Petrus Salestinus Nilai Ende Terburuk dalam Penegakan Hukum Pemberantasan Korupsi
Koordinator TPDI, Petrus Salestinus, SH, menilai Ende terburuk dalam penegakan hukum pemberantasan korupsi.
Penulis: OMDSMY Novemy Leo | Editor: OMDSMY Novemy Leo
POS-KUPANG.COM, KUPANG -- Koordinator TPDI dan Pergerakan Advokat Nusantara atau Perekat Nusantara, Petrus Salestinus, Salestinus menilai Kabupaten Ende terburuk dalam penegakan hukum pemberantasan korupsi.
Hal ini disampaikan Petrus Salestinus dalam siaran pers yang diterima Pos Kupang, Jumat (7/5) siang.
Menurut Petrus Salestinus, model tebang pilih dalam penyidikan Tipikor dengan tujuan meloloskan pelaku korupsi yang sesugguhnya atau penanganan korupsi mengandung unsur korupsi atau karena intervensi kekuasaan eksekutif, yudikatif dan legislatif, sering terjadi dan dilakukan oleh penyidik dari Kepolisian dan/atau Kejaksaan, menjadi tren dan sangat populer di Ende, Flores, NTT.
Beberapa kasus korupsi di Ende bisa berulangtahun dan bahkan diwariskan oleh seorang Kapolres atau Kajari ke Kapolres dan/atau Kajari berikutnya dstnya. tanpa akhir, hingga tersangka atau calon tersangkanya meninggal duniapun kasusnya jalan di tempat tanpa ada penetapan apakah dihentikan penyidikannya atau dilanjutkan sebagai suatu pertanggungjawaban terhadap publik sesuai KUHAP.

Perilaku tidak terpuji dari oknum penyidik semacam ini, sudah menjadi budaya hukum di kalangan aparatur penegak hukum, baik Polisi maupun Jaksa di Ende selama 15 (lima belas) tahun belakangan ini. Tanpa mereka sadari hal itu merusak tatanan hidup bernegara yang menuntut perilaku taat pada hukum sesuai prinsip negara hukum.
"Ini memang ironis karena terjadi kolabirasi antara penjahat dan penguasa dari atas sampai ke bawah," kata Petrus Salestinus.
Namun anehnya, demikian Petrus Salestinus, meskipun oknum Pimpinan Polres atau Kejari minim prestasi, akan tetapi rotasi dan promosi jabatan untuk mereka silih berganti setiap 2 (dua) tahun dipromosikan pada jabatan tinggi atau memimpin di daerah hukum lain dengan kualifikasi tipe A, sebagai tanda ybs. berprestasi baik di tempat sebelumnya.
Sementara itu, kasus-kasus korupsi tertentu yang selama ini jadi ATM oknum-oknum penegak hukum, tetap mangkrak dan bisa berulang tahun di tangan oknum penyidik. Bahkan, dipestakan bersama ulangtahunnya karena di antara mereka sudah terjadi kolaborasi saling menyandera untuk saling melindungi.
Baca juga: Banyak Kasus Korupsi Diduga Mengendap di Polres, Forum Ende Muda Demo di Mabes Polri
"Budaya di mana si Terlapor dijadikan ATM dalam kolaborasi antara pelaku korupsi dengan oknum penyidik, sudah menjadi sistem secara diam-diam diterapkan bahkan merupakan salah satu sumber penghasilan sampingan dengan angka menggiurkan bagi seorang oknum penyidik. Pola ini masih laris manis karena budaya setor dari anak buah ke atasan secara berantaipun masih terus terjadi," jelas Petrus Salestinus.
*Nol Prestasi Dapat Promosi
Lebih lanjut Petrus Salestinus mengatakan, anehnya, meski Kapolres atau Kajari nol prestasi dalam penegakan hukum terutama dalam penindakan Tindak Pidana Korupsi, namun mereka selalu dipromosikan pada jabatan lain yang lebih tinggi.
"Padahal sebagaimana fakta yang ada, beberapa kasus korupsi yang alat buktinya terang benderangpun, atas alasan yang dicari-cari seperti menunggu hasil audit atau atas kasusnya masih memerlukan pendalaman, maka penanganan kasus korupsi itu bisa berlarut-larut diwariskan beberapa kali kepada pimpinan Polres atau Kajari berikutnya tanpa alasan jelas," katanya.
Baca juga: Di Depan Pakar Telematika Roy Suryo, Bareskrim Tolak Laporan TPDI Soal Kecurangan Pemilu 2024
Petrus menjelaskan, apa yang dikonstatir mengenai model tebang pilih penanganan korupsi di atas, kemudian secara eksplisit diatur dalam UU KPK yang memberi wewenang kepada KPK untuk mengambil alih penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh Kepolisian atau Kejaksaan. Manakalah, pertama, Penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku tindak pidana korupsi yang sesunghuhnya. Kedua, Penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi; dan ketiga, Ada intervensi kekuasaan eksekutif, yudikatif dan legislatif.
"Apakah para oknum Kapolres dan/ atau Kajari yang doyan main kasus korupsi dan hobi menerima setoran dari anak buah yang juga hobi memeras pencari keadilan, mereka terus mendapatkan promosi jabatan secara periodik, sehingga timbul pertanyaan apa parameter mengukur prestasi sorang Kapolres atau Kajari di NTT, apakah budaya setor menjadi salah satu parameter," katanya.
Baca juga: Koordinator TPDI NTT: Ayo Kapolres Sikka, Ukir Prestasimu Dengan Menangkap YS
Padahal, banyak kasus korupsi mengendap seperti kasus PDAM Ende dari tahun 2008 sampai sekarang (15 tahun) yang melibatkan separuh anggota DPRD Ende, tetap mangkrak meskipun ada Putusan Praperadilan yang memerintahkan untuk dibuka kembali.
Saat Polisi di Ende Jual 34 Ton Beras Murah ke Masyarakat, Ini Hasilnya |
![]() |
---|
Merah Putih Berkibar di Puncak Kezimara, Simbol Cinta Tanah Air di Bumi Pancasila |
![]() |
---|
34 Ton Beras dari Polisi Disalurkan untuk Masyarakat Ende Melalui Gerakan Pangan Murah |
![]() |
---|
Bendera Merah Putih Berkibar di Bukit Embu Wee, Pulau Ende, Kabupaten Ende |
![]() |
---|
FEATURE: Aksi Simpatik Polisi Bangkitkan Semangat Nasionalisme di Ende |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.