Menghitung Pengaruh Jokowi dan Cara Prabowo agar Tak Didikte Gibran Bersama Bapaknya

Presiden Jokowi telah berulang kali menyatakan niatnya kembali ke Solo dan menjalani kehidupan sebagai rakyat biasa setelah masa jabatannya berakhir.

Editor: Frans Krowin
Instagram
JOKOWI-PRABOWO - Presiden Jokowi  dan Prabowo Subianto dalam sejumlah momen. Kedekatan dua figur ini sangat tampak dalam pelbagai kesempatan. 

Gibran Rakabuming Raka, putra Jokowi, dan beberapa menteri yang mungkin akan tetap berpengaruh dalam kabinet baru, bisa menjadi faktor penting.

Prabowo harus bijak dalam menangani loyalis Jokowi agar mereka tetap produktif tanpa membayangi kepemimpinannya.

Prabowo juga harus memastikan bahwa koalisi partai yang mendukungnya tetap solid. Koalisi yang beragam dengan berbagai kepentingan dapat menjadi tantangan besar dalam menjaga stabilitas pemerintahan.

Koalisi dan Keseimbangan Kekuasaan

Prabowo perlu menunjukkan kemampuan manajemen konflik yang kuat untuk menjaga koalisi tetap utuh dan bekerja efektif.

Kepemimpinan Prabowo akan diuji dalam hal kemampuannya mengelola hubungan dengan berbagai aktor politik.

Ia harus menunjukkan bahwa dirinya mampu menjadi pemimpin yang tegas namun fleksibel, mampu mendengar namun tetap memegang kendali.

Prabowo harus memastikan bahwa otoritasnya diakui oleh semua pihak tanpa menimbulkan friksi yang bisa mengganggu stabilitas pemerintahannya.

Selain mengelola balance of power di kalangan elit politik, Prabowo juga harus menangani harapan publik yang tinggi terhadap pemerintahannya.

Publik menginginkan perubahan yang signifikan dan perbaikan dalam berbagai sektor, seperti ekonomi, infrastruktur, dan pelayanan publik.

Prabowo perlu membuktikan bahwa ia mampu memenuhi ekspektasi tersebut tanpa terjebak dalam politik praktis yang hanya menguntungkan segelintir elit.

Baca juga: Bos Jalan Tol Didorong Jadi Pendamping Kaesang Pangarep, Kunto Adi Wibowo Angkat Bicara

Baca juga: Kaesang Pangarep: Mestinya yang Jadi Cagub Itu Presiden PKS, Bukan Figur Non Partai

Ide pembentukan sekretariat gabungan (Setgab) seperti yang pernah dilakukan oleh SBY pada tahun 2009 kembali mencuat.

Namun, daya pengaruh Setgab ini tentu tidak akan sebanding dengan posisi ketua partai politik. Pengelolaan pengaruh melalui Setgab mungkin lebih lemah dibandingkan dengan lembaga negara seperti partai politik dan parlemen.

Masa depan politik Jokowi setelah tidak lagi menjabat sebagai presiden sangat bergantung pada bagaimana ia mengelola dukungan dan pengaruhnya.

Kemungkinan besar, Jokowi akan tetap menjadi figur penting di belakang layar, baik melalui proksi maupun cawe-cawe langsung.

Namun, tantangan terbesar baginya adalah memastikan bahwa pengaruhnya tetap signifikan tanpa posisi resmi di pemerintahan atau partai politik.

Kita akan melihat dinamika ini berkembang dalam beberapa bulan ke depan hingga pelantikan presiden baru pada Oktober mendatang. (*)

Ikuti Pos-Kupang.Com di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved