Opini
Opini: Pengawasan Partisipatif dalam Rezim Pilkada
Pemerintah, juga Pemerintah Daerah beserta aparat birokrasinya bertanggung jawab memberikan dukungan demi suksesnya Pilkada ini.
Namun secara hakiki, seluruh warga masyarakat memikul tanggung jawab demokrasi untuk turut terlibat mengawasi demi memastikan Pilkada ini berjalan sesuai regulasi yang mengaturnya.
Seperti halnya aparat keamanan bertugas melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat.
Namun jika kita sebagai masyarakat sepenuhnya mengharapkan aparat keamanan tanpa berupaya melindungi dan mengamankan, setidak-tidaknya diri sendiri dan orang sekitar, maka kita akan menjadi sasaran empuk tindak kejahatan.
Berkaca dari keterlibatan masyarakat dalam Pemilu maupun Pilkada yang biasanya hanya pada saat kampanye dan pemungutan suara semata, seperti yang sebelumnya sering terjadi, benang merahnya jelas: mobilisasi massa pemilih.
Muaranya pasti: politik uang. Karena mobilisasi pada hakikatnya adalah penggalangan/penggerakan sekelompok orang untuk mewujudkan keinginan pihak yang berkepentingan.
Karena yang berkepentingan adalah peserta Pemilu maupun Pilkada, maka agenda pemenangan mereka yang menjadi tujuan mobilisasi massa pemilih. Mata rantai mobilisasi ini yang hendak diputuskan Bawaslu melalui pengawasan partisipatif.
Pengawasan partisipatif menolak dan melawan praktik mobilisasi. Ia secara filosofis menggendong kesadaran kolektif masyarakat dalam lokomotif hak dan kewajiban politik warga negara terhadap tegaknya demokrasi dan pemenuhan hak-hak sipil masyarakat.
Inilah yang menjadi bahan bakar pendorong Bawaslu untuk mengambil posisi pelopor gerakan pengawasan partisipatif dalam setiap perhelatan Pemilu dan Pilkada. Ini adalah tindakan sadar yang sepenuhnya ditenagai oleh identitas luhur bangsa Indonesia, yakni gotong royong.
Setiap tahapan Pilkada yang telah, sementara, dan akan berlangsung membutuhkan perhatian seluruh elemen bangsa. Tidak hanya penyelenggara semata. Termasuk dalam aspek pengawasan, karena begitu banyaknya pihak yang terlibat di dalamnya.
Ambil contoh tahapan pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih. Pada tahapan ini Pantarlih bertugas untuk memutakhirkan data pemilih, untuk selanjutnya akan dikonversi menjadi daftar pemilih dengan ditetapkannya Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Sejak pemutakhiran sampai dengan ditetapkannya DPT, dari penyelenggara teknis, tidak kurang dari Pantarlih, PPS, PPK, dan KPU Kabupaten/Kota terlibat langsung dan bertanggung jawab di dalamnya.
Dari sisi Pengawas, setidaknya Panwaslu Kelurahan/Desa (PKD), Panwaslu Kecamatan (Panwascam), hingga Bawaslu Kabupaten/Kota bertanggung jawab mengawasinya.
Selain penyelenggara teknis dan pengawas, tentu saja masyarakat juga terlibat dalam tahapan ini. Karena yang menjadi sasaran Coklit adalah seluruh penduduk, terlepas dari memenuhi syarat atau tidak.
Data kependudukan mereka yang menentukan apakah yang bersangkutan pada akhirnya terdaftar atau tidak sebagai pemilih Pilkada tahun 2024.
Ini erat hubungannya dengan status pekerjaan, umur, status perkawinan, jenis disabilitas (bagi penyandang disabilitas), serta alamat penduduk. Elemen-elemen data kependudukan inilah yang menjadi sasaran Coklit hingga penetapan DPT.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.