Berita Sabu Raijua
BBM Subsidi Tak Jadi Solusi Bagi Masyarakat Desa di Sabu Raijua NTT
Sementara untuk pelayanan BBM di Kecamatan Raijua hanya melalui Sub Penyalur karena kondisi Pulau Raijua yang terpisah dari Pulau Sabu.
Penulis: Agustina Yulian Tasino Dhema | Editor: Oby Lewanmeru
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Asti Dhema
POS-KUPANG.COM, SEBA - Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi tidak menjadi solusi bagi masyarakat desa di Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) hanya terdapat dua lokasi di kabupaten Sabu Raijua yaitu SPBU Roboaba di Sabu Barat dan SPBU Eliode di Sabu Tengah.
Dari enam kecamatan di Sabu Raijua baru di dua SPBU ini yang beroperasi untuk memenuhi kebutuhan BBM masyarakat dari lima kecamatan di pulau Sabu.
Sementara untuk pelayanan BBM di Kecamatan Raijua hanya melalui Sub Penyalur karena kondisi Pulau Raijua yang terpisah dari Pulau Sabu.
Untuk pemenuhan kebutuhan BBM masyarakat Sabu yang mayoritas penduduknya bermatapencaharian petani, kebanyakan membeli BBM eceran di pinggir jalan dengan harga Rp20 ribu sampai dengan Rp35 ribu per botol kemasan air mineral 1,5 liter baik BBM subsidi maupun BBM nonsubsidi.
Kebutuhan BBM sangat tinggi di pulau Sabu karena untuk bertani saja mereka harus menggunakan mesin pompa air untuk mengairi tanaman mereka. Tentunya membutuhkan biaya yang tinggi.
Dari sekian banyak petani ini pula, banyak yang belum paham apa itu BBM subsidi dan di mana bisa mendapatkan BBM subsidi. Hal ini terjadi karena pola sejak lama masyarakat Sabu yang terbiasa membeli BBM eceran di pinggir jalan dengan harga tinggi yang menurut mereka menjadi hal yang wajar.
"Kami tidak tahu itu subsidi. Kami biasa beli di pinggir jalan,"ungkap seorang ibu saat ditemui di sawahnya di desa Roboaba.
Pada intinya, mereka hanya ingin BBM tidak pernah langka di Sabu Raijua. Jika terjadi kelangkaan, bisa menimbulkan kekacauan dan segala aktivitas mereka terhenti. Mereka mengantre di SPBU itu pun kalau stok BBM mencukupi.
Artinya, selama ini sebagian besar masyarakat Sabu Raijua belum menikmati BBM subsidi yang dicanangkan pemerintah Indonesia.
Diduga BBM subsidi ini banyak dinikmati para spekulan atau pedagang-pedagang eceran pinggir jalan untuk kemudian dijual kembali dengan harga tinggi.
Baca juga: Stok BBM di Sabu Raijua Terbatas, Warga Rela Antre hingga Malam Hari
Kondisi ini tentu menandakan bahwa pendistribusian BBM subsidi untuk sampai kepada masyarakat kecil yang berada di desa pun belum optimal.
Bahkan tak jarang masyarakat di Sabu lebih banyak membeli BBM nonsubsidi untuk pemenuhan kebutuhan mereka bertani.
Jika melihat kondisi SPBU di Pulau Raijua, notabene para pengantre setiap harinya adalah orang yang sama yang mengaku berasal dari desa. Mereka rela mengantre setiap hari untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri dan juga untuk disimpan sebagai stok.
Bahkan ada juga yang antre untuk dijual kembali di desa karena sudah tak ada lagi penyalur resmi. Praktik-praktik seperti ini yang menyebabkan tidak adanya solusi bagi kelangkaan BBM di Sabu Raijua. BBM subsidi tidak tepat sasaran.
Terkait kondisi ini, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Perindustrian dan Perdagangan, Lagabus Pian mengungkapkan, pendistribusi BBM menemukan masalah saat pendistribusian BBM hingga ke desa-desa yang jauhnya bisa 25-30 km dari SPBU di Pulau Sabu.
"Tidak mungkin mereka datang ke SPBU beli BBM apalagi dengan ketidakpastian stok BBM di SPBU. Orang datang jauh-jauh dari desa kalau BBM tidak ada, dia tidak bisa pulang,"ungkap Lagabus pada Sabtu, 6 Juli 2024.
Gab mengatakan, inilah salah satu faktor yang menyebabkan masyarakat di desa jauh itu membeli BBM dari para pengantre. Sehingga spekulan tidak bisa diatasi.
Sebelumnya, untuk menjangkau masyarakat di desa yang jauh, pendistribusin BBM dilakukan melalui sub penyalur, tetapi sekarang sub penyalur tidak ada sehingga tidak ada jalan lain untuk membawa BBM subsidi sampai ke desa jauh selain dengan pedagang-pedagang eceran pinggir jalan yang setiap hari mengantre. Bagaimana pun, mereka juga warga negara Indonesia.
Menurutnya, pemerintah hanya berupaya untuk menghadirkan BBM subsidi tetapi kondisi ini sangat disayangkan karena masyarakat di desa lebih banyak menikmati BBM non subsidi yang harganya jauh lebih tinggi. Mereka tidak bisa mengakses BBM subsidi di SPBU.
"Pasokan, distribusi, dan perilaku masyarakat menjadi poin utama untuk bisa dibenahi bersama,"lanjutnya.
Gab juga menerangkan, terkait sub penyalur sebenarnya ada regulasi tetapi, ada beberapa praktik-praktik gagal di sejumlah daerah sehingga semua sub penyalur dianggap melakukan penyimpangan sehingga dimoratorium. Pemerintah Kabupaten Sabu Raijua juga menunggu agar regulasi yang baru terkait sub penyalur bisa segera terbit sehingga pelayanan BBM terutama masyarakat di desa yang belum ada SPBU bisa terlayani.
Pendistribusian yang seperti terputus inilah menjadi dan membuka peluang bisnis bagi masyarakat untuk menjadi pedagang eceran BBM. Artinya, tidak dipungkiri kehadiran pengecer ilegal ini pun mengantarkan BBM hingga ke desa-desa yang tak tersentuh layanan Pertamina melalui SPBU.
"Jika tidak ada cara mendistribusikan BBM sampai ke desa terpaksa mereka menggunakan nonsubsidi dengan cara-cara ilegal dengan harga yang lebih tinggi,"ujarnya. (dhe)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.