Opini

Opini: NTT, Minol dan Miras

Dalam urusan dengan alkohol, meminjam term anak muda kekinian, ‘NTT manyala kaka’. Lantas, apa yang hendak kita katakan dengan hasil riset ini?

|
Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM/RYAN NONG
Sophia, sopi tradisional khas NTT. 

Caranya adalah dengan menghadirkan satu label minuman bermerk khas NTT, sehingga dengan cara itu sopi, laru, arak, tuak bisa lebih berdaya secara sosial pun ekonomi.

Hari Rabu, 19 Juni 2019 menjadi momentum tersendiri bagi minuman tradisional NTT, sopi dan kawan-kawan. Secara resmi Pemerintah Provinsi NTT menyatakan sopi naik kelas menjadi sopia.

Acara ini diseremonikan di UPT Laboratorium Riset Terpadu Biosain, Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang.

Minuman sopia yang diluncurkan itu terdiri dari dua jenis, masing-masing di antaranya memiliki kadar alkohol yang berbeda yakni sebesar 35 persen dan 40 persen.

Sopi yang selama ini menjadi minuman rakyat, diproduksi dalam industri rumah tangga rakyat, dipasarkan dengan kemasan merakyat, dengan kadar alkohol yang pas di lidah rakyat, juga harga yang terjangkau isi dompet rakyat, berubah menjadi sopia.

Sopia yang akan masuk ke industri regional dan nasional, dengan kadar alkohol 35 dan 40 persen, dengan kemasan lebih elegan dan menarik, tentu juga dengan harga yang dibandrol Rp 1 juta – Rp 1,5 juta per botol. Sopia dijanjikan menempati etalase-etalase hotel, restauran dan spot-spot wisata.

Apa kabar Sopia hari ini? Rupanya sopia telah sepi. Yah, sepi dari narasi publik, sepi dari pemberitaan, sepi dari ujaran mulut para pejabat.

Sopia hilang kabar dan hilang rasa. Hilang rasa karena memang tak pernah dicicipi sebab sangat elitis. Hilang kabar karena tak ada informasi-informasi baru soal perkembangan sopia, soal tata niaga, soal cashback buat rakyat, dll.

Mungkin saja sopia pergi begitu saja dan sepi, seiring dengan perginya sang penggagas dari tampuk kekuasaan. Sopia benar-benar menjadi gebrakan yang gagah di awal, namun ternyata itu hanya gagah-gagahan. Kini ia hilang kabar dari bumi NTT.

Publik sudah berharap banyak bahwa dengan hadirnya sopia di NTT, tata niaga sopi, tuak, arak, moke, laru milik rakyat bisa diatur lebih baik.

Lalu, rakyat yang memproduksi sopi dan kawan-kawan itu bisa menjadi pemasok bahan baku sopia. Dengan demikian, rakyat sudah punya market sopi yang jelas. Selain itu, ketika tata niaga sudah diatur jelas, maka sopi, tuak, arak itu bisa diantarpulaukan secara lebih nyaman dan aman.

Tidak ada aksi sita-menyita miras di pelabuhan atau menjadi objek buruan aparat. Aspek lain adalah bisa dikontrol pihak-pihak yang boleh mengonsumsi sopia. Anak-anak dan remaja tentu tidak.

Namun, harapan-harapan itu surut dan tak berbekas seperti sopia yang hilang kabar entah bagaimana. Ibarat cerita yang tak ada kelanjutannya, sopia pun demikian. Mulai menulis kisah namun tak tuntas diselesaikan.

Nah, setelah sopia menjadi sepi, sopi dan kawan-kawan harus terus dirawat. Sopi dan berbagai minuman tradisional NTT adalah hasil dari kebijaksanaan yang disebut kearifan lokal (local wisdom).

Banyak rakyat NTT yang hidup dan menghidupkan dari kearifan lokal ini. Jadi urusan sopi bukan hal sepele. Ini menyangkut hayat hidup banyak orang. Karena itu, tata kelola dan tata niaga sopia perlu didesain lagi oleh Pemerintah NTT demi kepentingan dan hayat hidup rakyat.

Halaman
123
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved