaian tradisional dalam rangka penerimaan mempelai perempuan ke dalam rumah suaminya, menurut adat-istiadat suku.
Dampak kolonialisme masih terasa hingga saat ini dan percampuran tidak bisa dihindari. Kita masih merasa inferior di hadapan suku bangsa yang secara budaya telah berkembang. Kita merasa “kecil” di hadapan mereka yang dari luar datang. Mental “terjajah”.
Renungan Harian Kristen Kamis 28 Agustus 2025, Pendoa Bagi Indonesia |
![]() |
---|
Renungan Harian Kristen Rabu 27 Agustus 2025, Doakan Pertobatan Bangsa |
![]() |
---|
Renungan Harian Kristen Selasa 26 Agustus 2025, Garam dan Terang Bagi Bangsa |
![]() |
---|
Renungan Harian Kristen Senin 25 Agustus 2025, Negeri Yang Diberkati Allah |
![]() |
---|
Renungan Harian Kristen Minggu 24 Agustus 2025, Harapan: Negeri Yang Makmur |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.