Perang Rusia Ukraina

1.000 Tentara Ukraina Berhasil Terobos Perbatasan Rusia dengan Tank dan Kendaraan Lapis Baja

Salah satu serangan terbesar Ukraina terhadap Rusia sejak Februari 2022 ini mengejutkan dan memaksa Rusia mengerahkan pasukan cadangan.

Editor: Agustinus Sape
AFP/POOL/GAVRIIL GRIGOROV
Dalam foto yang didistribusikan badan intelijen milik negara Rusia, Sputnik, tampak Presiden Rusia Vladimir Putin berbicara dengan Gubernur Kursk Alexei Smirnov melalui panggilan video di Moskwa, Kamis (8/8/2024), saat Rusia sedang kewalahan menghadapi pasukan Ukraina yang berhasil menerobos perbatasan Rusia di Kursk. 

POS-KUPANG.COM, MOSKWA - Pasukan Rusia kelabakan dengan serangan kilat dari Ukraina. Sebanyak 1.000 tentara Ukraina berhasil menerobos perbatasan Rusia di wilayah Kursk pada 6 Agustus dini hari. Pasukan Ukraina berhasil merangsek masuk dengan tank dan kendaraan lapis baja.

Salah satu serangan terbesar Ukraina terhadap Rusia sejak Februari 2022 ini mengejutkan dan memaksa Rusia mengerahkan pasukan cadangan. Sudah tiga hari Rusia berusaha memukul balik pasukan Ukraina di Kursk. Ribuan penduduk di sekitar wilayah itu sudah dievakuasi.

Kementerian Pertahanan Rusia, Kamis (8/8/2024), menyatakan, militer Rusia dan penjaga perbatasan berupaya menghalangi pasukan Ukraina masuk lebih dalam ke wilayah di Rusia barat daya. Pertempuran sengit dilaporkan terjadi di dekat kota Sudzha, tempat gas alam Rusia mengalir ke Ukraina.

Ada kekhawatiran konflik di wilayah ini akan menghentikan aliran gas alam ke Eropa. Presiden Rusia Vladimir Putin menyebut serangan Ukraina itu sebagai provokasi berskala besar.

”Kami terus menghancurkan formasi pasukan Ukraina di Distrik Sudzhensky dan Korenevsky di wilayah Kursk di perbatasan Rusia-Ukraina,” sebut Kementerian Pertahanan Rusia.

Militer Ukraina bungkam soal serangan ke Kursk. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy ketika berpidato pada Kamis malam waktu setempat tidak spesifik menyinggung pertempuran di wilayah Kursk.

Ia hanya menegaskan, “Rusia membawa perang ke tanah kita dan Rusia harus merasakan apa dampaknya. Orang Ukraina tahu bagaimana mencapai tujuan mereka.”

Dia juga mengatakan sudah menerima tiga ”laporan produktif” dari komandan angkatan bersenjata Ukraina, Oleksandr Syrskyi.

Perbatasan Kursk dengan Ukraina mencapai 245 kilometer. Ini memungkinkan pasukan Ukraina melancarkan serangan dengan cepat dan merebut beberapa wilayah sebelum Rusia mengerahkan bala bantuan. Dengan serangan semacam ini, operasi ofensif Rusia di beberapa bagian Ukraina timur di wilayah Donetsk bisa melemah.

Namun, memecah kekuatan Rusia juga bisa berisiko melemahkan pasukan Ukraina yang kalah jumlah di sepanjang garis depan yang mencapai 1.000 kilometer.

Baca juga: Blinken: Tidak Baik bagi China, Iran dan Korea Utara Mendukung Rusia

Pasukan Ukraina masih kalah jumlah dari Rusia dan serangan di Kursk itu kemungkinan tidak akan berdampak besar dalam jangka panjang. Rusia tetap bisa unggul meski butuh waktu untuk menarik pasukan dari garis depan ke Kursk.

Namun, serangan di Kursk itu tetap penting bagi Ukraina karena setidaknya dapat meningkatkan semangat dan kepercayaan diri pasukan Ukraina yang dibombardir Rusia tanpa henti.

Sejumlah blogger Rusia mengatakan, pasukan Ukraina bergerak maju menuju Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Kursk yang terletak sekitar 60 kilometer (km) dari Sudzha. Yuri Podolyaka, blogger militer pro-Rusia kelahiran Ukraina yang terkenal, mengatakan, ada pertempuran sengit sekitar 30 km dari PLTN era Soviet yang memasok listrik ke sebagian besar wilayah selatan Rusia.

Memecah kekuatan

Serangan di Kursk terjadi pada titik krusial dalam konflik Ukraina-Rusia. Ukraina khawatir dukungan dari Amerika Serikat akan melemah jika Donald Trump yang terpilih menjadi presiden AS.

Trump, calon presiden dari Partai Republik, telah mengatakan akan mengakhiri perang Rusia-Ukraina. Ukraina ingin menekan pasukan Rusia yang kini menguasai 18 persen wilayahnya meski seberapa signifikan serangan perbatasan itu belum jelas.

Mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev menilai serangan Ukraina itu upaya untuk memaksa Rusia mengalihkan sumber daya dari garis depan. Itu juga upaya menunjukkan kepada dunia bahwa Ukraina masih mampu berperang.

Sebagai akibat dari serangan di Kursk, Medvedev mengatakan, Rusia harus memperluas tujuan perangnya mencakup perebutan seluruh wilayah Ukraina.

Dia mengatakan, ”operasi militer khusus” Rusia harus memperoleh ”karakter ekstrateritorial yang terbuka”, dengan pasukan Rusia bergerak menuju Odesa, Kharkiv, Dnipro, Mykolayiv, Kyiv, dan wilayah sekitarnya.

Penasihat utama Zelenskyy mengatakan, serangan wilayah perbatasan akan membuat Rusia menyadari perang perlahan-lahan merangsek ke dalam wilayah Rusia. Operasi semacam itu akan memperbaiki posisi tawar Ukraina jika akan berunding dengan Rusia.

”Jika perang tidak berjalan sesuai dengan skenario mereka, barulah kita bisa berunding dan mendorong atau mendapatkan sesuatu dari mereka,” ujarnya.

Lembaga Studi Perang yang berbasis di Washington AS mengatakan, Ukraina telah memperoleh keuntungan teritorial yang signifikan dalam dua hari pertama serangan di Kursk. Pasukan Ukraina membuat kemajuan hingga 10 kilometer di Oblast Kursi Rusia.

Ini menunjukkan pasukan Ukraina sudah menembus setidaknya dua garis pertahanan Rusia dan satu benteng pertahanan. Banyak laporan menyebutkan pasukan Ukraina telah maju ke kota Korenevo, sekitar 25 km dari perbatasan Ukraina.

Bloomberg, Kamis, menyebutkan, serangan Kursk itu menunjukkan kerapuhan pertahanan perbatasan Rusia. Serangan itu juga sekaligus menghancurkan citra Putin yang selama ini digambarkan sebagai pelindung rakyat Rusia.

Bagi Ukraina, serangan ini memperkuat argumen bahwa sekutu AS dan Eropa tidak perlu takut akan ancaman eskalasi oleh Kremlin.

Selain itu, Ukraina minta harus diizinkan melawan Putin dengan cara apa pun yang dianggapnya tepat untuk mempercepat berakhirnya perang.

Pakar perang Kostyantyn Mashovets yang dikutip BBC dari unggahannya di media sosial Facebook mempertanyakan alasan Ukraina melancarkan serangan lintas batas ke Kursk. Pasalnya, salah satu masalah terbesar Ukraina adalah jumlah personal yang kurang.

Rusia memiliki lebih banyak tentara dan semakin dekat dengan kota Pokrovsk di Ukraina timur. Jadi, mengirim ratusan tentara Ukraina ke Rusia, boleh dibilang, agak nekat. ”Saya yakin itu bukan kebetulan. Ini pasti bagian dari rencana yang matang,” ujarnya.

Baca juga: Kardinal Parolin: Tahta Suci Vatikan Berkomitmen untuk Perdamaian yang Adil di Ukraina

Analis militer, Mykhaylo Zhyrokhov, kepada BBC setuju dengan Mashovets. Dia menilai Rusia terpaksa mengerahkan kembali sejumlah pasukan ke Kursk dari garis depan di Ukraina timur. Jika melihat laporan resmi perkembangan perang Rusia-Ukraina, jumlah bom luncur Rusia yang dijatuhkan di Donetsk lebih sedikit.

Itu berarti pesawat yang membawa bom kini berada di tempat lain di Rusia. ”Serangan Kursk jelas upaya menarik pasukan Rusia dari sana,” ujarnya.

Namun, menurut majalah Foreign Affairs edisiKamis, pasukan Rusia juga sebenarnya sudah kewalahan. Bahkan, militer Rusia yang terbesar dan terkuat pun tidak akan mampu berperang selamanya, apalagi setelah kehilangan banyak tentara. Sejak Januari 2024, secara keseluruhan jumlah wilayah Ukraina yang direbut Rusia hanya sekitar 579 km persegi.

Ini belum bisa digambarkan sebagai keberhasilan karena mengorbankan lebih dari 180.000 orang Rusia. Selain tentara, peralatan perang Rusia juga perlahan-lahan menipis. Rusia pada akhirnya nanti tidak punya pilihan selain menghentikan serangan dan menyusun kembali kekuatan.

Menurut Mick Ryan, peneliti senior untuk Studi Militer di Lowy Institute di Sidney dan peneliti di Center for Strategic and International Studies, menjelaskan, dengan kondisi seperti itu artinya Rusia berada di titik kulminasi.

Dia memperkirakan Rusia kemungkinan masih bisa mempertahankan tempo serangan saat ini selama satu atau dua bulan lagi.

Militer Rusia kemungkinan masih bisa menyerang dari darat dan udara beberapa kali tetapi dengan kecepatan jauh lebih rendah.

Ryan menilai, pada kondisi seperti sekarang Ukraina harus mulai merencanakan cara terbaik memanfaatkan kemunduran kemampuan Rusia. Ini tentu tidak akan mudah karena pasti akan memakan korban lebih banyak. Ukraina dapat mempelajari medan perang untuk mencari tanda-tanda kelemahan Rusia.

Menurut dia, Ukraina juga bisa bekerja sama dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) untuk melatih dan mempersiapkan serangan baru. Operasi pertahanan kini menjadi bentuk perang yang dominan dari Ukraina. Ukraina bakal butuh manuver ofensif baru untuk mendekati dan menerobos garis pertahanan Rusia lagi. Jika berhasil, hanya saat itulah Ukraina akan dapat bernegosiasi dengan posisi tawar kuat.

Baca juga: 10 dari Ribuan Tahanan Ukraina di Rusia Dibebaskan Berkat Mediasi Vatikan dan Uni Emirat Arab

Hampir semua perang berakhir dengan perundingan. Namun, lanjut Ryan, negosiasi terbaik adalah negosiasi yang membuat musuh bertekuk lutut, seperti Jerman dan Jepang di akhir Perang Dunia II. Atau negosiasi yang membuat musuh kelelahan hingga penarikan pasukan menjadi satu-satunya pilihan yang nyata, seperti Soviet di Afghanistan.

Ukraina, kata Ryan, harus membuat pertempuran menjadi sangat tidak tertahankan dan tidak berkelanjutan bagi Rusia sehingga Rusia bersedia menyetujui, tidak hanya penangguhan sementara, tetapi penghentian perang selamanya.

”Ukraina punya semua syarat yang dibutuhkan untuk berhasil meski tentara dan senjata tak banyak. Untuk menang, Ukraina harus membangun kembali kapasitas ofensifnya, gencar dalam upaya diplomatik, dan membuat teori kemenangan yang baru,” kata Ryan.

 (kompas.id/reuters/afp/ap)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved