Perang Rusia Ukraina

1.000 Tentara Ukraina Berhasil Terobos Perbatasan Rusia dengan Tank dan Kendaraan Lapis Baja

Salah satu serangan terbesar Ukraina terhadap Rusia sejak Februari 2022 ini mengejutkan dan memaksa Rusia mengerahkan pasukan cadangan.

Editor: Agustinus Sape
AFP/POOL/GAVRIIL GRIGOROV
Dalam foto yang didistribusikan badan intelijen milik negara Rusia, Sputnik, tampak Presiden Rusia Vladimir Putin berbicara dengan Gubernur Kursk Alexei Smirnov melalui panggilan video di Moskwa, Kamis (8/8/2024), saat Rusia sedang kewalahan menghadapi pasukan Ukraina yang berhasil menerobos perbatasan Rusia di Kursk. 

Namun, menurut majalah Foreign Affairs edisiKamis, pasukan Rusia juga sebenarnya sudah kewalahan. Bahkan, militer Rusia yang terbesar dan terkuat pun tidak akan mampu berperang selamanya, apalagi setelah kehilangan banyak tentara. Sejak Januari 2024, secara keseluruhan jumlah wilayah Ukraina yang direbut Rusia hanya sekitar 579 km persegi.

Ini belum bisa digambarkan sebagai keberhasilan karena mengorbankan lebih dari 180.000 orang Rusia. Selain tentara, peralatan perang Rusia juga perlahan-lahan menipis. Rusia pada akhirnya nanti tidak punya pilihan selain menghentikan serangan dan menyusun kembali kekuatan.

Menurut Mick Ryan, peneliti senior untuk Studi Militer di Lowy Institute di Sidney dan peneliti di Center for Strategic and International Studies, menjelaskan, dengan kondisi seperti itu artinya Rusia berada di titik kulminasi.

Dia memperkirakan Rusia kemungkinan masih bisa mempertahankan tempo serangan saat ini selama satu atau dua bulan lagi.

Militer Rusia kemungkinan masih bisa menyerang dari darat dan udara beberapa kali tetapi dengan kecepatan jauh lebih rendah.

Ryan menilai, pada kondisi seperti sekarang Ukraina harus mulai merencanakan cara terbaik memanfaatkan kemunduran kemampuan Rusia. Ini tentu tidak akan mudah karena pasti akan memakan korban lebih banyak. Ukraina dapat mempelajari medan perang untuk mencari tanda-tanda kelemahan Rusia.

Menurut dia, Ukraina juga bisa bekerja sama dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) untuk melatih dan mempersiapkan serangan baru. Operasi pertahanan kini menjadi bentuk perang yang dominan dari Ukraina. Ukraina bakal butuh manuver ofensif baru untuk mendekati dan menerobos garis pertahanan Rusia lagi. Jika berhasil, hanya saat itulah Ukraina akan dapat bernegosiasi dengan posisi tawar kuat.

Baca juga: 10 dari Ribuan Tahanan Ukraina di Rusia Dibebaskan Berkat Mediasi Vatikan dan Uni Emirat Arab

Hampir semua perang berakhir dengan perundingan. Namun, lanjut Ryan, negosiasi terbaik adalah negosiasi yang membuat musuh bertekuk lutut, seperti Jerman dan Jepang di akhir Perang Dunia II. Atau negosiasi yang membuat musuh kelelahan hingga penarikan pasukan menjadi satu-satunya pilihan yang nyata, seperti Soviet di Afghanistan.

Ukraina, kata Ryan, harus membuat pertempuran menjadi sangat tidak tertahankan dan tidak berkelanjutan bagi Rusia sehingga Rusia bersedia menyetujui, tidak hanya penangguhan sementara, tetapi penghentian perang selamanya.

”Ukraina punya semua syarat yang dibutuhkan untuk berhasil meski tentara dan senjata tak banyak. Untuk menang, Ukraina harus membangun kembali kapasitas ofensifnya, gencar dalam upaya diplomatik, dan membuat teori kemenangan yang baru,” kata Ryan.

 (kompas.id/reuters/afp/ap)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved