Menghitung Pengaruh Jokowi dan Cara Prabowo agar Tak Didikte Gibran Bersama Bapaknya
Presiden Jokowi telah berulang kali menyatakan niatnya kembali ke Solo dan menjalani kehidupan sebagai rakyat biasa setelah masa jabatannya berakhir.
Penulis: M. Ainul Yaqin Ahsan, pengamat politik
PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) telah berulang kali menyatakan niatnya untuk kembali ke Solo dan menjalani kehidupan sebagai rakyat biasa setelah masa jabatannya berakhir.
Namun, mempertimbangkan popularitas yang masih tinggi dan pengaruhnya yang kuat, banyak pihak meragukan apakah beliau benar-benar akan sepenuhnya melepaskan peran dalam kancah politik nasional.
Pertanyaan besar yang muncul adalah, ke mana arah Jokowi setelah tidak lagi menjabat sebagai Presiden?
Pengaruh dan Potensi Peran Jokowi
Dalam konteks cawe-cawe tidak langsung, peran Gibran Rakabuming Raka, putra Jokowi yang kini menjabat sebagai Wali Kota Solo, menjadi sangat penting. Gibran, yang semakin dikenal publik dan memiliki basis dukungan kuat, dapat menjadi proksi Jokowi dalam menjaga pengaruh di panggung politik nasional.
Sebagai figur muda yang karismatik, Gibran memiliki potensi besar untuk naik ke posisi yang lebih strategis, baik di tingkat provinsi maupun nasional.
Selain itu, sejumlah menteri yang mungkin dititipkan Jokowi dalam kabinet presiden selanjutnya juga dapat menjadi instrumen penting bagi Jokowi untuk tetap berpengaruh.
Menteri-menteri ini bisa memainkan peran kunci dalam menjaga kesinambungan program-program strategis yang diinisiasi Jokowi, seperti pembangunan infrastruktur dan Ibu Kota Negara (IKN) baru di Kalimantan.
Namun, cawe-cawe langsung oleh Jokowi akan jauh lebih sulit. Tanpa struktur partai politik yang kokoh dan kekuatan birokrasi baik sipil maupun militer, daya persuasi Jokowi akan berkurang signifikan setelah ia lengser dari jabatan presiden.
Pengaruh politik tanpa jabatan formal sangat bergantung pada jaringan dan loyalitas yang telah dibangun selama masa jabatan. Oleh karena itu, penting untuk melihat bagaimana Jokowi akan mengelola dukungan dari partai-partai politik yang berada di lingkaran koalisinya saat ini.
Potensi Jokowi di Partai-Partai Koalisi Petahana
Partai-partai politik yang saat ini berada di koalisi pendukung pemerintah, seperti PDIP, Golkar, dan PAN, memiliki peran kunci dalam menentukan sejauh mana pengaruh Jokowi akan bertahan.
Misalnya, Golkar dengan Munas yang akan datang dan kemungkinan pergantian kepemimpinan, serta PAN yang menawarkan ruang lebih fleksibel bagi Jokowi untuk berperan.
Namun, langkah ini tidak akan mudah. Dinamika internal partai-partai tersebut sangat kompleks dan memerlukan strategi yang matang.
Jokowi perlu memastikan bahwa loyalisnya berada di posisi-posisi strategis dalam struktur partai untuk mempertahankan pengaruhnya.
Salah satu pendekatan yang realistis bagi Jokowi adalah fokus pada peran sebagai elder statesman, seorang negarawan senior yang dihormati dan menjadi referensi dalam pengambilan keputusan strategis.
Peran ini tidak memerlukan jabatan formal tetapi tetap memberikan pengaruh signifikan dalam politik nasional.
Tantangan Bagi Prabowo dalam Mengelola Keseimbangan Kekuasaan
Tantangan terbesar bagi Prabowo adalah mengelola keseimbangan kekuatan di antara para aktor politik, termasuk pengaruh yang masih kuat dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dalam upaya mengonsolidasikan kekuasaan, Prabowo harus memastikan bahwa tidak ada pihak yang memiliki kekuasaan lebih tinggi dari presiden.
Ini akan menjadi uji coba besar bagi Prabowo dalam menjaga hubungan dengan PDIP dan partai-partai lainnya, serta memastikan bahwa ia tidak terlalu tersandera oleh pengaruh Jokowi.
Prabowo harus melakukan manuver politik yang cermat untuk mengelola balance of power.
Meskipun Jokowi akan lengser dari kursi presiden, pengaruhnya di panggung politik Indonesia masih kuat, terutama melalui jaringan loyalisnya dan popularitas di kalangan rakyat.
Prabowo perlu memastikan bahwa pengaruh ini tidak mengganggu otoritasnya sebagai presiden.
PDIP, sebagai partai politik terbesar dan rumah politik Jokowi, akan menjadi pemain kunci dalam pemerintahan Prabowo.
Menjaga hubungan baik dengan PDIP adalah krusial, namun Prabowo harus berhati-hati agar tidak terlalu bergantung pada partai ini.
Keseimbangan yang baik harus dicapai untuk memastikan dukungan legislatif tanpa kehilangan kontrol eksekutif.
Loyalis Jokowi
Pengaruh Jokowi tidak hanya berasal dari posisinya sebagai presiden, tetapi juga dari jaringan loyalisnya, baik di pemerintahan maupun di luar pemerintahan.
Gibran Rakabuming Raka, putra Jokowi, dan beberapa menteri yang mungkin akan tetap berpengaruh dalam kabinet baru, bisa menjadi faktor penting.
Prabowo harus bijak dalam menangani loyalis Jokowi agar mereka tetap produktif tanpa membayangi kepemimpinannya.
Prabowo juga harus memastikan bahwa koalisi partai yang mendukungnya tetap solid. Koalisi yang beragam dengan berbagai kepentingan dapat menjadi tantangan besar dalam menjaga stabilitas pemerintahan.
Koalisi dan Keseimbangan Kekuasaan
Prabowo perlu menunjukkan kemampuan manajemen konflik yang kuat untuk menjaga koalisi tetap utuh dan bekerja efektif.
Kepemimpinan Prabowo akan diuji dalam hal kemampuannya mengelola hubungan dengan berbagai aktor politik.
Ia harus menunjukkan bahwa dirinya mampu menjadi pemimpin yang tegas namun fleksibel, mampu mendengar namun tetap memegang kendali.
Prabowo harus memastikan bahwa otoritasnya diakui oleh semua pihak tanpa menimbulkan friksi yang bisa mengganggu stabilitas pemerintahannya.
Selain mengelola balance of power di kalangan elit politik, Prabowo juga harus menangani harapan publik yang tinggi terhadap pemerintahannya.
Publik menginginkan perubahan yang signifikan dan perbaikan dalam berbagai sektor, seperti ekonomi, infrastruktur, dan pelayanan publik.
Prabowo perlu membuktikan bahwa ia mampu memenuhi ekspektasi tersebut tanpa terjebak dalam politik praktis yang hanya menguntungkan segelintir elit.
Baca juga: Bos Jalan Tol Didorong Jadi Pendamping Kaesang Pangarep, Kunto Adi Wibowo Angkat Bicara
Baca juga: Kaesang Pangarep: Mestinya yang Jadi Cagub Itu Presiden PKS, Bukan Figur Non Partai
Ide pembentukan sekretariat gabungan (Setgab) seperti yang pernah dilakukan oleh SBY pada tahun 2009 kembali mencuat.
Namun, daya pengaruh Setgab ini tentu tidak akan sebanding dengan posisi ketua partai politik. Pengelolaan pengaruh melalui Setgab mungkin lebih lemah dibandingkan dengan lembaga negara seperti partai politik dan parlemen.
Masa depan politik Jokowi setelah tidak lagi menjabat sebagai presiden sangat bergantung pada bagaimana ia mengelola dukungan dan pengaruhnya.
Kemungkinan besar, Jokowi akan tetap menjadi figur penting di belakang layar, baik melalui proksi maupun cawe-cawe langsung.
Namun, tantangan terbesar baginya adalah memastikan bahwa pengaruhnya tetap signifikan tanpa posisi resmi di pemerintahan atau partai politik.
Kita akan melihat dinamika ini berkembang dalam beberapa bulan ke depan hingga pelantikan presiden baru pada Oktober mendatang. (*)
Ikuti Pos-Kupang.Com di GOOGLE NEWS
Singgung Mafia Dalam Aksi Kericuhan, Presiden Prabowo Tegaskan Siap Lawan |
![]() |
---|
Dugaan Skenario Darurat Militer, Wakil Panglima TNI: Anggapan Itu Sangat Salah! |
![]() |
---|
Opini: 28-29 Agustus 2025 |
![]() |
---|
Prabowo Bertemu Keluarga Affan Kurniawan: Saya Turut Belasungkawa, Saya Sangat Menyesali |
![]() |
---|
Bintang Timur Atambua U16 Lolos ke 8 Besar Nusantara Open Piala Prabowo 2025 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.