Opini
Opini: Pengawasan Partisipatif dalam Rezim Pilkada
Pemerintah, juga Pemerintah Daerah beserta aparat birokrasinya bertanggung jawab memberikan dukungan demi suksesnya Pilkada ini.
Pada titik ini, peran dan kerjasama di antara penyelenggara teknis, pengawas, hingga masyarakat yang menjadi sasaran Coklit mutlak diperlukan.
Sebab produk akhir dari tahapan ini harus benar-benar akurat, dalam artian secara administratif dan faktual DPT yang dihasilkan harus sesuai dengan data yang sebenarnya. Sehingga yang memenuhi syarat terdaftar sebagai pemilih, sedangkan yang tidak memenui syarat tidak diakomodir dalam daftar pemilih.
Seperti halnya dalam tahapan-tahapan lainnya, pada tahapan pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih ini juga terdapat ketentuan pidana, yang tercantum dalam Pasal 177, 177A, 177B, dan 178 Undang-Undang Pilkada.
Pengaturan ini menandakan bahwa pada tahapan ini terdapat peluang terjadinya tindak pidana, yang setidaknya mencakup pemberian keterangan yang tidak benar, penghilangan hak pilih seseorang, pemalsuan data dan daftar pemilih, hingga tidak melakukan verifikasi dan rekapitulasi data dan daftar pemilih.
Dari beberapa pasal tersebut, yang berpeluang melakukannya tidak hanya penyelenggara teknis, namun juga setiap orang. Sehingga mutlak diperlukan kolaborasi berbagai pihak untuk mengawasi jalannya tahapan ini, agar DPT yang dihasilkan sesuai dengan data kependudukan termutakhir, untuk memastikan pemenuhan hak politik masyarakat.
Betapa pentingnya kolaborasi dalam bentuk pengawasan partisipatif hanyalah untuk menunjukkan bahwa setiap tahapan pemilu rentan berhadapan dengan praktik pelanggaran.
Dengan aparat Pengawas Pemilu (termasuk Pilkada) yang terbatas jumlahnya, tidak memungkinkan untuk secara langsung memonitor penyelenggaraan tahapan yang berlangsung simultan di seluruh wilayah Indonesia.
Seperti halnya proses Coklit yang dilakukan bersamaan di suatu Desa yang memiliki 3 Tempat Pemungutan Suara (TPS). Dari sisi Pengawas hanya memiliki 1 orang PKD, sedangkan Pantarlih ada 3 orang.
Maka 1 orang PKD harus mengawasi 3 orang Pantarlih yang melakukan Coklit di waktu yang bersamaan sekaligus pada 3 TPS, sungguh suatu situasi yang tidak sebanding. Beban pengawasan yang begitu tidak seimbang.
Untuk menyiasatinya ditempuh upaya Uji Petik, untuk menyiasati wilayah TPS yang tidak dilakukan pengawasan Coklit secara langsung. Itupun dilakukan dengan tetap mengupayakan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat pemilih untuk melindungi hak pilihnya.
Dengan memastikan agar yang memenuhi syarat terakomodir sebagai pemilih, sembari memperhatikan agar yang tidak memenuhi syarat dieliminir dari daftar dimaksud.
Melalui keterlibatan masyarakat melalui pengawasan partisipatif untuk memastikan proses Coklit berjalan sesuai regulasi, barulah dapat dilihat sejauh mana kepatuhan penyelenggara teknis dalam menyelenggarakan setiap tahapan Pilkada.
Hal ini berlaku pula pada tahapan lainnya. Seperti tahapan kampanye, pengawasan partisipatif masyarakat sangat membantu. Apalagi di zaman media sosial seperti sekarang ini. Selalu saja ada peristiwa dugaan pelanggaran yang tidak terpantau radar Pengawas Pemilu.
Dalam situasi seperti ini, partisipasti masyarakat sangat besar pengaruhnya. Melalui media sosial, maupun melaporkan ke jajaran Pengawas Pemilu.
Jika tidak dapat melaporkan, setidaknya informasi dugaan pelanggaran yang disampaikan masyarakat dapat dijadikan informasi awal bagi Pengawas Pemilu, untuk kemudian ditindaklanjuti sesuai regulasi yang berlaku.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.